BIOLOGI ONLINE

blog pendidikan biologi

Buku Ajar 2

 

BAB II

DASAR-DASAR PEWARISAN MENDEL

 

  • Hukum Segregasi
  • Hukum Pemilihan Bebas
  • Formulasi Matematika
  • Silang Balik dan Silang Uji
  • Modifikasi Nisbah Mendel
  • Teori Peluang
  • Uji X2
  • Alel Ganda

 

BAB II. DASAR-DASAR PEWARISAN MENDEL

Seorang biarawan dari Austria, bernama Gregor Johann Mendel, menjelang akhir abad ke-19 melakukan serangkaian percobaan persilangan pada kacang ercis (Pisum sativum). Dari percobaan yang dilakukannya selama bertahun-tahun tersebut, Mendel berhasil menemukan prinsip-prinsip pewarisan sifat, yang kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan. Berkat karyanya inilah, Mendel diakui sebagai Bapak Genetika.

Mendel memilih kacang ercis sebagai bahan percobaannya, terutama karena tanaman ini memiliki beberapa pasang sifat yang sangat mencolok perbedaannya, misalnya warna bunganya mudah sekali untuk dibedakan antara yang ungu dan yang putih. Selain itu, kacang ercis merupakan tanaman yang dapat menyerbuk sendiri, dan dengan bantuan manusia, dapat juga menyerbuk silang. Hal ini disebabkan oleh adanya bunga sempurna, yaitu bunga yang mempunyai alat kelamin jantan dan betina. Pertimbangan lainnya adalah bahwa kacang ercis memiliki daur hidup yang relatif pendek, serta mudah untuk ditumbuhkan dan dipelihara. Mendel juga beruntung, karena secara kebetulan kacang ercis yang digunakannya merupakan tanaman diploid (mempunyai dua perangkat kromosom). Seandainya ia menggunakan organisme poliploid, maka ia tidak akan memperoleh hasil persilangan yang sederhana dan mudah untuk dianalisis.

Pada salah satu percobaannya Mendel menyilangkan tanaman kacang ercis yang tinggi dengan yang pendek. Tanaman yang dipilih adalah tanaman galur murni, yaitu tanaman yang kalau menyerbuk sendiri tidak akan menghasilkan tanaman yang berbeda dengannya. Dalam hal ini tanaman tinggi akan tetap menghasilkan tanaman tinggi. Begitu juga tanaman pendek akan selalu menghasilkan tanaman pendek.

Dengan menyilangkan galur murni tinggi dengan galur murni pendek, Mendel mendapatkan tanaman yang semuanya tinggi. Selanjutnya, tanaman tinggi hasil persilangan ini dibiarkan menyerbuk sendiri. Ternyata keturunannya memperlihatkan nisbah (perbandingan) tanaman tinggi terhadap tanaman pendek sebesar 3 : 1. Secara skema, percobaan Mendel dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut.

P : ♀ Tinggi x Pendek ♂

DD dd

Gamet D d

F1 : Tinggi

Dd

Menyerbuk sendiri (Dd x Dd)

F2 :

Gamet

Gamet

D d
D DD

(tinggi)

Dd

(tinggi)

d Dd

(tinggi)

dd

(pendek)

 

Tinggi (D-) : pendek (dd) = 3 : 1

DD : Dd : dd = 1 : 2 : 1

Gambar 2.1. Diagram persilangan monohibrid untuk sifat tinggi tanaman

 

Individu tinggi dan pendek yang digunakan pada awal persilangan dikatakan sebagai tetua (parental), disingkat P. Hasil persilangannya merupakan keturunan (filial) generasi pertama, disingkat F1. Persilangan sesama individu F1 menghasilkan keturunan generasi ke dua, disingkat F2. Tanaman tinggi pada generasi P dilambangkan dengan DD, sedang tanaman pendek dd. Sementara itu, tanaman tinggi yang diperoleh pada generasi F1 dilambangkan dengan Dd.

Pada diagram persilangan monohibrid tersebut di atas, nampak bahwa untuk menghasilkan individu Dd pada F1, maka baik DD maupun dd pada generasi P membentuk gamet (sel kelamin). Individu DD membentuk gamet D, sedang individu dd membentuk gamet d. Dengan demikian, individu Dd pada F1 merupakan hasil penggabungan kedua gamet tersebut. Begitu pula halnya, ketika sesama individu Dd ini melakukan penyerbukan sendiri untuk menghasilkan F2, maka masing-masing akan membentuk gamet terlebih dahulu. Gamet yang dihasilkan oleh individu Dd ada dua macam, yaitu D dan d. Selanjutnya, dari kombinasi gamet-gamet tersebut diperoleh individu-individu generasi F2 dengan nisbah DD : Dd : dd = 1 : 2 : 1. Jika DD dan dd dikelompokkan menjadi satu (karena sama-sama melambangkan individu tinggi), maka nisbah tersebut menjadi D- : dd = 3 : 1.

Dari diagram itu pula dapat dilihat bahwa pewarisan suatu sifat ditentukan oleh pewarisan materi tertentu, yang dalam contoh tersebut dilambangkan dengan D atau d. Mendel menyebut materi yang diwariskan ini sebagai faktor keturunan (herediter), yang pada perkembangan berikutnya hingga sekarang dinamakan gen.

 

Terminologi

Ada beberapa istilah yang perlu diketahui untuk menjelaskan prinsip-prinsip pewarisan sifat. Seperti telah disebutkan di atas, P adalah individu tetua, F1 adalah keturunan generasi pertama, dan F2 adalah keturunan generasi ke dua. Selanjutnya, gen D dikatakan sebagai gen atau alel dominan, sedang gen d merupakan gen atau alel resesif. Alel adalah bentuk alternatif suatu gen yang terdapat pada lokus (tempat) tertentu. Gen D dikatakan dominan terhadap gen d, karena ekpresi gen D akan menutupi ekspresi gen d jika keduanya terdapat bersama-sama dalam satu individu (Dd). Dengan demikian, gen dominan adalah gen yang ekspresinya menutupi ekspresi alelnya. Sebaliknya, gen resesif adalah gen yang ekspresinya ditutupi oleh ekspresi alelnya.

Individu Dd dinamakan individu heterozigot, sedang individu DD dan dd masing-masing disebut sebagai individu homozigot dominan dan homozigot resesif. Sifat-sifat yang dapat langsung diamati pada individu-individu tersebut, yakni tinggi atau pendek, dinamakan fenotipe. Jadi, fenotipe adalah ekspresi gen yang langsung dapat diamati sebagai suatu sifat pada suatu individu. Sementara itu, susunan genetik yang mendasari pemunculan suatu sifat dinamakan genotipe. Pada contoh tersebut di atas, fenotipe tinggi (D-) dapat dihasilkan dari genotipe DD atau Dd, sedang fenotipe pendek (dd) hanya dihasilkan dari genotipe dd. Nampak bahwa pada individu homozigot resesif, lambang untuk fenotipe sama dengan lambang untuk genotipe. .

 

Hukum Segregasi

Sebelum melakukan suatu persilangan, setiap individu menghasilkan gamet-gamet yang kandungan gennya separuh dari kandungan gen pada individu. Sebagai contoh, individu DD akan membentuk gamet D, dan individu dd akan membentuk gamet d. Pada individu Dd, yang menghasilkan gamet D dan gamet d, akan terlihat bahwa gen D dan gen d akan dipisahkan (disegregasi) ke dalam gamet-gamet yang terbentuk tersebut. Prinsip inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum segregasi atau hukum Mendel I.

Hukum Segregasi :

Pada waktu berlangsung pembentukan gamet, tiap pasang gen akan disegregasi ke dalam masing-masing gamet yang terbentuk.

 

Hukum Pemilihan Bebas

Persilangan yang hanya menyangkut pola pewarisan satu macam sifat seperti yang dilakukan oleh Mendel tersebut di atas dinamakan persilangan monohibrid. Mendel melakukan persilangan monohibrid untuk enam macam sifat lainnya, yaitu warna bunga (ungu-putih), warna kotiledon (hijau-kuning), warna biji (hijau-kuning), bentuk polong (rata-berlekuk), permukaan biji (halus-keriput), dan letak bunga (aksial-terminal).

Selain persilangan monohibrid, Mendel juga melakukan persilangan dihibrid, yaitu persilangan yang melibatkan pola perwarisan dua macam sifat seketika. Salah satu di antaranya adalah persilangan galur murni kedelai berbiji kuning-halus dengan galur murni berbiji hijau-keriput. Hasilnya berupa tanaman kedelai generasi F1 yang semuanya berbiji kuning-halus. Ketika tanaman F1 ini dibiarkan menyerbuk sendiri, maka diperoleh empat macam individu generasi F2, masing-masing berbiji kuning-halus, kuning-keriput, hijau-halus, dan hijau-keriput dengan nisbah 9 : 3 : 3 : 1.

Jika gen yang menyebabkan biji berwarna kuning dan hijau masing-masing adalah gen G dan g, sedang gen yang menyebabkan biji halus dan keriput masing-masing adalah gen W dan gen w, maka persilangan dihibrid terdsebut dapat digambarkan secara skema seperti pada diagram berikut ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

P : ♀ Kuning, halus x Hijau, keriput ♂

GGWW ggww

Gamet GW gw

F1 : Kuning, halus

GgWw

 

Menyerbuk sendiri (GgWw x GgWw )

 

F2 :

Gamet ♂

Gamet ♀

GW

 

Gw gW gw
GW GGWW

(kuning,halus)

GGWw

(kuning,halus)

GgWW

(kuning,halus)

GgWw

(kuning,halus)

Gw GGWw

(kuning,halus)

GGww

(kuning,keriput)

GgWw

(kuning,halus)

Ggww

(kuning,keriput)

gW GgWW

(kuning,halus)

GgWw

(kuning,halus)

ggWW

(hijau,halus)

ggWw

(hijau,halus)

gw GgWw

(kuning,halus)

Ggww

(kuning,keriput)

ggWw

(hijau,halus)

ggww

(hijau,keriput)

 

Gambar 2.2. Diagram persilangan dihibrid untuk sifat warna dan bentuk biji

Dari diagram persilangan dihibrid tersebut di atas dapat dilihat bahwa fenotipe F2 memiliki nisbah 9 : 3 : 3 : 1 sebagai akibat terjadinya segregasi gen G dan W secara independen. Dengan demikian, gamet-gamet yang terbentuk dapat mengandung kombinasi gen dominan dengan gen dominan (GW), gen dominan dengan gen resesif (Gw dan gW), serta gen resesif dengan gen resesif (gw). Hal inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum pemilihan bebas (the law of independent assortment) atau hukum Mendel II.

 

 

 

Hukum Pemilihan Bebas :

Segregasi suatu pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya, sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan kombinasi gen-gen secara bebas.

 

Diagram kombinasi gamet ♂ dan gamet ♀ dalam menghasilkan individu generasi F2 seperti pada Gambar 2.2 dinamakan diagram Punnett. Ada cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan kombinasi gamet pada individu generasi F2, yaitu menggunakan diagram anak garpu (fork line). Cara ini didasarkan pada perhitungan matematika bahwa persilangan dihibrid merupakan dua kali persilangan monohibrid. Untuk contoh persilangan sesama individu GgWw, diagram anak garpunya adalah sebagai berikut.

 

Gg x Gg Ww x Ww

 

3 W- 9 G-W- (kuning, halus)

3 G- 1 ww 3 G-ww (kuning, keriput)

3 W- 3 ggW- (hijau, halus)

1 gg 1 ww 1 ggww (hijau, keriput)

Gambar 2.3. Diagram anak garpu pada persilangan dihibrid

 

Ternyata penentuan nisbah fenotipe F2 menggunakan diagram anak garpu dapat dilakukan dengan lebih cepat dan dengan risiko kekeliruan yang lebih kecil daripada penggunaan diagram Punnett. Kelebihan cara diagram anak garpu ini akan lebih terasa apabila persilangan yang dilakukan melibatkan lebih dari dua pasang gen (trihibrid, tetrahibrid,dan seterusnya) atau pada persilangan-persilangan di antara individu yang genotipenya tidak sama. Sebagai contoh, hasil persilangan antara AaBbcc dan aaBbCc akan lebih mudah diketahui nisbah fenotipe dan genotipenya apabila digunakan cara diagram anak garpu, yaitu

 

 

 

 

 

 

Aa x aa Bb x Bb cc x Cc

  

1 C- 3 A-B-C-

3 B- 1 cc 3 A-B-cc

1 A- 1 bb 1C- 1 A-bbC-

1 cc 1 A-bbcc

1 C- 3 aaB-C-

3 B- 1 cc 3 aaB-cc

1 aa 1 bb 1 C- 1 aabbC-

1 cc 1 aabbcc

(a)

Aa x aa Bb x Bb cc x Cc

  

1 Cc 1 AaBBCc

1 BB 1 cc 1 AaBBcc

1 Cc 2 AaBbCc

1 Aa 2 Bb 1 cc 2 AaBbcc

1 Cc 1 AabbCc

1 bb 1 cc 1 Aabbcc

1 BB 1 Cc 1 aaBBCc

1 cc 1 aaBBcc

1 aa 2 Bb 1 Cc 2 aaBbCc

1 cc 2 aaBbcc

1 bb 1 Cc 1 aabbCc

1 cc 1 aabbcc

(b)

Gambar 2.4. Contoh penggunaan diagram anak garpu

(a) Penentuan nisbah fenotipe

(b) Penentuan nisbah genotipe

 

Formulasi matematika pada berbagai jenis persilangan

Individu F1 pada suatu persilangan monohibrid, misalnya Aa, akan menghasilkan dua macam gamet, yaitu A dan a. Gamet-gamet ini, baik dari individu jantan maupun betina, akan bergabung menghasilkan empat individu F2 yang dapat dikelompokkan menjadi dua macam fenotipe (A- dan aa) atau tiga macam genotipe (AA, Aa, dan aa).

