BIOLOGI ONLINE

blog pendidikan biologi

LAPORAN PEMAGANGAN PT INGGU LAUT ABADI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Tanaman hias merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai prospek agribisnis yang cukup besar di Indonesia. Salah satu dari tanaman hias tersebut adalah tanaman krisan. Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat) termasuk salah satu jenis tanaman hias yang banyak digemari oleh masyarakat karena mempunyai warna, ukuran, dan bentuk bunga menarik, serta tanaman krisan dapat bertahan kurang lebih 14 hari. Krisan termasuk jenis bunga potong penting dunia, karena macam jenisnya beraneka ragam. Krisan memiliki 55 varietas yang ada di seluruh dunia.

Seiring dengan terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat maka permintaan akan tanaman hias, khususnya bunga potong juga mengalami peningkatan. Bunga potong krisan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan prospek yang cukup baik. Bunga krisan (Chrysanthemum morifolium ramat). merupakan salah satu spesies yang sangat populer dan tumbuh sebagai penghias tanaman dan sebagai bunga pot atau bunga potong. Menurut Wijayakusuma (2000), krisan dapat juga dimanfaatkan sebagai tanaman obat dan tanaman penghasil racun serangga alami.

Permintaan konsumen terhadap bunga krisan (Chrysanthemum morifolium ramat)  yang terus meningkat, telah memacu para petani dan pengusaha bunga hias terutama krisan terus meningkatkan produksinya. Hal ini dilihat dari penjualan bunga krisan (Chrysanthemum morifolium ramat) di Pasar Rawa Belong, mulai dari 2007 sampai 2009 yaitu 399,25, 412,68 dan 422,50 (dalam juta tangkai). Permintaan tersebut ternyata tidak hanya tertuju pada kuantitas saja, melainkan juga jenis dan kualitas bunga. Kendala petani krisan dalam sistem produksi krisan yaitu kurang tersedianya bibit bermutu, rendahnya daya adaptasi varietas introduksi terhadap kondisi lingkungan fisik indonesia serta keterbatasan penggetahuan tentang teknik budidaya. Upaya peningkatan produksi krisan dalam negeri perlu dilakukan melalui penanganan yang memadai, supaya dimasa mendatang tanaman krisan ini diharapkan mampu menjadi komoditas andalan nasional sebagai penghasil devisa negara. Upaya tersebut perlu didukung dengan perbaikan sistem usaha yang menguntungkan dari pemerintah, sehingga petani termotivasi untuk melestarikan usaha tanaman krisan.

Selain itu kendala penanaman tanaman krisan di Indonesia dibutuhkan modifikasi-modifikasi lingkungan agar tanaman dapat tumbuh, mulai dari green house, menambahkan sinar dari lampu, hingga suhu lingkungan. Teknik kultur in vitro merupakan metode perbanyakan tanaman dengan mengisolasi bagian tanaman serta menumbuhkanya dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman dengan jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, serta memiliki kualitas, tumbuh dengan tempo yang relatif cepat dibandingkan dengan konvensional. Menyediakan bibit yang berkualitas serta memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit.

1.2  Tujuan Pemagangan

a)      Pendidikan

  1. Mahasiswa dapat mempelajari proses budidaya bunga Krisan mulai dari:
  • Pembibitan
  • Persiapan media tanam
  • Penanaman
  • Pemeliharaan tanaman
  • Panen
  • Pasca panen

b)      Penelitian

  1. Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan pertumbuhan akar Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat) yang ditanam pada dataran rendah dan dataran tinggi dengan zat perangsang akar yang berbeda.

c)      Pengabdian

  1. Mahasiswa dapat ikut serta dalam seluruh kegiatan yang dilakukan di tempat pemagangan budidaya bunga krisan

1.3  Manfaat Pemagangan

Manfaat umum kegiatan magang mahasiswa ini antara lain :

  1. Menambah pengetahuan diluar kampus sehingga dapat menyiapkan diri dan menyesuaikan diri dengan dunia kerja.
  2. Mengetahui perkembangan ilmu dan teknologi sesuai dengan tuntunan perkembangan industri.
  3. Memperoleh pengalaman nyata yang berguna untuk meningkatkan keterampilan yang relevan sesuai jurusan yang ditekuni.
  4. Menjalin hubungan baik antara pihak industri dan lembaga pendidikan.
  5. Mengetahui sejauh mana relevansi ilmu yang didapat di kampus dengan penerapan di industri, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PROFIL LOKASI PEMAGANGAN

2.1 Lokasi Pemagangan

Tempat dilakasanakannya pemagangan ini berada di PT Inggu Laut Abadi yang  terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur kilometer 17 jalan raya Bumi Aji-Sumber Brantas, yang berkedudukan di Desa Sumber Agung, Kecamatan Bumi Aji. Tempat ini berada pada ketinggian ± 1400 m dpl dengan luas lahan 3,5 hektar. Waktu pelaksanaan pemagangan dimulai pada tanggal 17 Januari – 16 Februari 2011.