Sementara itu, individu F1 pada persilangan dihibrid, misalnya AaBb, akan membentuk empat macam gamet, masing-masing AB,Ab, aB, dan ab. Selanjutnya pada generasi F2 akan diperoleh 16 individu yang terdiri atas empat macam fenotipe (A-B-, A-bb, aaB-, dan aabb) atau sembilan macam genotipe (AABB, AABb, Aabb, AaBB, AaBb, Aabb, aaBB, aaBb, dan aabb).

Dari angka-angka tersebut akan terlihat adanya hubungan matematika antara jenis persilangan (banyaknya pasangan gen), macam gamet F1, jumlah individu F2, serta macam fenotipe dan genotipe F2. Hubungan matematika akan diperoleh pula pada persilangan-persilangan yang melibatkan pasangan gen yang lebih banyak (trihibrid, tetrahibrid, dan seterusnya), sehingga secara ringkas dapat ditentukan formulasi matematika seperti pada tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1. Formulasi matematika pada berbagai persilangan

Persilangan Macam gamet F1 Jumlah individu F2 Macam fenotipe F2 Macam genotipe F2 Nisbah fenotipe F2
monohibrid 2 4 2 3 3 : 1
dihibrid 4 16 4 9 9 : 3 : 3 : 1
trihibrid 8 64 8 27 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
n hibrid 2n 4n 2n 3n ( 3 : 1 )n

Pada kolom terakhir dapat dilihat adanya formulasi untuk nisbah fenotipe F2. Kalau angka-angka pada nisbah 3 : 1 dijumlahkan lalu dikuadratkan, maka akan didapatkan ( 3 + 1 )2 = 32 + 2.3.1 + 12 = 9 + 3 + 3 + 1, yang tidak lain merupakan angka-angka pada nisbah hasil persilangan dihibrid. Demikian pula jika dilakukan pemangkattigaan, maka akan diperoleh ( 3 + 1 )3 = 33 + 3.32.11 + 3.31.12+ 13 = 27 + 9 + 9 + 9 + 3 + 3 + 3 + 1, yang merupakan angka-angka pada nisbah hasil persilangan trihibrid.

 

Silang balik (back cross) dan silang uji (test cross)

Silang balik ialah persilangan suatu individu dengan salah satu tetuanya. Sebagai contoh, individu Aa hasil persilangan antara AA dan aa dapat disilangbalikkan, baik dengan AA maupun aa. Silang balik antara Aa dan AA akan menghasilkan satu macam fenotipe, yaitu A-, atau dua macam genotipe, yaitu AA dan Aa dengan nisbah 1 : 1. Sementara itu, silang balik antara Aa dan aa akan menghasilkan dua macam fenotipe, yaitu A- dan aa dengan nisbah 1 : 1, atau dua macam genotipe, yaitu Aa dan aa dengan nisbah 1 : 1.

Manfaat praktis silang balik adalah untuk memasukkan gen tertentu yang diinginkan ke dalam suatu individu. Melalui silang balik yang dilakukan berulang-ulang, dapat dimungkinkan terjadinya pemisahan gen-gen tertentu yang terletak pada satu kromosom sebagai akibat berlangsungnya peristiwa pindah silang (lihat juga Bab V). Hal ini banyak diterapkan di bidang pertanian, misalnya untuk memisahkan gen yang mengatur daya simpan beras dan gen yang menyebabkan rasa nasi kurang enak. Dengan memisahkan dua gen yang terletak pada satu kromosom ini, dapat diperoleh varietas padi yang berasnya tahan simpan dan rasa nasinya enak.

Apabila suatu silang balik dilakukan dengan tetuanya yang homozigot resesif, maka silang balik semacam ini disebut juga silang uji. Akan tetapi, silang uji sebenarnya tidak harus terjadi antara suatu individu dan tetuanya yang homozigot resesif. Pada prinsipnya semua persilangan yang melibatkan individu homozigot resesif (baik tetua maupun bukan tetua) dinamakan silang uji.

Istilah silang uji digunakan untuk menunjukkan bahwa persilangan semacam ini dapat menentukan genotipe suatu individu. Sebagai contoh, suatu tanaman yang fenotipenya tinggi (D-) dapat ditentukan genotipenya (DD atau Dd) melalui silang uji dengan tanaman homozigot resesif (dd). Kemungkinan hasilnya dapat dilihat pada diagram berikut ini.

DD x dd Dd x dd

 

Dd (tinggi) 1 Dd (tinggi)

1 dd (pendek)

Gambar 2.5. Contoh diagram silang uji

Jadi, apabila tanaman tinggi yang disilang uji adalah homozigot (DD), maka hasilnya berupa satu macam fenotipe, yaitu tanaman tinggi. Sebaliknya, jika tanaman tersebut heterozigot (Dd), maka hasilnya ada dua macam fenotipe, yaitu tanaman tinggi dan pendek dengan nisbah 1 : 1.

 

Modifikasi Nisbah Mendel

Percobaan-percobaan persilangan sering kali memberikan hasil yang seakan-akan menyimpang dari hukum Mendel. Dalam hal ini tampak bahwa nisbah fenotipe yang diperoleh mengalami modifikasi dari nisbah yang seharusnya sebagai akibat terjadinya aksi gen tertentu. Secara garis besar modifikasi nisbah Mendel dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu modifikasi nisbah 3 : 1 dan modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1.

Modifikasi Nisbah 3 : 1

Ada tiga peristiwa yang menyebabkan terjadinya modifikasi nisbah 3 : 1, yaitu semi dominansi, kodominansi, dan gen letal.

Semi dominansi

Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul sifat antara (intermedier). Dengan demikian, individu heterozigot akan memiliki fenotipe yang berbeda dengan fenotipe individu homozigot dominan. Akibatnya, pada generasi F2 tidak didapatkan nisbah fenotipe 3 : 1, tetapi menjadi 1 : 2 : 1 seperti halnya nisbah genotipe.

Contoh peristiwa semi dominansi dapat dilihat pada pewarisan warna bunga pada tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa). Gen yang mengatur warna bunga pada tanaman ini adalah M, yang menyebabkan bunga berwarna merah, dan gen m, yang menyebabkan bunga berwarna putih. Gen M tidak dominan sempurna terhadap gen m, sehingga warna bunga pada individu Mm bukannya merah, melainkan merah muda. Oleh karena itu, hasil persilangan sesama genotipe Mm akan menghasilkan generasi F2 dengan nisbah fenotipe merah : merah muda : putih = 1 : 2 : 1.

Kodominansi

Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan nisbah fenotipe 1 : 2 : 1 pada generasi F2. Bedanya, kodominansi tidak memunculkan sifat antara pada individu heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel. Dengan perkataan lain, kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi.

Peristiwa kodominansi dapat dilihat misalnya pada pewarisan golongan darah sistem ABO pada manusia (lihat juga bagian pada bab ini tentang beberapa contoh alel ganda). Gen IA dan IB masing-masing menyebabkan terbentuknya antigen A dan antigen B di dalam eritrosit individu yang memilikinya. Pada individu dengan golongan darah AB (bergenotipe IAIB) akan terdapat baik antigen A maupun antigen B di dalam eritrositnya. Artinya, gen IA dan IB sama-sama diekspresikan pada individu heterozigot tersebut.

Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing memiliki golongan darah AB dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.

IAIB x IAIB

1 IAIA (golongan darah A)

2 IAIB (golongan darah AB)

1 IBIB (golongan darah B)

Golongan darah A : AB : B = 1 : 2 : 1

Gambar 2.6. Diagram persilangan sesama individu bergolongan darah AB

Gen letal

Gen letal ialah gen yang dapat mengakibatkan kematian pada individu homozigot. Kematian ini dapat terjadi pada masa embrio atau beberapa saat setelah kelahiran. Akan tetapi, adakalanya pula terdapat sifat subletal, yang menyebabkan kematian pada waktu individu yang bersangkutan menjelang dewasa.

Ada dua macam gen letal, yaitu gen letal dominan dan gen letal resesif. Gen letal dominan dalam keadaan heterozigot dapat menimbulkan efek subletal atau kelainan fenotipe, sedang gen letal resesif cenderung menghasilkan fenotipe normal pada individu heterozigot.

Peristiwa letal dominan antara lain dapat dilihat pada ayam redep (creeper), yaitu ayam dengan kaki dan sayap yang pendek serta mempunyai genotipe heterozigot (Cpcp). Ayam dengan genotipe CpCp mengalami kematian pada masa embrio. Apabila sesama ayam redep dikawinkan, akan diperoleh keturunan dengan nisbah fenotipe ayam redep (Cpcp) : ayam normal (cpcp) = 2 : 1. Hal ini karena ayam dengan genotipe CpCp tidak pernah ada.

Sementara itu, gen letal resesif misalnya adalah gen penyebab albino pada tanaman jagung. Tanaman jagung dengan genotipe gg akan mengalami kematian setelah cadangan makanan di dalam biji habis, karena tanaman ini tidak mampu melakukan fotosintesis sehubungan dengan tidak adanya khlorofil. Tanaman Gg memiliki warna hijau kekuningan, sedang tanaman GG adalah hijau normal. Persilangan antara sesama tanaman Gg akan menghasilkan keturunan dengan nisbah fenotipe normal (GG) : kekuningan (Gg) = 1 : 2.

Modifikasi Nisbah 9 : 3 : 3 : 1

Modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1 disebabkan oleh peristiwa yang dinamakan epistasis, yaitu penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Jadi, dalam hal ini suatu gen bersifat dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya. Ada beberapa macam epistasis, masing-masing menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda pada generasi F2.

Epistasis resesif

Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4.

Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.

P : AACC x aacc

kelabu albino

F1 : AaCc

kelabu

F2 : 9 A-C- kelabu

  1. A-cc albino kelabu : hitam : albino =
  1. aaC- hitam 9 : 3 : 4

1 aacc albino

Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis resesif

 

Epistasis dominan

Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Nisbah fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1.

Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh besar (Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna kuning dan alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi. Persilangan antara waluh putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe generasi F2 sebagai berikut.

 

 

 

 

 

 

 

 

P : WWYY x wwyy

putih hijau

F1 : WwYy

putih

F2 : 9 W-Y- putih

3 W-yy putih putih : kuning : hijau =

3 wwY- kuning 12 : 3 : 1

1 wwyy hijau

Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis dominan

 

Epistasis resesif ganda

Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada generasi F2.

Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens. Terbentuknya HCN pada tanaman ini dapat dilukiskan secara skema sebagai berikut.

gen L gen H

 

Bahan dasar enzim L glukosida sianogenik enzim H HCN

Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis perubahan bahan dasar menjadi bahan antara berupa glukosida sianogenik. Alelnya, l, menghalangi pembentukan enzim L. Gen H menyebabkan terbentuknya enzim H yang mengatalisis perubahan glukosida sianogenik menjadi HCN, sedangkan gen h menghalangi pembentukan enzim H. Dengan demikian, l epistatis terhadap H dan h, sementara h epistatis terhadap L dan l. Persilangan dua tanaman dengan kandungan HCN sama-sama rendah tetapi genotipenya berbeda (LLhh dengan llHH) dapat digambarkan sebagai berikut.

P : LLhh x llHH

HCN rendah HCN rendah

F1 : LlHh

HCN tinggi

F2 : 9 L-H- HCN tinggi

3 L-hh HCN rendah HCN tinggi : HCN rendah =

3 llH- HCN rendah 9 : 7

1 llhh HCN rendah

Gambar 2.8. Diagram persilangan epistasis resesif ganda

 

Epistasis dominan ganda

Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.

Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan bentuk buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap C dan c.

P : CCDD x ccdd

segitiga oval

F1 : CcDd

segitiga

F2 : 9 C-D- segitiga

3 C-dd segitiga segitiga : oval = 15 : 1

3 ccD- segitiga

1 ccdd oval

Gambar 2.9. Diagram persilangan epistasis dominan ganda

 

Epistasis domian-resesif

Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada generasi F2.

Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu ayam ras. Dalam hal ini terdapat pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi, dan alelnya, i, yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan terhadap C dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i.

P : IICC x iicc

putih putih

F1 : IiCc

putih

F2 : 9 I-C- putih

3 I-cc putih putih : berwarna = 13 : 3

3 iiC- berwarna

1 iicc putih

Gambar 2.10. Diagram persilangan epistasis dominan-resesif

 

Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif

Pada Cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan lonjong. Gen yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang, masing-masing B dan b serta L dan l. Apabila pada suatu individu terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau bbL-). Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah cakram (B-L-). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah berbentuk lonjong. Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

P : BBLL x bbll

cakram lonjong

F1 : BbLl

cakram

F2 : 9 B-L- cakram

3 B-ll bulat cakram : bulat : lonjong = 9 : 6 : 1

3 bbL- bulat

1 bbll lonjong

Gambar 2.11. Diagram persilangan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif

Interaksi Gen

Selain mengalami berbagai modifikasi nisbah fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen.

Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Dalam hal ini terdapat empat macam bentuk jengger ayam, yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Bentuk jengger ayam dari galur yang berbeda

Persilangan ayam berjengger mawar dengan ayam berjengger kacang menghasilkan keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan bentuk jengger kedua tetuanya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki jengger berbentuk walnut. Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh generasi F2 dengan nisbah fenotipe walnut : mawar : kacang : tunggal = 9 : 3 : 3 : 1.

Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan juga fenotipe walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan oleh fenotipe mawar dan fenotipe kacang.

Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe mawar adalah R, sedangkan gen untuk fenotipe kacang adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk kacang, R-P- untuk walnut, dan rrpp untuk tunggal. Dengan demikian, diagram persilangan untuk pewarisan jengger ayam dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.13.

P : RRpp x rrPP

mawar kacang

F1 : RrPp

walnut

F2 : 9 R-P- walnut

3 R-pp mawar walnut : mawar : kacang : tunggal

3 rrP- kacang = 9 : 3 : 3 : 1

1 rrpp tunggal

Gambar 2.13. Diagram persilangan interaksi gen nonalelik

Teori Peluang

Percobaan-percobaan persilangan secara teori akan menghasilkan keturunan dengan nisbah tertentu. Nisbah teoretis ini pada hakekatnya merupakan peluang diperolehnya suatu hasil, baik berupa fenotipe maupun genotipe. Sebagai contoh, persilangan monohibrid antara sesama individu Aa akan memberikan nisbah fenotipe A- : aa = 3 : 1 dan nisbah genotipe AA : Aa : aa = 1 : 2 : 1 pada generasi F2. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa peluang diperolehnya fenotipe A- dari persilangan tersebut adalah 3/4, sedangkan peluang munculnya fenotipe aa adalah 1/4. Begitu juga, untuk genotipe, peluang munculnya AA, Aa, dan aa masing-masing adalah 1/4, 2/4 (=1/2), dan 1/4.