2.2 Sejarah Perusahaan

PT Inggu Laut Abadi merupakan perusahaan perseroan yang didirikan pada tanggal 10 Mei 2002, ini berdasarkan akta yang di terbitkan oleh Ny. Hartati Marsono, SH. Kemudian diperkuat di Pengadilan negeri No.38605/tertanggal 27 mei 2002. Bentuk badan hukum Inggu Laut Abadi adalah Perseroan Terbatas (PT) yang memiliki surat ijin usaha perdagangan 0305/09-02/PB/V/2002. Pendiri dari perusahaan ini adalah keluarga besar Solo-Indroko, nama Inggu Laut merupakan nama tanaman hias yaitu Lantana camara sp atau yang lebih kita kenal dengan nama “Tembelek”. Tembelek di Jawa Barat lebih dikenal dengan nama inggu laut, tanaman ini dapat ditemui di pinggir laut hingga daerah dataran tinggi. Tanaman tembelek merupakan tanaman yang dapat hidup di segala tempat, dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Inggu Laut digunakan sebagai nama, agar tanaman krisan dapat tumbuh dimana saja dari dataran rendah hingga tinggi seperti tanaman Lantana camara sp.

Perusahaan ini pertama kali didirikan di Cipanas, Jawa Barat, yaitu mengambil alih dari usaha kecil yang mengalami kebangkrutan. Kebun Cipanas mulai beroperasi pada 1 Juli 2002,  pada lahan seluas 3600 m2. Budidaya tanaman krisan di PT. Inggu Laut Abadi dilakukan secara kultur in vitro, yang meliputi pengadaan tanaman hasil kultur dalam botol, bibit stek akar dan bunga potong krisan yang dihasilkan yaitu krisan standart dan krisan spray. Pemasaran bunga disalurkan ke Jakarta yaitu Pasar Bunga Rawa Belong, kemudian pada awal bulan Juni 2003 perusahaan mulai memperluas pemasaran ke Surabaya dan Bali. Untuk mempermudah dan meningkatkan produksi maka pada bulan Agustus 2003 di buka kebun baru yang terletak di Sumber Brantas, Kota Batu, dengan luas 3,5 hektar. Sistem organisasi PT Inggu Laut Abadi dikepalai oleh seorang Direktur Utama. Direktur wilayah Batu dibantu oleh Kepala Laboratorium dan Kepala Kebun, sedangkan Direktur Wilayah Cipanas dibantu Oleh Kepala Kebun.

Untuk meningkatkan efisiensi kerja, maka perusahaan membagi dua kegiatan produksi besar pada setiap kebun, untuk kebun Batu ditentukan sebagai pusat kegiatan pangadaan bibit, budidaya tanaman hias dan pelatihan tenaga kerja. Sedangkan kebun Cipanas dikhususkan hanya pada kegiatan pusat budidaya tanaman hias baik bunga potong ataupun bunga pot. Hal ini diharapkan setiap kebun dapat berkonsentrasi dalam menjalankan tugasnya serta menghasilkan produk yang unggul.

PT. Inggu Laut Abadi terletak di Jalan Sumber Brantas, Desa Junggo,  Kota Batu, Provinsi Jawa Timur, dengan ketinggian 1400 m dpl dengan suhu 200-230. Jenis tanahnya yaitu lempung berpasir, dengan topografi berbukit. Di sana  dilengkapi dengan fasilitas 26 mess, 27 green house (20 untuk pengadaan tanaman induk krisan, 2 untuk pembibitan krisan, 4 untuk tanaman gerbra, 1untuk tanaman anyelir), 1 aula, 1 gudang + rapat, 1 perpustakaan, 1 laboratorium kultur jaringan, 3 mobil, 2 motor, 1 motor tosa, alat pemupukan, dan dilahan terbuka ditanami mawar, song of india, philodendron, ruskus, lither leave, dan hortensia.

PT. Inggu Laut Abadi memiliki karyawan yang berjumlah 27 orang dari berbagai latar belakang pendidikan yang berbeda (Tabel 1)

Tingkat Pendidikan

Jumlah Pegawai (orang)

S2

1

S1

3

D3

2

D1

S2

SMK

S1

SMP

D3

SD

1

Jumlah

27

Tabel 1. Latar Belakang Pendidikan Karyawan PT. Inggu Laut Abadi

 

 

 

 

 

 

.