Peluang munculnya suatu kejadian dapat didefinisikan sebagai nisbah munculnya kejadian tersebut terhadap seluruh kejadian. Nilai peluang berkisar dari 0 (0%) hingga 1 (100%). Kejadian yang tidak pernah muncul sama sekali dikatakan memiliki peluang = 0, sedangkan kejadian yang selalu muncul dikatakan memiliki peluang = 1.

Dua kejadian independen untuk muncul bersama-sama akan memiliki peluang yang besarnya sama dengan hasil kali masing-masing peluang kejadian. Sebagai contoh, kejadian I dan II yang independen masing-masing memiliki peluang = 1/2. Peluang bagi kejadian I dan II untuk muncul bersama-sama = 1/2 x 1/2 = 1/4. Contoh lainnya adalah pada pelemparan dua mata uang logam sekaligus. Jika peluang untuk mendapatkan salah satu sisi mata uang = 1/2, maka peluang untuk mendapatkan sisi mata uang tersebut pada dua mata uang logam yang dilempar sekaligus = 1/2 x 1/2 = 1/4.

Apabila ada dua kejadian, misalnya A dan B yang masing-masing memiliki peluang kemunculan sebesar p dan q, maka sebaran peluang kemunculan kedua kejadian tersebut adalah (p + q)n. Dalam hal ini n menunjukkan banyaknya ulangan yang dilakukan untuk memunculkan kejadian tersebut. Untuk jelasnya bisa dilihat contoh soal berikut ini.

Berapa peluang untuk memperoleh tiga sisi bergambar burung garuda dan dua sisi tulisan pada uang logam Rp 100,00 apabila lima mata uang logam tersebut dilemparkan bersama-sama secara independen ? Jawab : Peluang memperoleh sisi gambar = p = 1/2, sedangkan peluang memperoleh sisi tulisan = q = 1/2. Sebaran peluang memperoleh kedua sisi tersebut = (p + q)5 = p5 + 5 p4q + 10 p3q2 + 10 p2q3 + 5 pq4 + q5. Dengan demikian, peluang memperoleh tiga sisi gambar dan dua sisi tulisan = 10 p3q2 = 10 (1/2)3(1/2)2 = 10/32.

Contoh lain penghitungan peluang misalnya pada sepasang suami-istri yang masing-masing pembawa (karier) sifat albino. Gen penyebab albino adalah gen resesif a. Jika mereka ingin memiliki empat orang anak yang semuanya normal, maka peluang terpenuhinya keinginan tersebut adalah 81/256. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Aa x Aa

suami istri

3 A- (normal)

1 aa (albino)

Peluang munculnya anak normal = 3/4 (misalnya = p)

Peluang munculnya anak albino = 1/4 (misalnya = q)

Karena ingin diperoleh empat anak, maka sebaran peluangnya = (p + q)4

= p4 + 4p3q + 6p2q2 + 4pq3 + q4

Peluang mendapatkan empat anak normal = p4 = (3/4)4 = 81/256

 

 

Uji X2 (Chi-square test)

Pada kenyataannya nisbah teoretis yang merupakan peluang diperolehnya suatu hasil percobaan persilangan tidak selalu terpenuhi. Penyimpangan (deviasi) yang terjadi bukan sekedar modifikasi terhadap nisbah Mendel seperti yang telah diuraikan di atas, melainkan sesuatu yang adakalanya tidak dapat diterangkan secara teori. Agar lebih jelas, berikut ini akan diberikan sebuah contoh.

Suatu persilangan antara sesama individu dihibrid (AaBb) menghasilkan keturunan yang terdiri atas empat macam fenotipe, yaitu A-B-, A-bb, aaB-, dan aabb masing-masing sebanyak 315, 108, 101, dan 32. Untuk menentukan bahwa hasil persilangan ini masih memenuhi nisbah teoretis ( 9 : 3 : 3 : 1 ) atau menyimpang dari nisbah tersebut perlu dilakukan suatu pengujian secara statistika. Uji yang lazim digunakan adalah uji X2 (Chi-square test) atau ada yang menamakannya uji kecocokan (goodness of fit).

Untuk melakukan uji X2 terhadap hasil percobaan seperti pada contoh tersebut di atas, terlebih dahulu dibuat tabel sebagai berikut.

Tabel 2.1. Contoh pengujian hasil persilangan dihibrid

Kelas fenotipe O

(hasil percobaan)

E

(hasil yang diharapkan)

d = [O-E] d2/E
A-B- 315 9/16 x 556 = 312,75 2,25 0,016
A-bb 108 3/16 x 556 = 104,25 3,75 0,135
AaB- 101 3/16 x 556 = 104,25 3,25 0,101
Aabb 32 1/16 x 556 = 34,75 2,75 0,218
Jumlah 556 556

 

X2h = 0,470

Pada tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa hsil percobaan dimasukkan ke dalam kolom O sesuai dengan kelas fenotipenya masing-masing. Untuk memperoleh nilai E (hasil yang diharapkan), dilakukan perhitungan menurut proporsi tiap kelas fenotipe. Selanjutnya nilai d (deviasi) adalah selisih antara O dan E. Pada kolom paling kanan nilai d dikuadratkan dan dibagi dengan nilai E masing-masing, untuk kemudian dijumlahkan hingga menghasilkan nilai X2h atau X2 hitung. Nilai X2h inilah yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai X2 yang terdapat dalam tabel X2 (disebut nilai X2tabel ) yang disingkat menjadi X2t. Apabila X2h lebih kecil daripada X2t dengan peluang tertentu (biasanya digunakan nilai 0,05), maka dikatakan bahwa hasil persilangan yang diuji masih memenuhi nisbah Mendel. Sebaliknya, apabila X2h lebih besar daripada X2t, maka dikatakan bahwa hasil persilangan yang diuji tidak memenuhi nisbah Mendel pada nilai peluang tertentu (biasanya 0,05).

Adapun nilai X2t yang akan digunakan sebagai pembanding bagi nilai X2h dicari dengan cara sebagai berikut. Kita tentukan terlebih dahulu nilai derajad bebas (DB), yang merupakan banyaknya kelas fenotipe dikurangi satu. Jadi, pada contoh di atas nilai DB nya adalah 4 – 1 = 3. Selanjutnya, besarnya nilai DB ini akan menentukan baris yang harus dilihat pada tabel X2. Setelah barisnya ditentukan, untuk mendapatkan nilai X2t pembanding dilihat kolom peluang 0,05. Dengan demikian, nilai X2t pada contoh tersebut adalah 7,815. Oleh karena nilai X2h (0,470) lebih kecil daripada nilai X2t (7,815), maka dikatakan bahwa hasil persilangan tersebut masih memenuhi nisbah Mendel.

Tabel 2.2. Tabel X2

Derajad Bebas Peluang
0,95 0,80 0,50 0,20 0,05 0,01 0,005
1 0,004 0,064 0,455 1,642 3,841 6,635 7,879
2 0,103 0,446 1,386 3,219 5,991 9,210 10,597
3 0,352 1,005 2,366 4,642 7,815 11,345 12,838
4 0,711 1,649 3,357 5,989 9,488 13,277 14,860
5 1,145 2,343 4,351 7,289 11,070 15,086 16,750
6 1,635 3,070 5,348 8,558 12,592 16,812 18,548
7 2,167 3,822 6,346 9,803 14,067 18,475 20,278
8 2,733 4,594 7,344 11,030 15,507 20,090 21,955
9 3,325 5,380 8,343 12,242 16,919 21,666 23,589
10 3,940 6,179 9,342 13,442 18,307 23,209 25,188
15 7,261 10,307 14,339 19,311 24,996 30,578 32,801
20 10,851 14,578 19,337 25,038 31,410 37,566 39,997
25 14,611 18,940 24,337 30,675 37,652 44,314 46,928
30 18,493 23,364 29,336 36,250 43,773 50,892 53,672

Alel Ganda

Di muka telah disinggung bahwa alel merupakan bentuk alternatif suatu gen yang terdapat pada lokus (tempat) tertentu. Individu dengan genotipe AA dikatakan mempunyai alel A, sedang individu aa mempunyai alel a. Demikian pula individu Aa memiliki dua macam alel, yaitu A dan a. Jadi, lokus A dapat ditempati oleh sepasang (dua buah) alel, yaitu AA, Aa atau aa, bergantung kepada genotipe individu yang bersangkutan.

Namun, kenyataan yang sebenarnya lebih umum dijumpai adalah bahwa pada suatu lokus tertentu dimungkinkan munculnya lebih dari hanya dua macam alel, sehingga lokus tersebut dikatakan memiliki sederetan alel. Fenomena semacam ini disebut sebagai alel ganda (multiple alleles).

Meskipun demikian, pada individu diploid, yaitu individu yang tiap kromosomnya terdiri atas sepasang kromosom homolog, betapa pun banyaknya alel yang ada pada suatu lokus, yang muncul hanyalah sepasang (dua buah). Katakanlah pada lokus X terdapat alel X1, X2, X3, X4, X5. Maka, genotipe individu diploid yang mungkin akan muncul antara lain X1X1, X1X2, X1X3, X2X2 dan seterusnya. Secara matematika hubungan antara banyaknya anggota alel ganda dan banyaknya macam genotipe individu diploid dapat diformulasikan sebagai berikut.

Banyaknya macam genotipe = 1/2 n ( n + 1 )

 

 

 

( n + 1 ) !

Banyaknya macam genotipe = ­­

2 ! ( n – 1 ) !

atau

 

n = banyaknya anggota alel ganda

Beberapa Contoh Alel Ganda

Alel ganda pada lalat Drosophila

Lokus w pada Drosophila melanogaster mempunyai sederetan alel dengan perbedaan tingkat aktivitas dalam produksi pigmen mata yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer. Tabel 2.3 memperlihatkan konsentrasi relatif pigmen mata yang dihasilkan oleh berbagai macam genotipe homozigot pada lokus w.

Tabel 2.3. Konsentrasi relatif pigmen mata pada berbagai genotipe

D. melanogaster

Genotipe Konsentrasi relatif pigmen mata terhadap pigmen total Genotipe Konsentrasi relatif pigmen mata terhadap pigmen total
ww 0,0044 wsatwsat 0,1404
wawa 0,0197 wcolwcol 0,1636
wewe 0,0324 w+sw+s 0,6859
wchwch 0,0410 w+cw+c 0,9895
wcowco 0,0798 w+Gw+G 1,2548

 

Alel ganda pada tanaman

Contoh umum alel ganda pada tanaman ialah alel s, yang berperan dalam mempengaruhi sterilitas. Ada dua macam sterilitas yang dapat disebabkan oleh alel s, yaitu sterilitas sendiri (self sterility) dan sterilitas silang (cross sterility). Mekanisme terjadinya sterilitas oleh alel s pada garis besarnya berupa kegagalan pembentukan saluran serbuk sari (pollen tube) akibat adanya semacam reaksi antigen – antibodi antara saluran tersebut dan dinding pistil.

 

s1 s2 s1s2 s2s3

 

 

 

 

s1s2 s1s2 s2s3

 

Gambar 2.14 Diagram sterilitas s

= fertil

= steril

 

Alel ganda pada kelinci

Pada kelinci terdapat alel ganda yang mengatur warna bulu. Alel ganda ini mempunyai empat anggota, yaitu c+, cch, ch, dan c, masing-masing untuk tipe liar, cincila, himalayan, dan albino. Tipe liar, atau sering disebut juga agouti, ditandai oleh pigmentasi penuh; cincila ditandai oleh warna bulu kelabu keperak-perakan; himalayan berwarna putih dengan ujung hitam, terutama pada anggota badan. Urutan dominansi keempat alel tersebut adalah c+ > cch > ch > c dengan sifat dominansi penuh. Sebagai contoh, genotipe heterozigot cchc, akan mempunyai bulu tipe cincila.

 

Golongan darah sistem ABO pada manusia

Pada tahun 1900 K. Landsteiner menemukan lokus ABO pada manusia yang terdiri atas tiga buah alel, yaitu IA, IB, dan I0. Dalam keadaan heterozigot IA dan IB bersifat kodominan, sedang I0 merupakan alel resesif (lihat juga bagian kodominansi pada bab ini). Genotipe dan fenotipe individu pada sistem ABO dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Genotipe dan fenotipe individu pada sistem ABO

Genotipe Fenotipe
IAIA atau IAI0 A
IBIB atau IBI0 B
IAIB AB
I0I0 O

Lokus ABO mengatur tipe glikolipid pada permukaan eritrosit dengan cara memberikan spesifikasi jenis enzim yang mengatalisis pembentukan polisakarida di dalam eritrosit tersebut. Glikolipid yang dihasilkan akan menjadi penentu karakteristika reaksi antigenik tehadap antibodi yang terdapat di dalam serum darah. Antibodi adalah zat penangkal terhadap berbagai zat asing (antigen) yang masuk ke dalam tubuh.

Dalam tubuh seseorang tidak mungkin terjadi reaksi antara antigen dan antibodi yang dimilikinya sendiri. Namun, pada transfusi darah kemungkinan terjadinya reaksi antigen-antibodi yang mengakibatkan terjadinya aglutinasi (penggumpalan) eritrosit tersebut sangat perlu untuk diperhatikan agar dapat dihindari. Tabel 2.5 memperlihatkan kompatibilitas golongan darah sistem ABO pada transfusi darah.

Tabel 2.5. Kompatibilitas golongan darah sistem ABO pada transfusi darah.