2.2.1 Organisasi Perusahan

Struktur organisasi merupakan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan di antara funsi-fungsi, bagian-bagian, maupun orang-orang yang menunjukkan satu kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Struktur organisasi mengandung unsur-unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasai dalam pembuatan keputusan dan besaran suatu kerja(Handoko, 2001).

 Sistem pembagian kerja didasarkan pada jenis dan tahap pekerjaan. Jam kerja yang berlaku mulai dari hari Senin-Sabtu. Total kerja di PT Inggu Laut Abadi adalah 8 jam yang dimulai dari pukul 07.00-15.00.

Adapun stuktur organisasi PT Inggu Laut Abadi ada;ah sebagai berikut :

Gambar 1. Struktur Organisasi PT Inggu Laut Abadi

 

2.2.2 Komoditas Tanaman yang Dibudidayakan

                 Terdapat beberapa komoditas yang dibudidayakan di PT Inggu Laut, yaitu :

1. Pembibitan bunga krisan yang dijual kepada petani dalam bentuk bibit yang sudah berakar dan siap tanam. Semua varietas dibibitkan dan dijual, untuk bibit siap jual yaitu tanaman yang sudah berakar atau berumur 14 hari setelah ditanam dalam sekam bakar.

2. Bunga krisan potong dengan berbagai varietas.

3. komoditas sampingan seperti bunga Mawar, Leather leaf, Song of India, Ruskus, Lily, Gerbera, Anyelir, Anthurium bunga, Philodendron, dll.

Seperti perusahaan bunga potong lainnya yang terus meningkatkan produksinya sesuai permintaan pasar, saat ini perusahaan sedang meningkatkan produksinya dalam hal kualitas dan kuantitas.

2.3 Bidang Kegiatan

Bidang kegiatan yang dilakukan dalam pemagangan ini adalah:

  • Pembibitan
  • Pengolahan media tanam
  • Penanaman
  • Pemeliharaan tanaman
  • Pemanenan
  • Pemackingan

 

 

 

 

 

 

BAB III

KAJIAN PUSTAKA

 

3.1. Tanaman Krisan

            Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu dengan sebutan lain Seruni atau Bunga emas (Golden Flower) berasal dari dataran Cina. Krisan kuning berasal dari dataran Cina, dikenal dengan Chrysanthenum indicum (kuning), C. Morifolium (ungu dan pink) dan C. daisy (bulat, ponpon). Di Jepang abad ke-4 mulai membudidayakan krisan, dan tahun 797 bunga krisan dijadikan sebagai simbol kekaisaran Jepang dengan sebutan Queen of The East. Tanaman krisan dari Cina dan Jepang menyebar ke kawasan Eropa dan Perancis tahun 1795. Tahun 1808 Mr. Colvil dari Chelsa mengembangkan 8 varietas krisan di Inggris. Jenis atau varietas krisan modern diduga mulai ditemukan pada abad ke-17. Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800. Sejak tahun 1940, krisan dikembangkan secara komersial (Rukmana dan Mulyana, 1997).

            Di beberapa negara tanaman krisan memiliki arti yang beraneka ragam, di Jepang, Korea dan Cina bunga krisan putih menunjukkkan bunga duka cita. Di Eropa seperti Italia, Perancis, Polandia, Spanyol dan Kroasia, krisan merupakan simbol kematian dan hanya digunakan untuk pengkuburan. Di Amerika Serikat bunga krisan diguanakan untuk menunjukkan kebahagiaan dan semangat. Pada beberapa negara krisan menunjukkan kasih sayang, seperti di Australia krisan digunakan ketika “hari ibu”. Serta yang paling menarik tanaman krisan disebut juga bunga November.

3.2. Klasifikasi  Tanaman Krisan

Kingdom      : Plantae
Divisi            : Spermatophyta
Subdivisi       : Angiosperms
Order            : Asterales
Family           : Asteraceae
Tribe             : Anthemideae
Genus           : Chrysanthemum
Type spesies : Chrysanthemum indicum L
Spesies          : Chrysanthemum morifolium ramat

(Wijayakusuma, 2000)

3.3. Morfologi Tanaman Krisan

            Tanaman krisan merupakan tanaman semusim (anual) yang berkisar 9-12 hari tergantung varietas dan lingkungan tempat menanamnya. Tanaman krisan dapat dipertahankan hingga beberapa tahun bila dikehendaki, tetapi bunga yang dihasilkan biasanya jauh menurun kualitasnya (Hasyim dan reza, 1995). Menurut Rukmana (1997), tanaman krisan tumbuh menyemak setinggi 30-200 cm, sistem perakarannya serabut yang keluar dari batang utama. Akar menyebar kesegala arah pada radius dan kedalaman 50-70 cm atau lebih. Batang tanaman krisan tumbuh agak tegak dengan percabangan yang agak jarang, berstruktur lunak, dan berwarna hijau tetapi bila dibiarkan tumbuh terus, batang berubah menjadi keras (berkayu) dan berwarna hijau kecoklatan, serta berdiameter batang sekitar 0,5 cm. Bunga krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam tangkai berukuran pendek sampai panjang. Bunga krisan merupakan bunga majemuk yag terdiri atas bunga pita dan bunga tabung. Pada bunga pita terdapat bunga betina (pistil), sedangkan bunga tabung terdiri atas bunga jantan dan bunga betina (biseksual) dan biasanya fertil (kofranek, 1980).

3.4. Syarat-Syarat Tumbuh

3.4.1. Iklim

               Tanaman krisan membutuhkan air yang memadai, tetapi tidak tahan terpaan air hujan. Oleh karena itu untuk daerah untuk curah hujan tinggi penanaman dilakukan di dalam green house. Suhu toleran untuk tanaman krisan adalah 17­­­­0-300C, untuk daerah tropis seperti di Indonesia cocok menggunakan suhu 200-260C. Kelembaban yang dibutuhkan untuk tanaman krisan sangat tinggi ketika pembentukan akar, pada stek kelembabannya 90%-95%. Kemudian tanaman muda sampai tua kelembabannya 70%-80%, dengan sirkulasi udara yang memadai. Kadar CO2 di udara sekitar 3000 ppm, sedangkan kadar CO2 yang ideal untuk fotosintesis adalah 600-900 ppm. Untuk pembungaan membutuhkan lebih lama cahaya, dimana dapat menambah cahaya menggunakan bantuan TL dan lampu pijar. Penambahan penyinaran yang paling baik ketika tengah malam yaitu jam 22.30-01.00 dengan lampu 150 watt untuk 9 m2, dan lampu di pasang menggantung 1,5 m dari tanah. Periode pemasangan lampu dilakukan pada vegetativ (2-8 minggu) untuk merangsang pembentukkan bunga (Lukito, 1998).

3.4.2. Media tanam dan ketinggian tempat

               Untuk pertumbuhan tanaman yang optimum dibutuhkan media yang ideal, di mana tekstur media harus liat berpasir, subur, gembur dan memiliki drainase yang baik, serta tidak mengandung hama dan penyakit. Derajat keasaman media yang baik untuk petumbuhan tanaman adalah 5,5-6,7. Kemudian untuk ketinggian ideal untuk pertumbuhan tanaman sekitar 700-1200 m dpl (Rukmana dan Mulyana, 1997).

3.5 Budidaya

3.5.1.  Pembibitan

               Bibit diperoleh dari tanaman indukan yang sehat, kualitas prima, daya tumbuh yang kuat, serta bebas dari hama dan penyakit. Pembibitan dilakukan secara vegatatif, yaitu dengan anakan, stek pucuk dan kultur in viro.

3.5.1.1. Bibit asal anakan

                 Diperoleh dari tanaman yang sudah tua, yang biasanya anakan muncul d dekat akar atau bagian batang bawah.

3.5.1.2. Bibit asal stek puncuk

                 Yaitu dengan menententukan tanaman yang sehat dan cukup umur, memilih tunas pucuk yang tumbuh sehat. Dengan diameter pangkal 3-5 mm, panjang 5 cm, mempunyai 3 helai daun dewasa berwarna hijau terang, potong pucuk tersebut. Kemudian langsung disemaikan atau disimpan dalam ruangan dingin bersuhu udara 40 C, dengan kelembaban 30 % agar tetap tahan segar selama 3-4 minggu. Cara penyimpanan stek adalah dibungkus dengan beberapa lapis kertas tisu, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik rata-rata 50 stek.

3.5.1.3. Bibit asal kultur in vitro

                 Yaitu menentukan mata tunas atau eksplan dan diambil dengan pisau silet, stelisasi mata tunas dengan sublimat 0,04 % (HgCl) selama 10 menit, kemudian bilas dengan air suling steril. menanaman dalam medium MS berbentuk padat. Hasil penelitian lanjutan perbanyakan tanaman krisan secara kultur jaringan:

1. Medium MS padat ditambah 150 ml air kelapa/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 1,5 mg kinetin/liter, paling baik untuk pertumbuhan tunas dan akar eksplan. Pertunasan terjadi pada umur 29 hari, sedangkan perakaran 26 hari.