Golongan darah Antigen dalam eritrosit Antibodi dalam serum Eritrosit yang digumpalkan Golongan darah donor
A A anti B B dan AB A dan O
B B anti A A dan AB B dan O
AB A dan B A, B, AB, dan O
O anti A dan anti B A, B, dan AB O

Selain tipe ABO, K. Landsteiner, bersama-sama dengan P.Levine, pada tahun 1927 berhasil mengklasifikasi golongan darah manusia dengan sistem MN. Sama halnya dengan sistem ABO, pengelompokan pada sistem MN ini dilakukan berdasarkan atas reaksi antigen – antibodi seperti dapat dilhat pada tabel 2.6. Namun, kontrol gen pada golongan darah sistem MN tidak berupa alel ganda, tetapi dalam hal ini hanya ada sepasang alel, yaitu IM dan IN , yang bersifat kodominan. Dengan demikian, terdapat tiga macam fenotipe yang dimunculkan oleh tiga macam genotipe, masing-masing golongan darah M (IMIM), golongan darah MN (IMIN), dan golongan darah N (ININ).

Tabel 2.6. Golongan darah sistem MN

Genotipe Fenotipe Anti M Anti N
IMIM M +
IMIN MN + +
ININ N +

Sebenarnya masih banyak lagi sistem golongan darah pada manusia. Saat ini telah diketahui lebih dari 30 loki mengatur sistem golongan darah, dalam arti bahwa tiap lokus mempunyai alel yang menentukan jenis antigen yang ada pada permukaan eritrosit. Namun, di antara sekian banyak yang dikenal tersebut, sistem ABO dan MN merupakan dua dari tiga sistem golongan darah pada manusia yang paling penting. Satu sistem lainnya adalah sistem Rh (resus).

Sistem Rh pertama kali ditemukan oleh K. Landsteiner, bersama dengan A.S. Wiener, pada tahun 1940. Mereka menemukan antibodi dari kelinci yang diimunisasi dengan darah seekor kera (Macaca rhesus). Antibodi yang dihasilkan oleh kelinci tersebut ternyata tidak hanya menggumpalkan eritrosit kera donor, tetapi juga eritrosit sebagian besar orang kulit putih di New York. Individu yang memperlihatkan reaksi antigen-antibodi ini disebut Rh positif (Rh+), sedang yang tidak disebut Rh negatif (Rh).

Pada mulanya kontrol genetik sistem Rh diduga sangat sederhana, yaitu R untuk Rh+ dan r untuk Rh. Namun, dari temuan berbagai antibodi yang baru, berkembang hipotesis bahwa faktor Rh dikendalikan oleh alel ganda. Hal ini dikemukakan oleh Wiener. Sementara itu, R.R. Race dan R.A. Fiescher mengajukan hipotesis bahwa kontrol genetik untuk sistem Rh adalah poligen (lihat juga BabXIV).

Menurut hipotesis poligen, ada tiga loki yang mengatur sistem Rh. Oleh karena masing-masing lokus mempunyai sepasang alel, maka ada enam alel yang mengatur sistem Rh, yaitu C, c D, d, E, dan e. Kecuali d, tiap alel ini menentukan adanya antigen tertentu pada eritrosit, yang diberi nama sesuai dengan alel yang mengaturnya. Jadi, ada antigen C, c, D, E, dan e. Dari lokus C dapat diperoleh tiga macam fenotipe, yaitu CC (menghasilkan antigen C), Cc (menghasilkan antigen C dan c), serta cc (menghasilkan antigen c). Begitu juga dari lokus E akan diperoleh tiga macam fenotipe, yaitu EE, Ee, dan ee. Akan tetapi, dari lokus D hanya dimungkinkan adanya dua macam fenotipe, yaitu D- (menghasilkan antigen D) dan dd (tidak menghasilkan antigen D). Fenotipe D- dan dd inilah yang masing-masing menentukan suatu individu akan dikatakan sebagai Rh+ dan Rh. Secara keseluruhan kombinasi alel pada ketiga loki tersebut dapat memberikan 18 macam fenotipe (sembilan Rh+ dan sembilan Rh).

Bertemunya antibodi Rh (anti D) yang dimiliki oleh seorang wanita dengan janin yang sedang dikandungnya dapat mengakibatkan suatu gangguan darah yang serius pada janin tersebut. Hal ini dimungkinkan terjadi karena antibodi Rh (anti D) pada ibu tadi dapat bergerak melintasi plasenta dan menyerang eritrosit janin. Berbeda dengan antibodi anti A atau anti B, yang biasanya sulit untuk menembus halangan plasenta, antibodi Rh mudah melakukannya karena ukuran molekulnya yang relatif kecil.

Penyakit darah karena faktor Rh terjadi apabila seorang wanita Rh (dd) menikah dengan pria Rh+ (DD) sehingga genotipe anaknya adalah Dd. Pada masa kehamilan sering kali terjadi percampuran darah antara ibu dan anaknya, sehingga dalam perkawinan semacam itu ibu yang Rh akan memperoleh imunisasi dari anaknya yang Rh+. Apabila wanita tersebut mengandung janin Dd secara berturut-turut, maka ia akan menghasilkan antibodi anti D. Biasanya tidak akan terjadi efek yang merugikan terhadap anak yang pertama akibat reaksi penolakan tersebut. Akan tetapi, anak yang lahir berikutnya dapat mengalami gejala penyakit yang disebut eritroblastosis fetalis. Pada tingkatan berat penyakit ini dapat mengakibatkan kematian.

Dengan adanya peluang reaksi antigen – antibodi dalam golongan darah manusia, maka dilihat dari kompatibiltas golongan darah antara suami dan istri dapat dibedakan dua macam perkawinan, masing-masing

  1. Perkawinan yang kompatibel, yaitu perkawinan yang tidak memungkinkan berlangsungnya reaksi antigen-antibodi di antara ibu dan anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut.

  2. Perkawinan yang inkompatibel, perkawinan yang memungkinkan berlangsungnya reaksi antigen-antibodi di antara ibu dan anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