2. Medium MS padat ditambah 150 ml air kelapa/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5 BAP/liter, kalus bertunas waktu 26 hari, tetapi medium tidak merangsang pemunculan akar.

3. Medium MS padat ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5-0.2 mg kinetin/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5-2,0 BAP/liter pada eksplan varietas Sandra untuk membentuk akar pada umur 21-31 hari. Penyiapan bibit pada skala komersial dilakukan dengan dua tahap yaitu:

a. Stok tanaman induk : Fungsinya untuk memproduksi bagian vegetatif sebanyak mungkin sebagai bahan tanaman ditanam di areal khusus terpisah dari areal budidaya. Jumlah stok tanaman induk disesuaikan dengan kebutuhan bibit yang telah direncanakan. Tiap tanaman induk menghasilkan 10 stek per bulan, dan selama 4-6 bulan dipelihara memproduksi sekitar 40-60 stek pucuk. Pemeliharaan kondisi lingkungan berhari panjang dengan penambahan cahaya 4 jam/hari mulai 23.30–03.00 lampu pencahayaan dapat dipilih Growlux SL 18 Philip.

b. Perbanyakan vegetatif tanaman induk.

1. Pemangkasan pucuk yaitu, dilakukan pada umur 2 minggu setelah bibit ditanam, dengan cara memangkas atau membuang pucuk yang sedang tumbuh sepanjang 0,5-1 cm.

2. Penumbuhan cabang primer. Perlakuan pinching dapat merangsang pertumbuhan tunas ketiak sebanyak 2-4 tunas. Tunas ketiak daun dibiarkan tumbuh sepanjang 15-20 cm atau disebut cabang primer.

3. Penumbuhan cabang sekunder. Pada tiap ujung primer dilakukan pemangkasan pucuk sepanjang 0,5-1cm, pelihara tiap cabang sekunder hingga tumbuh

sepanjang 10-15 cm.

3.5.2. Pengolahan media tanam

               Pengolahan menggunakan cangkul, tanah dicangkul sedalam 30 cm, kemudian dikering anginkan selama 15 hari. Setelah itu digemburkan kedua kalinya dengan dibersihkan gulmanya, lalu di bentuk bedengan dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 20-30 cm, dengan panjang sesuai lahan yang ada, serta jarak antar bedengan yaitu 30-49 cm. Jika tanah mempunyai pH dibawah 5,5, maka diperlukan pengapuran menggunakan kapur pertanian seperti dolomit, zeagro atau kalsit. Kebutuhan kapur sesuai kadar pH yang ada dalam tanah, untuk pH 5 = 5,02 ton/ha, pH 5,2 = 4,08 ton/ha, pH 5,3 = 3,60 ton/ha, pH 5,4 = 3,12 ton/ha. Pengapuran dilakukan dengan cara disebar merata pada permukaan bedengan.

3.6. Hama dan Penyakit

3.6.1. Hama

a. Ulat tanah (Agrotis ipsilon)

o Gejala: memakan dan memotong ujung batang tanaman muda, sehingga pucuk dan tangkai terkulai.

o Pengendalian: mencari dan mengumpulkan ulat pada senja hari dan semprot dengan insektisida.

b. Thrips (Thrips tabacci)

o Gejala: pucuk dan tunas-tunas samping berwarna keperak-perakan atau kekuning-kuningan seperti perunggu, terutama pada permukaan bawah daun.

o Pengendalian: mengatur waktu tanam yang baik, memasang perangkap berupa lembar kertas kuning yang mengandung perekat, misalnya IATP buatan Taiwan.

c. Tungau merah (Tetranycus sp)

o Gejala: daun yang terserang berwarna kuning kecoklat-coklatan, terpelintir, menebal, dan bercak-bercak kuning sampai coklat.

o Pengendalian: memotong bagian tanaman yang terserang berat dan dibakar dan penyemprotan pestisida.

d. Penggerek daun (Liriomyza sp) :

o Gejala: daun menggulung seperti terowongan kecil, berwarna putih keabu-abuan yang mengelilingi permukaan daun.

o Pengendalian: memotong daun yang terserang, penggiliran tanaman, dengan aplikasi insektisida.

3.6.2. Penyakit

1. Karat/Rust

o Penyebab: jamur Puccinia sp. karat hitam disebakan oleh cendawan Pchrysantemi, karat putih disebabkan oleh P horiana P.Henn.

o Gejala: pada sisi bawah daun terdapat bintil-bintil coklat/hitam dan terjadi lekukan-lekukan mendalam yang berwarna pucat pada permukaan daun bagian atas. Bila serangan hebat meyebabkan terhambatnya pertumbuhan bunga.

o Pengendalian: menanam bibit yang tahan hama dan penyakit, perompesan daun yang sakit, memperlebar jarak tanam dan penyemprotan insektisida.