10/29/2009 Posted by | Genetika Dasar | 2 Komentar

Buku Ajar 1

BAB I PENDAHULUAN Batasan dan Ruang Lingkup Faham tentang Pewarisan Sifat Sejarah Perkembangan Kontribusi ke Bidang Lain Syarat Materi Percobaan BAB I. PENDAHULUAN Secara etimologi kata ’genetika’ berasal dari kata ’genos’ dalam Bahasa Latin, yang berarti asal mula kejadian. Namun, genetika bukanlah ilmu tentang asal mula kejadian meskipun pada batas-batas tertentu memang ada kaitannya juga dengan hal itu. Genetika ialah ilmu yang mempelajari seluk-beluk alih informasi hayati dari generasi ke generasi. Oleh karena cara berlangsungnya alih informasi hayati tersebut mendasari adanya perbedaan dan persamaan sifat di antara individu organisme, maka dengan singkat dapat pula dikatakan bahwa genetika adalah ilmu tentang pewarisan sifat. Hingga sekarang masih sering dijumpai berbagai pandangan yang kurang tepat mengenai pewarisan sifat. Pandangan atau faham semacam ini tidak hanya diperlihatkan oleh kalangan awam yang relatif kurang mengenal ilmu genetika, tetapi tanpa disadari berkembang juga di tengah masyarakat modern dengan tingkat pendidikan dan wawasan pengetahuan yang cukup memadai. Berikut ini dikemukakan beberapa kesalahfahaman yang berkaitan dengan pewarisan sifat, khususnya pada manusia. 1.Faham bahwa ayah lebih penting daripada ibu Menurut faham ini gambaran dasar sifat seorang anak, terutama sifat fisiknya, hanya ditentukan oleh sosok ayahnya saja. Dalam hal ini ibu hanya berperan mengarahkan perkembangan selanjutnya. Jika anak diibaratkan sebagai buah atau biji mangga, maka ayah adalah pohon mangga dan ibu adalah tanah tempat biji mangga itu akan tumbuh. Masyarakat paternalistik sebenarnya tanpa disadari masih menganut faham yang keliru ini. Padahal, dalam Bab II dan Bab IV jelas dapat dilihat bahwa baik ayah/tetua jantan maupun ibu/tetua betina akan memberikan kontribusi yang sama dalam menentukan sifat-sifat genetik anak/keturunan. Bahkan, untuk sifat-sifat yang diatur oleh faktor sitoplasmik (Bab VIII), tetua betina memberikan kontribusi lebih besar daripada tetua jantan karena sitoplasma ovum jauh lebih banyak daripada sitoplasma spermatozoon. 2.Teori homunkulus (manusia kecil) Segera setelah Anthony van Leeuvenhoek menemukan mikroskop, banyak orang melakukan pengamatan terhadap berbagai objek mikroskopis, termasuk di antaranya spermatozoon. Dengan mikroskop yang masih sangat sederhana akan terlihat bahwa spermatozoon terdiri atas bagian kepala dan ekor. Di dalam bagian kepala itulah diyakini bahwa struktur tubuh seorang anak telah terbentuk dengan sempurna dalam ukuran yang sangat kecil. Ketika spermatozoon membuahi ovum, maka ovum hanya berfungsi untuk membesarkan manusia kecil yang sudah ada itu. Jadi, pada dasarnya teori homunkulus justru memperkuat faham bahwa ayah lebih penting daripada ibu. 3.Faham yang menganggap ibu sebagai penanggung jawab atas jenis kelamin anak Di kalangan masyarakat tertentu, misalnya masyarakat kerajaan, sering muncul pendapat bahwa anak laki-laki lebih dikehendaki kehadirannya daripada anak perempuan karena anak laki-laki dipandang lebih cocok untuk dapat dipercaya sebagai pewaris tahta. Jika setelah sekian lama anak laki-laki tidak kunjung diperoleh juga, maka istri/permaisuri sering dituding sebagai pihak yang menjadi penyebabnya sehingga perlu dicari wanita lain yang diharapkan akan dapat memberikan anak laki-laki. Bab VI akan menjelaskan bahwa manusia mengikuti sistem penentuan jenis kelamin XY. Dalam hal ini justru prialah, sebagai individu heterogametik (XY), yang akan menentukan jenis kelamin anak karena ia dapat menghasilkan dua macam spermatozoon, yakni X dan Y. Sementara itu, wanita sebagai individu homogametik (XX) hanya akan menghasilkan satu macam ovum (X). 4.Faham bahwa mutan adalah kutukan tuhan/dewa Individu yang dilahirkan dengan cacat bawaan hingga kini masih sering dianggap sebagai kutukan tuhan/dewa. Dalam Bab VII diuraikan bahwa perubahan/mutasi jumlah dan struktur kromosom dapat mengakibatkan kelainan fisik dan mental pada individu yang mengalaminya. Sebagai contoh, kelainan yang dinamakan sindrom Down terjadi akibat adanya penambahan sebuah kromosom nomor 21, yang peluangnya akan meningkat pada wanita yang melahirkan di atas usia 45 tahun. 5.Teori abiogenesis Filsuf Yunani terkenal, Aristoteles, memelopori faham yang menganggap bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati. Faham yang dikenal sebagai teori abiogenesis ini ternyata kemudian terbukti tidak benar. Louis Pasteur dengan percobaannya berupa tabung kaca berbentuk leher angsa berhasil membuktikan bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya atau omne vivum ex ovo omne ovum ex vivo. Jadi, lalat berasal dari lalat, kutu berasal dari kutu, manusia berasal dari manusia, dan sebagainya. Dalam hal ini, ada sesuatu yang diabadikan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Itulah informasi hayati atau informasi genetik seperti yang akan menjadi materi bahasan di hampir semua bab, khususnya Bab IX. 6.Faham tentang percampuran sifat Faham ini dipelopori oleh filsuf Yunani lainnya, Hippocrates. Apabila dibandingkan dengan kelima faham yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkat kesalahannya sebenarnya dapat dikatakan paling rendah. Menurut faham ini, sifat seorang anak merupakan hasil percampuran acak antara sifat ayah dan sifat ibunya. Orang sering kali mendeskripsikan sifat bagian-bagian tubuh seorang anak seperti mata, rambut, hidung, dan seterusnya, sebagai warisan dari ayah atau ibunya. Katakanlah, hidungnya mancung seperti ayahnya, rambutnya ikal seperti ibunya, kulitnya kuning seperti ibunya, dan sebagainya. Sepintas nampaknya pandangan semacam ini sah-sah saja. Namun, sekarang kita telah mengetahui dengan pasti bahwa sebenarnya bukanlah sifat-sifat tersebut yang dirakit dalam tubuh anak, melainkan faktor (gen) yang menentukan sifat-sifat itulah yang akan diwariskan oleh kedua orang tua kepada anaknya. 7.Faham tentang pewarisan sifat nongenetik Pada dasarnya hampir semua sifat yang nampak pada individu organisme merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan (nongenetik). Besarnya kontribusi masing-masing faktor ini berbeda-beda untuk setiap sifat, seperti akan dijelaskan di dalam Bab XIV. Beberapa sifat tertentu, yang sebenarnya jauh lebih banyak dipengaruhi oleh faktor nongenetik, kenyataannya justru sering kali dianggap sebagai sifat genetik. Akibatnya, cara menyikapinya pun menjadi kurang tepat. Sebagai contoh, seorang pakar ilmu pengetahuan dengan tingkat kecerdasan intelektual yang sangat tinggi tidak serta-merta akan mewariskan kecerdasannya itu kepada anaknya. Tanpa kerja keras dan usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan sangat sulit bagi anak tersebut untuk dapat menyamai prestasi ayahnya. Sejarah Perkembangan Jauh sebelum genetika dapat dianggap sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan, berbagai kegiatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa disadari telah menerapkan prinsip-prinsip genetika. Sebagai contoh, bangsa Sumeria dan Mesir kuno telah berusaha untuk memperbaiki tanaman gandum, bangsa Cina mengupayakan sifat-sifat unggul pada tanaman padi, bangsa Siria menyeleksi tanaman kurma. Demikian pula, di benua Amerika dilakukan persilangan-persilangan pada gandum dan jagung yang berasal dari rerumputan liar. Sementara itu, pemuliaan hewan pun telah berlangsung lama; hasilnya antara lain berupa berbagai hewan ternak piaraan yang kita kenal sekarang. Sejarah perkembangan genetika sebagai ilmu pengetahuan dimulai menjelang akhir abad ke-19 ketika seorang biarawan Austria bernama Gregor Johann Mendel berhasil melakukan analisis yang cermat dengan interpretasi yang tepat atas hasil-hasil percobaan persilangannya pada tanaman kacang ercis (Pisum sativum). Sebenarnya, Mendel bukanlah orang pertama yang melakukan percobaan-percobaan persilangan. Akan tetapi, berbeda dengan para pendahulunya yang melihat setiap individu dengan keseluruhan sifatnya yang kompleks, Mendel mengamati pola pewarisan sifat demi sifat sehingga menjadi lebih mudah untuk diikuti. Deduksinya mengenai pola pewarisan sifat ini kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan, dan Mendel pun diakui sebagai Bapak Genetika. Penjelasan lebih rinci mengenai percobaan persilangan Mendel akan diberikan pada Bab II. Karya Mendel tentang pola pewarisan sifat tersebut dipublikasikan pada tahun 1866 di Proceedings of the Brunn Society for Natural History. Namun, selama lebih dari 30 tahun tidak pernah ada peneliti lain yang memperhatikannya. Baru pada tahun 1900 tiga orang ahli botani secara terpisah, yakni Hugo de Vries di Belanda, Carl Correns di Jerman, dan Eric von Tschermak-Seysenegg di Austria, melihat bukti kebenaran prinsip-prinsip Mendel pada penelitian mereka masing-masing. Semenjak saat itu hingga lebih kurang pertengahan abad ke-20 berbagai percobaan persilangan atas dasar prinsip-prinsip Mendel sangat mendominasi penelitian di bidang genetika. Hal ini menandai berlangsungnya suatu era yang dinamakan genetika klasik. Selanjutnya, pada awal abad ke-20 ketika biokimia mulai berkembang sebagai cabang ilmu pengetahuan baru, para ahli genetika tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang hakekat materi genetik, khususnya mengenai sifat biokimianya. Pada tahun 1920-an, dan kemudian tahun 1940-an, terungkap bahwa senyawa kimia materi genetik adalah asam deoksiribonukleat (DNA). Dengan ditemukannya model struktur molekul DNA pada tahun 1953 oleh J.D. Watson dan F.H.C. Crick dimulailah era genetika yang baru, yaitu genetika molekuler. Perkembangan penelitian genetika molekuler terjadi demikian pesatnya. Jika ilmu pengetahuan pada umumnya mengalami perkembangan dua kali lipat (doubling time) dalam satu dasawarsa, maka hal itu pada genetika molekuler hanyalah dua tahun! Bahkan, perkembangan yang lebih revolusioner dapat disaksikan semenjak tahun 1970-an, yaitu pada saat dikenalnya teknologi manipulasi molekul DNA atau teknologi DNA rekombinan atau dengan istilah yang lebih populer disebut sebagai rekayasa genetika. Saat ini sudah menjadi berita biasa apabila organisme-organisme seperti domba, babi, dan kera didapatkan melalui teknik rekayasa genetika yang disebut kloning. Sementara itu, pada manusia telah dilakukan pemetaan seluruh genom atau dikenal sebagai projek genom manusia (human genom project), yang diluncurkan pada tahun 1990 dan diharapkan selesai pada tahun 2005. Ternyata pelaksanaan proyek ini berjalan justru lebih cepat dua tahun daripada jadwal yang telah ditentukan. Kontribusi ke Bidang-bidang Lain Sebagai ilmu pengetahuan dasar, genetika dengan konsep-konsep di dalamnya dapat berinteraksi dengan berbagai bidang lain untuk memberikan kontribusi terapannya. 1.Pertanian Di antara kontribusinya pada berbagai bidang, kontribusi genetika di bidang pertanian, khususnya pemuliaan tanaman dan ternak, boleh dikatakan paling tua. Persilangan-persilangan konvensional yang dilanjutkan dengan seleksi untuk merakit bibit unggul, baik tanaman maupun ternak, menjadi jauh lebih efisien berkat bantuan pengetahuan genetika. Demikian pula, teknik-teknik khusus pemuliaan seperti mutasi, kultur jaringan, dan fusi protoplasma kemajuannya banyak dicapai dengan pengetahuan genetika. Dewasa ini beberapa produk pertanian, terutama pangan, yang berasal dari organisme hasil rekayasa genetika atau genetically modified organism (GMO) telah dipasarkan cukup luas meskipun masih sering kali mengundang kontroversi tentang keamanannya. 2.Kesehatan Salah satu contoh klasik kontribusi genetika di bidang kesehatan adalah diagnosis dan perawatan penyakit fenilketonuria (PKU). Penyakit ini merupakan penyakit menurun yang disebabkan oleh mutasi gen pengatur katabolisme fenilalanin sehingga timbunan kelebihan fenilalanin akan dijumpai di dalam aliran darah sebagai derivat-derivat yang meracuni sistem syaraf pusat. Dengan diet fenilalanin yang sangat ketat, bayi tersebut dapat terhindar dari penyakit PKU meskipun gen mutan penyebabnya sendiri sebenarnya tidak diperbaiki. Beberapa penyakit genetik lainnya telah dapat diatasi dampaknya dengan cara seperti itu. Meskipun demikian, hingga sekarang masih banyak penyakit yang menjadi tantangan para peneliti dari kalangan kedokteran dan genetika untuk menanganinya seperti berkembangnya resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik, penyakit-penyakit kanker, dan sindrom hilangnya kekebalan bawaan atau acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). 3.Industri farmasi Teknik rekayasa genetika memungkinkan dilakukannya pemotongan molekul DNA tertentu. Selanjutnya, fragmen-fragmen DNA hasil pemotongan ini disambungkan dengan molekul DNA lain sehingga terbentuk molekul DNA rekombinan. Apabila molekul DNA rekombinan dimasukkan ke dalam suatu sel bakteri yang sangat cepat pertumbuhannya, misalnya Escherichia coli, maka dengan mudah akan diperoleh salinan molekul DNA rekombinan dalam jumlah besar dan waktu yang singkat. Jika molekul DNA rekombinan tersebut membawa gen yang bermanfaat bagi kepentingan manusia, maka berarti gen ini telah diperbanyak dengan cara yang mudah dan cepat. Prinsip kerja semacam ini telah banyak diterapkan di dalam berbagai industri yang memproduksi biomolekul penting seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan. 4.Hukum Sengketa di pengadilan untuk menentukan ayah kandung bagi seorang anak secara klasik sering diatasi melalui pengujian golonan darah. Pada kasus-kasus tertentu cara ini dapat menyelesaikan masalah dengan cukup memuaskan, tetapi tidak jarang hasil yang diperoleh kurang meyakinkan. Belakangan ini dikenal cara yang jauh lebih canggih, yaitu uji DNA. Dengan membandingkan pola restriksi pada molekul DNA anak, ibu, dan orang yang dicurigai sebagai ayah kandung si anak, maka dapat diketahui benar tidaknya kecurigaan tersebut. Dalam kasus-kasus kejahatan seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan bahkan teror pengeboman, teknik rekayasa genetika dapat diterapkan untuk memastikan benar tidaknya tersangka sebagai pelaku. Jika tersangka masih hidup pengujian dilakukan dengan membandingkan DNA tersangka dengan DNA objek yang tertinggal di tempat kejadian, misalnya rambut atau sperma. Cara ini dikenal sebagai sidik jari DNA (DNA finger printing). Akan tetapi, jika tersangka mati dan tubuhnya hancur, maka DNA dari bagian-bagian tubuh tersangka dicocokkan pola restriksinya dengan DNA kedua orang tuanya atau saudara-saudaranya yang masih hidup. 5.Kemasyarakatan dan kemanusiaan Di negara-negara maju, terutama di kota-kota besarnya, dewasa ini dapat dijumpai klinik konsultasi genetik yang antara lain berperan dalam memberikan pelayanan konsultasi perkawinan. Berdasarkan atas data sifat-sifat genetik, khususnya penyakit genetik, pada kedua belah pihak yang akan menikah, dapat dijelaskan berbagai kemungkinan penyakit genetik yang akan diderita oleh anak mereka, dan juga besar kecilnya kemungkinan tersebut. Contoh kontribusi pengetahuan genetika di bidang kemanusiaan antara lain dapat dilihat pada gerakan yang dinamakan eugenika, yaitu gerakan yang berupaya untuk memperbaiki kualitas genetik manusia. Jadi, dengan gerakan ini sifat-sifat positif manusia akan dikembangkan, sedangkan sifat-sifat negatifnya ditekan. Di berbagai negara, terutama di negara-negara berkembang, gerakan eugenika masih sering dianggap tabu. Selain itu, ada tantangan yang cukup besar bagi keberhasilan gerakan ini karena pada kenyataannya orang yang tingkat kecerdasannya tinggi dengan status sosial-ekonomi yang tinggi pula biasanya hanya mempunyai anak sedikit. Sebaliknya, orang dengan tingkat kecerdasan dan status sosial-ekonomi rendah umumnya justru akan beranak banyak. Materi Percobaan Di dalam berbagai penelitian genetika hampir selalu digunakan organisme sebagai materi percobaan. Ada beberapa persyaratan umum agar suatu organisme layak digunakan sebagai materi percobaan genetika, khususnya pada persilangan-persilangan untuk mempelajari pola pewarisan suatu sifat. 1.Keanekaragaman Membedakan warna daun di antara varietas-varietas padi dengan sendirinya akan jauh lebih sulit daripada mengamati warna bunga pada berbagai jenis anggrek. Jadi, sifat-sifat seperti warna daun padi kurang memenuhi syarat untuk dipelajari pola pewarisannya karena keanekaragamannya sangat rendah. 2.Daya gabung Analisis genetik pada suatu spesies akan lebih cepat memberikan hasil apabila spesies tersebut memiliki cara yang efektif dalam menggabungkan sifat kedua tetua (parental) persilangan ke dalam sifat keturunannya. Sebagai contoh, organisme dengan sterilitas sendiri atau sterilitas silang (Bab II) akan sulit menggabungkan sifat kedua tetua kepada keturunannya sehingga organisme semacam ini semestinya tidak digunakan untuk mempelajari pola pewarisan suatu sifat. 3.Persilangan terkontrol Tikus, lalat buah (Drosophila sp), dan jagung sering digunakan sebagai materi percobaan genetika karena ketiga organisme tersebut sangat mudah untuk dikontrol persilangannya. Kita dapat memilih tetua sesuai dengan tujuan percobaan. Begitu pula, pencatatan keturunan mudah untuk dilakukan dalam beberapa generasi. 4.Daur hidup Organisme yang memiliki daur hidup pendek seperti lalat Drosophila, tikus, dan bakteri sangat cocok untuk digunakan sebagai materi percobaan genetika. Drosophila dapat menghasilkan 20 hingga 25 generasi tiap tahun, tikus menjadi dewasa hanya dalam waktu enam minggu, sedangkan bakteri mempunyai daur hidup sekitar 20 menit. 5.Jumlah keturunan Seekor lalat Drosophila betina dapat bertelur ribuan butir semasa hidupnya. Organisme dengan jumlah keturunan yang besar seperti Drosophila itu memenuhi persyaratan sebagai materi percobaan genetika. 6.Kemudahan dalam pengamatan dan pemeliharaan Dua hal di bawah ini kembali memperlihatkan bahwa lalat Drosophila sangat cocok untuk digunakan dalam penelitian genetika. Pertama, dengan kromosom yang ukurannya relatif besar dan jumlahnya hanya empat pasang, Drosophila merupakan organisme yang sangat mudah untuk diamati kromosomnya. Kedua, penanganan kultur Drosophila di laboratorium sangat mudah dikerjakan. Hanya dengan media yang komposisi dan pembuatannya sederhana, lalat buah ini akan tumbuh dan berkembang biak dengan cepat.

10/29/2009 Posted by | Genetika Dasar | Tinggalkan komentar

PENILAIAN KELAS

BAB I
PEDAHULUAN

1.1Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat dan pengetahuan yang diberikan sehingga kita sebagai insan manusia di berinya akal, pikiran serta hati nurani sehingga kita mendapatkan amanah di dunia sebagai khalifahnya dimuka bumi. Tidak lupa rasa terima kasih kepada Dosen pengajar mata kuliah Evaluasi Pendidikan, berserta teman-teman dan pihak lain yang memberikan sembangsih pemikirannya hingga makalah yang saya susun dapat terselesaikan. Selaku penyusun makalah saya memohon maaf apabila dalam penulisan makalah saya banyak terdapat kekurangan karena terbatasnya pengetahuan dan literatur yang saya jadikan rujukan. Sebagai insan manusia wajar kiranya dalam melakukan sebuah kesalahan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Akhir kata kami ucapkan banyak terima kasih. Wassalamualaikum.

1.2Latar Belakang
Penilaian kelas adalah kegiatan rutin dan mutlak yang harus selalu dilakukan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Penilaian yang dilakukan pastinya tidaklah suatu kegiatan yang diperoleh dengan instant dan subyektif. Ini semua demi mencapai keberhasilan kegiatan belajar mengajar dengan hasil akhir yang sesuai diharapkan. Diperlukan berbagai macam metode, jenis penilaian tertentu yang disesuaikan untuk implementasikan kepada siswanya dikelas.

1.3Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas matakuliah evaluasi pendidikan jugauntuk mengetahui seluk beluk mendalam mengenai penilaian kelas yang meliputi fungsi dan manfaat, tujuan, rambu rambu, teknik penilaian yang dapat digunakam, cara pengelolaan nilai, serta manfaat laporan hasil penilaian. Selain bertujuan

1.4Rumusan Masalah
Adapun permasalahan umum yang akan dibahas dalam makalah disini meliputi
1.Apa Pengertian penilaian kelas?
2.Apa saja Manfaat dan Fungsi dari penilaian kelas?
3.Apa sajakah Rambu rambu penilaian kelas?
4.Apa saja Teknik teknik penilaian yang diterapkan?
5.Apa sajakah langkah langkah penilaian?
6.Bagaimana mengelola hasil penilaian kelas?
7.Bagaimana contoh pemanfaatan laporan hasil penilaian kelas?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian serta ciri ciri penilaian kelas
Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka, deskripsi verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan. Penilaian merupakan kegiatan yang mengambil “keputusan” dari hasil proses pengukuran yang teelah dilakukan sebelumnya. Penilaian biasanya bersifat tidak hanya kuantitatif tapi juga lebih cenderung mengarah ke kualitatif (Arikunto, 2008). Pengertian penilaian kelas menurut acuan yang ditetapkan dalam kurikulum KTSP merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik (siswa) yang mengikuti proses pembelajaran tertentu. Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilaksanakan melalui langkah langkah perencanaan, penyusunan, pemilihan dan penggunaan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Rambu rambu penilaian kelas meliputi Prinsip prinsip penilaian kelas, ruang lingkup serta sasaran pengguna model penilaian kelas. (Anonymous 2007) Adapun ciri Penilaian Kelas yakni sebagai berikut:
1. Belajar tuntas, yakni peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar, dan hasil yang baik. “Jika peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa mata pelajaran dan diajarkan sesuai dengan karakteristik mereka, maka sebagian besar dari mereka akan mencapai ketuntasan”. (Anonymous, 2009) Guru harus mempertimbangkan antara waktu yang diperlukan berdasarkan karakteristik peserta didik dan waktu yang tersedia di bawah kontrol guru. Penilaian ini juga dilaksankan Secara terpadu dg KBM, Dalam suasana formal dan informal (John B. Carrol 2009)
2. Otentik, yakni memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu, mencerminkan masalah dunia nyata bukan dunia sekolah menggunakan berbagai cara dan criteria holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap,)
3. Berkesinambungan adalah Memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk Ulangan Harian, Ulangan Tengah Semester, Ulangan Akhir Semester, dan Ulangan Kenaikan Kelas.
4. Berdasarkan acuan kriteria / patokan Prestasi kemampuan peserta didik tidak dibandingkan dengan peserta kelompok, tetapi dengan kemampuan yang dimiliki sebelumnya dan patokan yang ditetapkan
5. Menggunakan berbagai cara & alat penilaian. Seperti mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan serta penilaian yang bervariasi: Tertulis, Lisan, Produk, Portofolio, Unjuk Kerja, Proyek, Pengamatan, dan Penilaian diri. (Anonimous 2009)

2.2 Prinsip Dasar Penilaian Kelas
a)Penilaian dan KBM terpadu
b)Strategi yang digunakan mencerminkan kemampuan anak secara autentik
c)Memanfaatkan berbagai jenis informasi
d)Mempertimbangkan kebutuhan khusus siswa
e)Menggunakan sistem pencatatan yang bervariasi
f)Keputusan tingkat pencapaian hasil belajar berdasarkan berbagai informasi
g)Guru harus berupaya seoptimal mungkin:
h)Memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja siswa
i)Keputusan ttg kemampuan siswa mempertimbangkan hasil kerja (karya) yang dikumpulkan
j)Mengacu pada kompetensi yang tercantum dlm kurikulum
k)Bersifat adil
l)Dapat memberi informasi yg lengkap
m)Bermanfaat bagi siswa
n)Dilakukan dalam suasana yg menyenangkan
o)Diadministrasikan secara tepat dan efisien (Anonimous. 2004)

2.3 Manfaat dan Fungsi dari penilaian kelas
Berbagai macam manfaat kita dapatkan melalui proses penilaian kelas, antara lain :
1.Memberikan umpan balik (feed back) bagi peserta didik. Sebagai refleksi bagi kelebihan dan kekurangannya dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dikelas.
2.Alat monitoring dan diagnosa berbagai kesulitan belajar peserta didik (problem) sehingga dapat dilakukan pemantapan ataupun kegiatan remedial. Remedial dilakukan bila nilai indikator kurang dari nilai kriteria ketuntasan belajar. Pemantapan dilakukan bila tuntas lebih cepat. Perbaikan program & kegiatan bila tidak efektif.
3.Memberikan umpan balik (feed back) bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, dan berbagai sumberbelajar, serta kemampuan guru dalam mengajar. Sehingga dapat berfungsi sebagai masukan, saran, serta refleksi guna merancang kegiatan pembelajaran selanjutnya.
4.Memberikan berbagai informasi mengenai status keevektivitasan kegiatan pendidikan kepada komite sekolah.
5. Memberikan umpan balik (feed back) kepada instansi terkait atau dinas daerah sebagai pemberi kebijakan dalam mempertimbangkan konsep penilaian kelas, serta kegiatan menyangkut kemajuan dibidang pendidikan.

2.4 Ruanglingkup penilaian kelas
Ruanglingkup penilaian kelas ini meliputi konsep dasar penilaian kelas, teknik penilaian, langkah-langkah pelaksanan penilaian. Dimana dalam konsep penilaian akan di jelaskan apa yang dimaksud dengan penilaian, manfaat penilaian, fungsi penilaian dan rambu-rambu penilaian. (Anonymous 2007)

2.5 Sasaran Pengguna Model Penilaian Kelas
Model penilaian kelas ini di peruntukkan baagi pihak-pihak berikut :
1.Para guru di sekolah untuk menyusun program penilaian di kelas masing-masing
2.Pengawas dan kepala sekolah untuk merancang program supervisi pendidikan di sekolah
3.Para penentu kebijakan di daerah untuk membuat kebijakan dalm penilaian kelas yang seharusnya dilakukan di sekolah. (Anonymous 2007)

2.6 Teknik teknik penilaian yang diterapkan
Teknik pengumpulan informasi pada prinsipnya adalah pengumpulan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik, baik yang berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Cara penilaian kemajuan belajar peserta didik berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai. Penilaian kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian kompetensi yang telah ditentukan sebagai acuan. Setidaknya ada tujuh teknik yang dapat digunakan, yaitu penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
a.Penilaian Unjuk Kerja adalah merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu seperti: Praktik di laboratorium, presentasi, diskusi. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat menggunakan alat atau instrument seperti rubrik Cek (Check-list), rubric (Rating Scale)
b. Penilaian Sikap melalui jurnal belajar siswa yang memuat menenai penilaian siswa terhadap aspek tertentu. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif, kognitif, dan konatif. umumnya objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah Sikap terhadap materi pelajaran, guru/pengajar, proses pembelajaran, serta nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Penilaian sikap dapat dilakukan dengan observasi melalui jurnal belajar siswa (buku harian) pertanyaan langsung, laporan pribadi.
c.Penilaian Tertulis Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes Tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan.
d.Proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
e.Penilaian Produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni
f.Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.
g.Penilaian Diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Tujuan utama dari penilaian diri adalah untuk mendukung atau memperbaiki proses dan hasil belajar. (Anonymous 2008)

2.7 Langkah langkah penilaian
Yang harus diperhatikan dalam melaukan penilaian adalah seagai berikut:
1.Indikator yang akan ditetapkan harus sesuai dengan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang ingin dicapai.
2.Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator yang akan dipetakan kemudian.
3.Penetapan Teknik Penilaian. Dalam memilih teknik penilaian mempertimbangkan ciri indikator, contohnya :
a)Apabila tuntutan indikator melakukan sesuatu penampilan kengenai kecakapan kerja, maka teknik penilainya adalah unjuk kerja (performance)
b)Apabila tuntutan indikator berkaitan dengan pemahaman konsep mendalam antar individu siswa, maka teknik penilaiannya adalah tetulis.
c)Apabila tuntutan indikator memuat unsur penyelidikan atau studi case, maka teknik penilaiannya adalah proyek. (Anonymous 2008)

2.8 Contoh pemanfaatan laporan hasil penilaian kelas
Penilaian kelas akan menghasilkan informasi mengenai pencapaian kompetensi peserta didik yang dapat digunakan untuk tindak lanjut serta langkah berikutnya yang akan diambil antara lain: Untuk perbaikan (remedial) bagi peserta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan, pengayaan bagi peserta didik yang mencapai kriteria ketuntasan lebih cepat dari waktu yang disediakan, perbaikan program dan proses pembelajaran, pelaporan, dan penentuan kenaikan kelas.
a.Bagi peserta didik yang memerlukan remedial, remedial diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar. Kegiatan dapat berupa kesempatan untuk belajar sendiri, mengerjakan soal, kemudian dilakukan penilaian dengan cara: menjawab pertanyaan, membuat rangkuman pelajaran, atau mengerjakan tugas mengumpulkan data. Waktu remedial diatur berdasarkan kesepakatan antara peserta didik dengan guru, dapat dilaksanakan pada atau di luar jam efektif. Remedial hanya diberikan untuk indikator yang belum tuntas.
b.Bagi peserta didik yang memerlukan pengayaan. Peserta didik yang berprestasi baik perlu mendapat pengayaan, agar dapat mengembangkan potensi secara optimal. Salah satu kegiatan pengayaan yaitu memberikan materi tambahan, latihan tambahan atau tugas individual yang bertujuan untuk memperkaya kompetensi yang telah dicapainya. Hasil penilaian kegiatan pengayaan dapat menambah nilai peserta didik pada mata pelajaran bersangkutan. Pengayaan dapat dilaksanakan setiap saat baik pada atau di luar jam efektif.
c.Bagi Guru dan Bagi Kepala Sekolah. Guru dapat mengambil keputusan terbaik dan cepat dalam mencapai kompetensi yang telah ditargetkan dalam kurikulum, menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan cara mengubah strategi pembelajaran, ataupun memperbaiki program pembelajarannya. Sedangkan Hasil penilaian dapat digunakan Kepala sekolah untuk menilai kinerja guru dan tingkat keberhasilan siswa. (Anonymous 2008)

2.9 Mengelola hasil penilaian kelas
Contoh Pembobotan nilai Ulangan Harian sama besar dengan Ulangan Tengah Semester dan Ulangan Akhir Semester
Keterampilan Membaca:
Nilai rata-rata Ulangan Harian = 66
Nilai Ulangan Tengah Semester = 55
Nilai Ulangan Akhir Semester = 65
Jadi Nilai pada rapor = 66 + 55 + 65 : 3
= 62

Ketuntasan Belajar
Apabila per indikator jumlah indikator yang tuntas lebih dari 50%: maka pembelajaran siswa dapat dilanjut ke KD berikutnya.
Kriteria: 0% – 100%, Ideal: 75%. Jumlah indikator belum tuntas sama atau lebih dari 50%: mengulang KD yang sama.
Sekolah menetapkan sendiri dengan pertimbangan:
Kemampuan akademis siswa,Kompleksitas indikator, Daya dukung : guru, sarana
Tuntas: dapat dilihat dari perhitungan skor, apabila skor ≥ kriteria ketuntasan
Tuntas jika dilihat dari ketercapaian indikator yakni indikator → KD → SK→ Maple

Contoh Penghitungan Ketuntasan Belajar
KOMPETENSI DASAR
INDIKATOR
KRITERIA KETUNTASAN
NILAI PESERTA DIDIK
KETUNTASAN

1

60%
60
TUNTAS

2
60%
59
TAK TUNTAS

3
55%
75
TUNTAS

Contoh Penghitungan Nilai KD
KOMPETENSI DASAR (KD)
INDIKATOR
KRITERIA KETUNTASAN
BELAJAR
NILAI SISWA
KETUNTASAN
1
1
60%
61
TUNTAS

2
70%
80
TUNTAS

3
60%
90
TUNTAS
2
1
70%
70
TUNTAS

2
65%
68
TUNTAS

3
60%
72
TUNTAS
NILAI KD 1:
= 61+80+90
3
= 77 ATAU 7,7
NILAI KD 2:
MODE : 70
NILAI KD :70

2.10 Pelaporan Hasil Penilaian Kelas
Laporan kemajuan hasil belajar peserta didik dibuat sebagai pertanggungjawaban lembaga sekolah kepada orangtua/wali peserta didik, komite sekolah, masyarakat, dan instansi terkait lainnya. Laporan tersebut Memberikan informasi yang jelas, komprehensif, dan akurat dan merupakan sarana komunikasi dan kerja sama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat yang bermanfaat baik bagi kemajuan belajar peserta didik maupun pengembangan sekolah. Laporan kemajuan belajar peserta didik dapat disajikan dalam data kuantitatif maupun kualitatif. Rapor merupakan dokumen yang menjadi penghubung komunikasi baik antara sekolah dengan orangtua peserta didik maupun dengan pihak lain yang ingin mengetahui tentang hasil belajar anak pada kurun waktu tertentu. Karena itu, rapor harus komunikatif, informatif, dan komprehensif (menyeluruh) memberikan gambaran tentang hasil belajar peserta didik. Informasi tentang hasil belajar dalam rapor diperoleh dari Rekap nilai yang dirangkum guru selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam penentuan Kenaikan Kelas Automatic promotion apabila semua indikator, kompetensi dasar (KD), dan standar kompetensi (SK) suatu mata pelajaran telah terpenuhi ketuntasannya, maka peserta didik dianggap layak naik ke kelas berikutnya. Peserta didik dinyakan tidak naik kelas apabila:
1.memperoleh nilai kurang dari kategori baik pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
2.Jika peserta didik tidak menuntaskan 50 % atau lebih KD dan SK lebih dari 3 mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran sampai pada batas akhir tahun ajaran
3.Jika karena alasan yang kuat, misal karena gangguan kesehatan fisik, emosi atau mental sehingga tidak mungkin berhasil dibantu mencapai kompetensi yang ditargetkan.
Untuk memudahkan administrasi, peserta didik yang tidak naik kelas diharapkan mengulang semua mata pelajaran beserta SK, KD, dan indikatornya dan sekolah mempertimbangkan mata pelajaran, SK, KD, dan indikator yang telah tuntas pada tahun ajaran sebelumnya.

BAB III
KESIMPULAN

Penilaian kelas merupakan suatu kegiatan guru (yang dilakukan melalui suatu langkah-langkah) yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran tertentu. Untuk itu, diperlukan data sebagai informasi yang diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan, yang dikumpulkan melalui prosedur, teknik dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai. Keputusan tersebut berhubungan dengan sudah atau belum berhasilnya peserta didik dalam mencapai suatu kompetensi.