2. Tepung oidium

o Penyebab: jamur Oidium chrysatheemi.

o Gejala: permukaan daun tertutup dengan lapisan tepung putih. Pada serangan hebat daun pucat dan mengering.

o Pengendalian: memotong/memangkas daun tanaman yang sakit dan penyemprotan fungisida.

3. Virus kerdil dan mozaik

o Penyebab: virus kerdil krisan, Chrysanhenumum stunt Virus dan Virus Mozaoik Lunak Krisan (Chrysanthemum Mild Mosaic Virus).

o Gejala: tanaman tumbuhnya kerdil, tidak membentuk tunas samping, berbunga lebih awal daripada tanaman sehat, warna bunganya menjadi pucat.

o Penyakit kerdil ditularkan oleh alat-alat pertanian yang tercemar penyakit dan pekerja kebun.

o Virus mosaik menyebabkan daun belang hijau dan kuning, kadang-kadang bergaris-garis.

o Pengendalian: menggunakan bibit bebas virus, mencabut tanaman yang sakit, menggunakan alat-alat pertanian yang bersih dan penyemprotan insektisida untuk pengendalian vektor virus.

BAB IV

METODE PEMAGANGAN

4.1 Bidang Pendidikan

            Ada beberapa hal yang dipelajari dalam proses pemagangan kali ini terutama pengetahuan dalam bidang budidaya krisan, antara lain adalah:

A. Pembibitan           

Dalam rangka mempelajari proses pembibitan maka langkah-langkah yang dilakukan adalah:

  1. Penyiapan Bibit : Pembibitan krisan dilakukan dengan cara vegetatif yaitu dengan anakan, setek pucuk dan kultur jaringan.
  1. Bibit asal anakan
  2. Bibit asal stek pucuk : Tentukan tanaman yang sehat dan cukup umur. Pilih tunas pucuk yang tumbuh sehat, diameter pangkal 3-5 mm, panjang 5 cm, mempunyai 3 helai daun dewasa berwarna hijau terang, potong pucuk tersebut, langsung semaikan atau disimpan dalam ruangan dingin bersuhu udara 4 derajat C, dengan kelembaban 30 % agar tetap tahan segar selama 3-4 minggu. Cara penyimpanan stek adalah dibungkus dengan beberapa lapis kertas tisu, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik rata-rata 50 stek.
  • Teknik Penyemaian Bibit
    1. Penyemaian di bak : Siapkan tempat atau lahan pesemaian berupa bak-bak berukuran lebar 80 cm, kedalaman 25 cm, panjang disesuaikan dengan kebutuhan dan sebaiknya bak berkaki tinggi. Bak dilubangi untuk drainase yang berlebihan. Medium semai berupa pasir steril hingga cukup penuh. Semaikan setek pucuk dengan jarak 3 cm x 3 cm dan kedalaman 1-2 cm, sebelum ditanamkan diberi Rotoon (ZPT). Setelah tanam pasang sungkup plastik yang transparan di seluruh permukaan.
    2. Penyemaian kultur jaringan : Bibit mini dalam botol dipindahkan ke pesemaian beisi medium berpasir steril dan bersungkup plastik tembus cahaya.
  • Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian : Pemeliharaan untuk stek pucuk yaitu penyiraman dengan sprayer 2-3 kali sehari, pasang bola lampu untuk pertumbuhan vegetatif, penyemprotan pestisida apabila tanaman di serang hama atau penyakit. Buka sungkup pesemaian pada sore hari dan malam hari, terutama pada beberapa hari sebelum pindah ke lapangan. Pemeliharaan pada kultur jaringan dilakukan di ruangan aseptik, setelah bibir berukuran cukup besar, diadaptasikan secara bertahap ke lapangan terbuka.
  • Pemindahan Bibit : Bibit stek pucuk siap dipindahtanamkan ke kebun pada umur 10-14 hari setelah semai dan bibit dari kultur jaringan bibit siap pindah yang sudah berdaun 5-7 helai dan setinggi 7,5-10 cm.
  • B. Pengolahan Media Tanam