BAB IV
PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat saya buat dan sajikan dengan penuh keterbatasan. Semoga dapat berguna bagi pembelajaran dan pengetahuan. Apabila terdapat kesalahan penulisan dan pengertian, kami harap dapat dimaklumkan karena kekurangan, keterbatasan dan kesalahan memang hanya terdapat pada diri manusia, dan kesempurnaan hanya milik Allah Swt. Saya ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang mendukung penulisan makalah. Akhirul kalam,Wabillahhi taufiq wak hidayah , Wassalamualaikum Wr. Wb.

KEPUSTAKAAN

Arikunto suharsimi, 2008. Dasar dasar evaluasi pendidikan. Bumi aksara. Jakarta
John B. Carrol, 2009. Evaluasi belajar. Bumi aksara. Jakarta
Joni raka, 1984. Pengukuran dan penilaian dalam pendidikan. Karya anda. Surabaya
Anonymous, 2004. Www. Puskur.net. diakses tanggal 05 oktober 2009
Anonymous 2007. Www. Depdiknas. Co.id/ pedoman penilaian KBK . diakses tanggal 05 oktober 2009
Anonymous 2008. Www. Depdiknas. Co.id/ pedoman penilaian KTSP . diakses tanggal 05 oktober 2009

10/29/2009 Posted by | Uncategorized | 2 Komentar

Hukum Kloning

BAB I

PENDAHULUAN

Mampukah fikih menjawab tantangan kemajuan rekayasa genetika? Pesatnya perkembangan teknologi rekayasa genetika haruslah terkejar oleh produk-produk fikih yang ada selama ini. Seperti halnya masalah fikih-fikih terdahulu sebagaimana diberikan oleh para ulama seperti soal bayi tabung dan imsemnasi buatan, maka masalah rekayasa genetika, sampai pada soal revitalisasi DNA, pembiakan sel lewat transplantasi, bahkan menyelewengkan “penciptaan ” lewat pencangkokan jaringan sel yang pada saat ini mulai banyak berkembang haruslah dicari solusinya.

Informasi terbaru, seperti dilaporkan majalah ilmiah bebahasa Inggris, Scientific American, dalam rubric “medicine”nya, adalah sukses besar praktik pengobatan lewat terapi gen (Gene Theraphy). Yaitu, sebuah pengobatan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit genetis. Modus operandi terapi ini adalah dengan cara mencangkokkan gen-gen baru yang lebih sehat dengan mengganti gen-gen rusak yang membawa kelainan dalam tubuh.1

Bukan Cuma itu, terapi gen juga akan dipakai untuk mengobati kelainan fisik dan perilaku. Hidung pesek, misalnya diubah menjadi mancung. Caranya mudah, cukup dengan mengganti gen-gen yang membawa unsur pesek dengan yang mancung.

Lalu bagaimana fikih mengantisipasi masalah ini? Bagaimanapun, tampaknya masih diperlukan penelaahan lebih lanjut tentang masalah ini, yaitu bagaimana hokum islam tentang zat genetic (Kloning) itu?.

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian Kloning

Kloning menurut bahasa adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu clone atau klon yang berarti kumpulan sel turunan dari sel induk tunggal dengan reproduksi aseksual.2 Sedangkan menurut istilah Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetic yang sama dengan sel induknya tanpa diawali proses pembuahan sel telur atau sperma tapi diambil dari inti sebuah sel pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia.3

  1. Macam-macam Kloning

Dalam hal ini Kloning terdiri dari beberapa macam, antara lain:

    1. Kloning pada tumbuhan

Kloning pada tumbuhan yaitu mencangkok atau menstek tanaman untuk mendapatkan tanaman yang memiliki sifat persis sama dengan induknya.4

    1. Kloning pada hewan

Kloning pada hewan pertama kali dicoba pada tahun 1950-an pada hewan katak, tikus, kera dan bison juga pada domba, dan dalam kelanjutannya proses yang berhasil hanyalah percobaan Kloning pada domba. Awal mula proses pengkloningan domba adalah dengan mengambil inti sel dari tubuh domba, yaitu dari payudara atau ambingnya lalu sifat khusus yang berhubungan dengan fungsi ambing ini dihilangkan, kemudian inti sel tersebut dimasukkan kedalam lapisan sel telur domba, setelah inti selnya dibuang kemudian ditanamkan kedalan rahim domba agar memperbanyak diri, berkembang berubah menjadi janin dan akhirnya di hasilkan bayi domba. Pada akhirnya domba ini mempunyai kode genetic yang sama dengan domba pertama yang menjadi sumber pengambilan sel ambing.5

    1. Kloning pada embrio

Kloning embrio tejadi pada sel embrio yang berasal dari rahim istri yang terbentuk dari pertemuan antara sel sperma suaminya dengan sel telurnya lalu sel embrio itu dibagi dengan satu teknik perbanyakan menjadi beberapa sel embrio yang berpotensi untuk membelah dan berkembang. Kemud­ian sel-sel embrio itu dipisahkan agar masing-masing menjadi embrio tersendiri yang persis sama dengan sel embrio pertama yang menjadi sumber pengambilan sel. Selanjutnya sel-sel embrio itu dapat ditanamkan dalam rahim perempuan asing (bukan isteri), atau dalam rahim isteri kedua dari suami bagi isteri pertama pemilik sel telur yang telah dibuahi tadi. Yang selanjutnya akan menghasilkan lebih dari satu sel embrio yang sama dengan embrio yang sudah ada. Lalu akan terlahir anak kembar yang terjadi melalui proses Kloning embrio ini dengan kode genetik yang sama dengan embrio pertama yang menjadi sumber Kloning.

    1. Kloning pada manusia

Kloning pada manusia terdapat dua cara. Petama, Kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki dan perempuan dalam prosesnya. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh laki-laki, lalu inti selnya diambil dan kemudian digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini –setelah bergabung dengan inti sel tubuh laki-laki– lalu ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan agar dapat memeperbanyak diri, berkembang, berubah menjadi janin, dan akhirnya dila­hirkan sebagai bayi. Bayi ini merupakan keturunan dengan kode genetik yang sama dengan laki-laki yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh.

Kedua, Kloning manusia dapat pula berlangsung di antara perem­puan saja tanpa memerlukan kehadiran laki-laki. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh seorang perem­puan, kemudian inti selnya diambil dan digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini –setelah bergabung dengan inti sel tubuh perem­puan– lalu ditransfer ke dalam rahim perempuan agar memper­banyak diri, berkembang, berubah menjadi janin, dan akhirnya dilahirkan sebagai bayi. Bayi yang dilahirkan merupakan keturunan dengan kode genetik yang sama dengan perempuan yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh. Hal tersebut mirip dengan apa yang telah berhasil dilakukan pada hewan domba.

Adapun pewarisan sifat yang terjadi dalam proses Kloning, sifat-sifat yang diturunkan hanya berasal dari orang yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh, baik laki-laki maupun perempuan. Dan anak yang dihasilkan akan memiliki ciri yang sama dengan induknya dalam hal penampilan fisiknya –seperti tinggi dan lebar badan serta warna kulit– dan juga dalam hal potensi-potensi akal dan kejiwaan yang bersi­fat asli. Dengan kata lain, anak tersebut akan mewarisi seluruh ciri-ciri yang bersifat asli dari induknya. Sedang­kan ciri-ciri yang diperoleh melalui hasil usaha, tidaklah dapat diwariskan. Jika misalnya sel diambil dari seorang ulama yang faqih, atau mujtahid besar, atau dokter yang ahli, maka tidak berarti si anak akan mewarisi ciri-ciri tersebut, sebab ciri-ciri ini merupakan hasil usaha, bukan sifat asli.

  1. Manfaat dan Kerugian Kloning

Adapun manfaat dari Kloning diantaranya adalah:

    1. Kloning pada tanaman dan hewan adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, mening­katkan produktivitasnya.
    2. Mencari obat alami bagi banyak penyakit manusia-terutama penyakit-penyakit kronis-guna menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan manusia.6
    3. Untuk memperoleh hormone pertumbuhan, insulin, interferon, vaksin, terapi gen dan diagnosis penyakit genetic.7

Selain terdapai bnayak manfaat Kloning juga menimbulkan kerugian, antara lain:

  1. Kloning pada manusia akan menghilangkan nasab.
  2. Kloning pada perempuan saja tidak akan mempunyai ayah.
  3. Menyulitkan pelaksanaan hokum-hukum syara’. Seperti, hokum pernikahan, nasab, nafkah, waris, hubungan kemahraman, hubun­gan ‘ashabah, dan lain-lain.8
  1. Hukum Kloning

Menurut syara’ hokum Kloning pada tumbuhan dan hewan tidak apa-apa untuk dilakukan dan termasuk aktivitas yang mubah hukumnya. Dari hal itu memanfaatkan tanaman dan hewan dalam proses Kloning guna mencari obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit manusia –terutama yang kronis– adalah kegiatan yang dibolehkan Islam, bahkan hukumnya sunnah (mandub), sebab berobat hukumnya sunnah. Begitu pula mempro­duksi berbagai obat-obatan untuk kepentingan pengobatan hukumnya juga sunnah. Imam Ahmad telah meriwayatkan hadits dari Anas RA yang telah berkata, bahwa Rasulullah SAW berka­ta:

Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia menciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian !”

Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Usamah bin Syuraik RA, yang berkata:

Aku pernah bersama Nabi, lalu datanglah orang-orang Arab Badui. Mereka berkata,’Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat ?”

Maka Nabi SAW menjawab :

Ya. Hai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian, sebab sesung­guhnya Allah Azza wa Jalla tidaklah menciptakan penyakit kecuali menciptakan pula obat baginya…”

Oleh karena itu, dibolehkan memanfaatkan proses Kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan mempertinggi produk­tivitasnya atau untuk memperbaiki kualitas hewan seperti sapi, domba, onta, kuda, dan sebagainya. Juga dibolehkan memanfaatkan proses Kloning untuk  mempertinggi produktivi­tas hewan-hewan tersebut dan mengembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia, terutama penyakit-penyakit yang kronis. Demikianlah hukum syara’ untuk Kloning manusia, tanaman dan hewan.9

Kloning pada manusia haram menurut hukum Islam dan tidak boleh dilakukan. Dalil-dalil keharamannya adalah sebagai berikut :

  1. Anak-anak produk proses Kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak dan keturunan. Allah SWT berfirman :

وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْاُنْثَى مِنْ نُطْفَطٍ إِذَا تُمْنَى

dan Bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani apabila dipancarkan.” (QS. An Najm : 45-46)

Allah SWT berfirman :

Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya.” (QS. Al Qiyaamah : 37-38)

  1. Anak-anak produk Kloning dari perempuan saja (tanpa adanya laki-laki), tidak akan mempunyai ayah. Dan anak produk Kloning tersebut jika dihasilkan dari proses peminda­han sel telur-yang telah digabungkan dengan inti sel tubuh-ke dalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel telur, tidak pula akan mempunyai ibu. Sebab rahim perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung, tidak lebih. Ini merupakan tindakan menyia-nyiakan manusia, sebab dalam kondisi ini tidak terda­pat ibu dan ayah. Hal ini bertentangan dengan firman Allah SWT :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَاُنْثَى

Hai manusia, sesunguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.” (QS. Al Hujuraat : 13)

  1. Kloning manusia akan menghilang nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Diriway­atkan dari Ibnu ‘Abbas RA, yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :

Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah)

Berdasarkan dalil-dalil itulah proses Kloning manusia diharamkan menurut hukum Islam dan tidak boleh dilaksanakan.10

  1. Hukum Kloning menurut MUI

Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tangga123-27 Rabi’ul Akhir 1421 H. / 25-29 Juli 2000 M. dan membahas tentang Kloning, setelah

Menimbang,

  1. bahwa salah satu hasil kemajuan yang dicapai oleh iptek adalah Kloning, yaitu “suatu proses penggandaan makhluk hidup dengan cara nucleus transfer dari sel janin yang sudah beerdiferensiasi dari sel dewasa”, atau “penggandaan makhluk hidup menjadi lebih banyak, baik dengan memindahkan inti sel tubuh ke dalam indung telur pada tahap sebelum terjadi pemisahan sel-sel bagian-bagian tubuh”
  2. bahwa masyarakat senantiasa mengharapkan penjelasan hukum Islam tentang Kloning, baik Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan, hewan, dan terutama Kloning terhadap manusia;
  3. bahwa oleh karena itu, MUI dipandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang hukum Kloning untuk dijadikan pedoman.

Memperhatikan:

  1. Kloning tidak sama dengan, dan sedikit pun tidak berarti, penciptaan, melainkan hanya sekedar penggandaan.
  2. Secara umum, Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan akan membawa kemanfaatan dan kemaslahatan kepada umat manusia.
  3. Kloning terhadap manusia dapat membawa manfaat, antara lain : rekayasa genetik lebih efisien dan manusia tidak perlu khawatir akan kekurangan organ tubuh pengganti (jika memerlukan) yang biasa diperoleh melalui donor, dengan Kloning ia tidak akan lagi merasa kekurangan ginjal, hati, jantung, darah, dan sebagainya, karena ia bisa mendapatkannya dari manusia hasil teknologi Kloning.
  4. Kloning terhadap manusia juga dapat menimbulkan mafsadat (dampak negatif yang tidak sedikit; antara lain :
  1. menghilangkan nasab anak hasil Kloning yang berakibat hilangnya banyak hak anak dan terabaikan-nya sejumlah hukum yang timbul dari nasab;
  2. institusi perkawinan yang telah disyari’atkan sebagai media berketurunan secara sah menjadi tidak diperlukan lagi, karena proses reproduksi dapat dilakukan tanpa melakukan hubungan seksual;

  3. lembaga keluarga (yang dibangun melalui perkawinan) akan menjadi hancur, dan pada gilirannya akan terjadi pula kehancuran moral (akhlak), budaya, hukum, dan syari’ah Islam lainnya;

  4. tidak akan ada lagi rasa saling mencintai dan saling memerlukan antara laki-laki dan perempuan;
  5. hilangnya maqashid syari’ah dari perkawinan, balk maqashid awwaliyah (utama) maupun maqashid tabi’ah (sekunder).