    1. Pembentukan Bedengan : Olah tanah dengan menggunakan cangkul sedalam 30 cm hingga gembur, keringanginkan selama 15 hari. Gemburkan yang kedua kalinya sambil dibersihkan dari gulma dan bentuk bedengan dengan lebar 100-120 cm, tinggi 20- 30 cm, panjang disesuaikan dengan lahan, jarak antara bedengan 30-40 cm.
    2. Pengapuran : Tanah yang mempunyai pH > 5,5, perlu diberi pengapuran berupa kapur pertanian misalnya dengan dolomit, kalsit, zeagro. Dosis tergantung pH tanah. Kebutuhan dolomit pada pH 5 = 5,02 ton/ha, pH 5,2 = 4,08 ton/ha, pH 5,3 = 3,60 ton/ha, pH 5,4 = 3,12 ton/ha. Pengapuran dilakukan dengan cara disebar merata pada permukaan bedengan.

    C. Penanaman

    1. Teknik Penanaman Bunga Potong
    1. Penentuan Pola Tanam. : Tanaman bunga krisan merupakan tanaman yangdapat dibudidayakan secara monokultur.
    2. Pembuatan Lubang Tanam : Jarak lubang tanam 10 cm x 10 cm, 20 cm x 20 cm. Lubang tanam dengan cara ditugal. Penanaman biasanya disesuaikan dengan waktu panen yaitu pada hari-hari besar. Waktu tanam yang baik antara pagi atau sore hari.
    3. Pupuk Dasar : Furadan 3G sebanyak 6-10 butir perlubang. Campuran pupuk ZA 75 gram ditambah TSP 75 gram ditambah KCl 25gram (3:3:1)/m2 luas tanam, diberikan merata pada tanah sambil diaduk.
    4. Cara Penanaman : Ambil bibit satu per satu dari wadah penampungan bibit, urug dengan tanah tipis agar perakaran bibit krisan tidak terkena langsung dengan furadan 3G. Tanamkan bibit krisan satu per satu pada lubang yang telah disiapkan sedalam 1-2 cm, sambil memadatkan tanah pelan-pelan dekat pangkal batang bibit. Setelah penanaman siram dengan air dan pasang naungan sementara dari sungkup plastik transparan.
  • Teknik Penanaman untuk Memperpendek Batang : Penanaman dilakukan sama dengan untuk bunga potong biasa, tetapi dengan menambah cahaya agar tangkai menjadi pendek.
    1. Pengaturan dan Penambahan Cahaya : Dilakukan sampai batas tertentu dengan ketinggian tanaman yang dinginkan. Misalnya, bila diinginkan bunga krisan bertangkai 70 cm, maka penambahan cahaya sejak ketinggian 50-60 cm. Lampu dimatikan. Periode berikutnya beralih ke generatif. Tangkai bunga memanjang mencapai 80 cm. Bila dipanen tangkainya 70 cm, maka tangkai bunga yang tersisa adalah 10 cm pada tanaman. Total lama penyinaran sejak bibit ditanam sampai periode generatif antara 12-15 minggu tergantung varietas krisan. Cara pengaturan dan penambahan cahaya yaitu dengan pola byarpet, yaitu pencahayaan malam selama 5 menit lalu dimatikan selama 1 menit dilakukan secara berulang-ulang hingga mencapai 30 menit. Cara lain pengaturan dan penambahan cahaya adalah dengan memasang lampu TL pada tengah malam mulai pukul 22.30-01.00.
    2. Pemupukan : Waktu pemupukan dimulai umur 1 bulan setelah tanam, kemudian diulang kontinue dan periodik seminggu sekali, dan akhirnya sebulan sekali. Jenis dan dosis pupuk yang diberikan pada fase vegetatif yaitu Urea 200 gram ditambah ZA 200 gram ditambah KNO3 100 gram per m 2 luas lahan. Pada fase Generatif digunakan pupuk Urea 10 gram ditambah TSP 10 gram ditambah KNO3 25 gram per m 2 luas lahan, cara pemberiannya dengan disebar dalam larikan atau lubang ditugal samping kiri dan samping kanan.
    3. Pembuangan Titik Tumbuh : Waktu pembuangan titik tumbuh adalah pada umur 10-14 hari setelah tanam, dengan cara memotes ujung tanam sepanjang 5 cm.
    4. Penjarangan Bunga : Jika ingin mendapatkan bunga yang besar, dalam 1 tangkai bunga hanya dibiarkan satu bakal bunga yang tumbuh.
  • Teknik Penanaman untuk Bunga Pot : Sebanyak 5-7 Bibit yang telah berakar ditanam di dalam pot yang berisi media sabut kelapa (hancur) atau campuran tanah dan sekam padi (1:1). Untuk memperpendek batang, pot-pot ini ditumbuhkan selama 2 minggu dengan penyinaran 16 jam/hari. Untuk merangsang pembungaan, pot-pot kemudian diberi pencahayaan pendek dengan cara menutupnya di dalam kubung dari jam 16.00-22.00. Selama pertumbuhan tanaman diberi pupuk cir multihara lengkap. Pembungaan ini dapat pula dipacu dengan menambahkan hormon tumbuh giberelin sebanyak 500 ppm pada saat penyinaran pendek.
  • Untuk mendapatkan bunga yang besar dan jumlahnya sedikit, bakal bunga dari setiap batang perlu diperjarang dengan hanya menyisakan satu kuncup bunga. Dengan cara ini akan didapatkan krisan pot dengan 5-7 bunga yang mekar bersamaan.