  1. Pendapat dan saran peserta sidang.

Mengingat

  1. Firman Allah S WT : “Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dariNva. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir” (QS. al-Jatsiyah [45].- 13).

  2. Firman Allah SWT : “Dan Kami telah memuliakan anak-anakAdam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari Yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas rraakhluk vang telah Kami ciptakan ” (QS. al-Isra'[I7]: 70).
    8. Firman Allah SWT : “..f apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nva sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka. Katakanlah, ‘Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa (QS. al-Ra’d [13]: 16)

  3. firman Allah SWT : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakar manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudiar Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan ; dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air man: itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpa. darah itu Kami jadikan segumpal daging, dar. segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulan, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan dagiri 27 Kemudian Kami jadikan dia makhluk (berbentuk) lain. Maha sucilah Allah, Pencipta Paling baik” (QS. al-Mu’minun (23]: 12-14).

  4. Kaidah Fiqhiyah : “Menghindarkan kerusakan (hal-hal yang negatif) diutamakan dari pada mendatangkan kemaslahatan”
    MEMUTUSKAN
    Menetapkan
  1. Fatwa musyawarah nasional n-i majelis ulama indonesia tentang Kloning.
  2. Kloning terhadap manusia dengan cara bagaimanapuyang berakibat pada pelipatgandaan manusia hukumnya adalah haram.
  3. Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan hukumnya boleh (mubah) sepanjang dilakukan demi kemaslahatan dan/atau untuk menghindarkakemudaratan (hal-hal negatif).
  4. Mewajibkan kepada semua pihak terkait untuk tidak melakukan atau mengizinkan eksperimen ata-_ praktek Kloning terhadap manusia.
  5. Mewajibkan kepada semua pihak, terutama para ulama, untuk senantiasa mengikuti perkembangan teknologi Kloning, meneliti peristilahan dan permasalahatannya, serta menyelenggarakan kajiarkaj ian ilmiah untuk menj elaskan hukumnya.
  6. Mewajibkan kepada semua pihak, terutama ulama dan umara, untuk mendorong pembentukan (pendirian) dan mendukung institusi-institusi ilmiah yang menyelenggarakan penelitian di bidang biologi dan teknik rekayasa genetika pada selain bidang Kloning manusia yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
  7. Mewajibkan kepada semua pihak, terutama ulama dan umara, untuk segera merumuskan kriteria dan kode etik penelitian dan eksperimen bidang biologi untuk dijadikan pedoman bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

  8. Keputusan fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap muslim yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.11

KESIMPULAN

Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetic yang sama dengan sel induknya tanpa diawali proses pembuahan sel telur atau sperma tapi diambil dari inti sebuah sel pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia.

Kloning terdiri dari beberapa macam, antara lain: Kloning pada tumbuhan, Kloning pada hewan, Kloning pada embrio,dan Kloning pada manusia.

Adapun mengenai hukum Kloning dari kajian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum Kloning dibagi menjadi dua, yang pertama yaitu Kloning yang di perbolehkan, dan Kloning yang tidak diperbolehkan.

Sedangkan Mengenai Kloning yang diperbolehkan adalah Kloning yang meninmbulkan kemaslahatan bagi manusia antara lain yaitu Kloning pada tanaman dan hewan adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, mening­katkan produktivitasnya, mencari obat alami bagi banyak penyakit manusia-terutama penyakit-penyakit kronis.

Sedangkan Kloning yang tidak diperbolehkan adalah Kloning terhadap manusia yang dapat menimbulkan mafsadat (dampak negatif yang tidak sedikit; antara lain : menghilangkan nasab, menyulitkan pelaksanaan hokum-hukum syara’.

DAFTAR PUSTAKA

Alkaf, Halid Kloning dan Bayi Tabung Masalah dan Implikasinya, PB UIN: Jakarta. 2003

Asy-Syaukani, Lutfi, Poltik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fiqih Kontemporer, Pustaka Hidayah: Bandung.1998

Mahfudh, Dr. Sahal, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, LTN NU dan Diantama: Surabaya. 2004

Ma’ruf, Farid Hukum Kloning, http:// konsultasi. WordPress.com. 2007

Zallum, Abdul Qadim terjemah Sigit Purnawan Jati, S.Si.,Hukmu Asy Syar’i fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al Ijhadl, Athfaalul Anabib, Ajhizatul In’asy Ath Thibbiyah, Al Hayah wal Maut ( Darul Ummah: Beirut, Libanon, Cetakan. 1997)

Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tangga123-27 Rabi’ul Akhir 1421 H. / 25-29 Juli 2000

 

1 Lutfi Asy-Syaukani, Poltik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fiqih Kontemporer (Pustaka Hidayah: Bandung.1998) hal.141

2 Halid Alkaf, Kloning dan Bayi Tabung Masalah dan Implikasinya (PB UIN: Jakarta. 2003) hal.4

3 Dr. Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam (LTN NU dan Diantama: Surabaya. 2004) hal.544

4 Halid Alkaf, Kloning dan Bayi Tabung Masalah dan Implikasinya …….hal.4

5 Farid Ma’ruf, Hukum Kloning (http:// konsultasi. WordPress.com. 2007)

6 Farid Ma’ruf, Hukum Kloning (http:// konsultasi. WordPress.com. 2007)

7 Dr. Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam…….. hal.544

8 Farid Ma’ruf, Hukum Kloning (http:// konsultasi. WordPress.com. 2007)

9 Farid Ma’ruf, Hukum Kloning (http:// konsultasi. WordPress.com. 2007)

10 Abdul Qadim Zallum terjemah Sigit Purnawan Jati, S.Si.,Hukmu Asy Syar’i fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al Ijhadl, Athfaalul Anabib, Ajhizatul In’asy Ath Thibbiyah, Al Hayah wal Maut ( Darul Ummah: Beirut, Libanon, Cetakan. 1997) hal. 48

11Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tangga123-27 Rabi’ul Akhir 1421 H. / 25-29 Juli 2000

10/29/2009 Posted by | Genetika Dasar | 4 Komentar

Kultur Jaringan

 

 

 

Kata Pengantar.

 

Berbagai macam usaha yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya untuk melakukan tindakan pelestarian tanaman di Indonesia ini mulai dilakukan secara giat kembali. Di antara tindakan-tindakan tersebut adalah tindakan yang berkaitan dengan konsep-konsep yang berlaku dalam mata pelajaran biologi yang kini dipelajari oleh hampir seluruh siswa yang menuntut ilmu di sekolah. Salah satu tindakan yang dilakukan adalah kegiatan kultur jaringan yang menerapkan prinsip totipotensi pada biologi. Maka pada makalah ini kami akan membahas lebih dalam mengenai kultur jaringan dan totipotensi.

PENDAHULUAN.

 

Latar Belakang.

Makin sedikitnya jumlah tanaman di bumi ini yang hidup, membuat berbagai macam gejala alam yang merugikan umat manusa. Hal itu tidak lain disebabkan oleh perilaku manusia yang tidak mau menjaga lingkungan hidupnya. Maka kami memilih tema kultur jaringan pada makalah ini.

Tujuan.

Makalah ini dibuat untuk mengetahui gambaran yang lebih jelas mengenai masalah kultur jaringan dari mulai pengertiannya hingga contohnya. Selain itu makalah ini dibuat untuk memenuhi tagihan dalam mata pelajaran biologi untuk kelas XI.

Metode.

Sumber-sumber pada makalah ini didapat melalui beberapa referensi terpercaya yang bersumber pada beberapa situs dan blog di internet yang telah diolah terlebih dahulu hingga sedemikian rupa.

 

PEMBAHASAN.

 

Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.

Teori Dasar Kultur Jaringan

a. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel berasal dari satu sel).

b. Teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap.

Aplikasi Teknik Kultur Jaringan dalam Bidang Agronomi

a. Perbanyakan vegetatif secara cepat (Micropropagation).
b. Membersihkan bahan tanaman/bibit dari virus
c. Membantu program pemuliaan tanaman (Kultur Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro, Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas, Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll).
d. Produksi metabolit sekunder.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi

1. Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro : pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll

2. Eksplan ,adalah bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.

3. Media Tumbuh, Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.

Tabel 1. Komposisi media Murashige dan Skoog (MS)
Bahan Kimia Konsentrasi Media (mg/l)

1. NH4NO3 1650
2. KNO3 1900
3. CaCL2.2H20 440
4. MgSO4.7H20 370
5. KH2PO4 170
6. FeSO4.7H20 27
7. NaEDTA 37,3
8. MnSO4.4H20 22,3
9. ZnSO4.7H2O 8,6
10. H3BO3 6,2
11. KI 0,83
12. Na2MoO4.2H20 0,25
13. CuSO4.5H20 0,025
14. CoCl2.6H20 0,025
15. Myoinositol 100
16. Niasin 0,5
17. Piridoksin-HCL 0,5
18. Tiamin -HCL 0,1
19. Glisin 2
20. Sukrosa 30.000

4. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman

Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering digunakan adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.

5. Lingkungan Tumbuh

Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.

Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
1)    Pembuatan media
2)    Inisiasi
3)    Sterilisasi
4)    Multiplikasi
5)    Pengakaran
6)    Aklimatisasi

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.  Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.  Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.  Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.

Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan.  Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.

Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan.  Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.

Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik.  Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).

Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.

Keunggulan inilah yang menarik bagi produsen bibit untuk mulai mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini sudah terdapat beberapa tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dll.

Bibit hasil kultur jaringan yang ditanam di beberapa areal menunjukkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil kultur jaringan yang sering disebut dengan jati emas dapat dipanen dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tanaman jati yang berasal dari benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji di Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh hasil yang lebih cepat. Selain itu, dengan adanya pertumbuhan tanaman yang lebih cepat maka lahan-lahan yang kosong dapat c

KEUNTUNGAN PEMANFAATAN

KULTUR JARINGAN

¨ Pengadaan bibit tidak tergantung musim

¨ Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak

dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari

satu mata tunas yang sudah respon dalam 1

tahun dapat dihasilkan minimal 10.000

planlet/bibit)

¨ Bibit yang dihasilkan seragam

¨ Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (meng

gunakan organ tertentu)

¨ Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah

dan mudah

¨ Dalam proses pembibitan bebas dari gang

guan hama, penyakit, dan deraan lingkungan

lainnya

KULTUR jaringan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh
menjadi tanaman utuh (sempurna) dikondisi invitro (didalam gelas).
Keuntungan dari kultur jaringan lebih hemat tempat, hemat waktu, dan
tanaman yang diperbanyak dengan kultur jaringan mempunyai sifat sama
atau seragam dengan induknya. Contoh tanaman yang sudah lazim
diperbanyak secara kultur jaringan adalah tanaman anggrek.

Contoh pada tanaman anggrek :

(a). Pilih tanaman induk yang sehat, bertunas, benar/jelas spesiesnya dan muda jaringannya.

(b). Potong tunas 7 � 10 cm, cuci/rendam dalam larutan Clorox 10% selama 10 menit.

(c). Kupas selundang daun yang menutupi mata tunas, rendam dalam larutan clorox 5% selama 5 menit dan clorox 1% selama 1 menit. Potong mata tunas sesuai bentuknya, cuci dengan aquades steril sampai bersih. Masukan ke botol/tabung erlenmeyer, olesi unung botol dengan betadine kemudian bungkus dengan alumunium foil, tutup rapat dengan plastik.

(d). Tumbuhkan jaringan mata tunas dalam botol/tabung erlenmeyer yang berisi media cair ditambah hormon (modifikasi Vacin dan Whent cair).

(e). Letakan botol berisi potongan jaringan diatas shaker, goncang terus menerus dengan kecepatan 100-120 RPM dan beri penerangan cahaya lampu, suhu ruang 18-20˚C. Lakukan penggantian media cair secara rutin setiap 2 minggu sekali.

(f). 3-4 bulan kemudian akan keluar PLB (Protocorm Like Bodies).

(g). Setelah 7-10 bulan protocorm siap dipindahkan ke media padat, yaitu media protocorm.

(h). Pemindahan protocorm ke media padat (media sapih) bertujuan untuk memperbanyak protocorm.

(i). Setelah benih banyak (2-3 bulan) dapat dipindahkan ke media sapih I.

(j), dari media sapih I dipisahkan lagi sesuai dengan besar benihnya kemudian dipindahkan ke media sapih II.

(k). Benih siap dipindahkan ke kompot.

Totipotensi

Totipotensi dalam biologi sel menunjukkan kemampuan suatu sel untuk dapat memperbanyak diri dalam keseluruhan (total) kemungkinan perkembangan yang dimungkinkan. Kata sifat totipoten lebih banyak dipakai. Sel punca, termasuk zigot, memiliki kemampuan ini. Pada tumbuhan, sel meristem yang berada pada titik tumbuh juga memiliki kemampuan ini.

Kemampuan totipotensi dapat diubah dengan mengganti lingkungan hidup/tumbuh sel. Modifikasi osmotik, nutrisi, hormon, atau sumber energi yang dipaparkan pada sel dapat mengubah sifat ini menjadi pluripoten (“banyak potensi”), multipoten (“berbagai potensi”), atau unipoten (“tunggal potensi”). Sel yang pluripoten memiliki kemampuan berubah yang masih banyak, multipoten hanya beberapa, dan unipoten adalah bentuk sel yang telah terspesifikasi.

sifat totipotensi merupakan potensi pada setiap sel penyusun jaringan dewasa untuk mngadakan pmbelahan & membentuk individu baru. Jadi pd intinya,setiap sel pd jaringan dewasa dpt dbentuk menjadi suatu individu baru. Sedangkan teknik kultur jaringan sendiri merupakan salah satu cara dlm hal rekayasa genetika yg diilhami dr sifat totipotensi tsb.

Daftar Pustaka.

http://distan.jakarta.go.id/today/artikelview.html?topic=pengetahuan&size_num=3309311075&page=teknologi__perbanyakan_benih_tanaman_anggrek_melalui_kultur_jaringan.html.

www.tamanmundu.com/budidaya…/40-kulturjaringan.html.

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081029045234AAwuqCD.

Daftar Isi

COVER

10/29/2009 Posted by | Genetika Dasar | 1 Komentar