    D. Pemeliharaan Tanaman

    1. Penjarangan dan Penyulaman : Waktu penyulaman seawal mungkin yaitu 10-15 hari setelah tanam. Penyulaman dilakukan dengan cara mengganti bibit yang mati atau layu permanen dengan bibit yang baru.
    2. Penyiangan : Waktu penyiangan dan penggemburan tanah umumnya 2 minggu setelah tanam. Penyiangan dengan cangkul atau kored dengan hati-hati membersihkan rumput-rumput liar.
    3. Pengairan dan Penyiraman : Pengairan yang paling baik adalah pada pagi atau sore hari, pengairan dilakukan kontinu 1-2 kali sehari, tergantung cuaca atau medium tumbuh. Pengairan dilakukan dengan cara mengabutkan air atau sistem irigasi tetes hingga tanah basah.

    E. Panen

    1. Ciri dan Umur Panen

    Penentuan stadium panen adalah ketika bunga telah setengah mekar atau 3-4 hari sebelum mekar penuh. Tipe spray 75-80% dari seluruh tanaman. Umur tanaman siap panen yaitu setelah 3-4 bulan setelah tanam.

    2. Cara Panen.

    Panen sebaiknya dilakukan pagi hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi dan saat bunga krisan berturgor optimum. Pemanenan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dipotong tangkainya dan dicabut seluruh tanaman. Tata cara panen bunga krisan: tentukan tanaman siap panen, potong tangkai bunga dengan gunting steril sepanjang 60-80 cm dengan menyisakan tunggul batang setinggi 20-30 cm dari permukaan tanah.

    E. Pasca Panen

    1. Pengumpulan

    Kumpulkan bunga hasil panen, lalu ikat tangkai bunga berisi sekitar 50-1000 tangkai simpan pada rak-rak.

    2. Penyortiran dan Penggolongan

    Pisahkan tangkai bunga berdasarkan tipe bunga, warna dan varietasnya. Lalu bersihkan dari daun-daun kering atau terserang hama. Buang daun-daun tua pada pangkal tangkai. Kriteria utama bunga potong meliputi penampilan yang baik, menarik, sehat dan bebas hama dan penyakit. Kriteria ini dibedakan menjadi 3 kelas yaitu:

    1. Kelas I untuk konsumen di hotel dan florist besar, yaitu panjang tangkai bunga lebih dari 70 cm, diameter pangkal tangkai bunga lebih 5 mm.
    2. Kelas II dan III untuk konsumen rumah tangga, florits menengah dan dekorasi massal yaitu panjang tangkai bunga kurang dari 70 cm dan diameter pangkal tangkai bunga kurang dari 5 mm.

    3. Pengemasan dan Pengangkutan

    Tentukan alat angkutan yang cocok dengan jarak tempuh ke tempat pemasaran dan susunlah kemasan berisi bunga krisan secara teratur, rapi dan tidak longgar, dalam bak atau box alat angkut.

    4.2 Penelitian

                Penelitian yang dilakukan pada pemagangan kali ini adalah melakukan penelitian tentang “Perbedaan Pertumbuhan Bunga Krisan yang Ditanam di Dataran Rendah dan Dataran Tinggi”. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

    1. Penyiapan wadah berupa pot kecil yang digunakan sebagai wadah untuk menanam tanaman krisan
    2. Penyiapan media tanam yang berupa campuran antara sekam bakar dicampur dengan pupuk kandang kemudian disemprot dahulu dengaan menggunakan Fungisida agar media tanam tidak ditumbuhi oleh jamur.
    3. Penyiapan bibit tanaman dimana bibit tanaman diambil dengan melakukan Pinching terhadap tanaman induk dari krisan
    4. Setelah bibit tanaman telah mencukupi maka selanjutnya adalah mencelupkan batang bibit tanaman dengan dua perlakuan tanaman kelompok 1 separuh dari bibit dicelupkan dengan zat perangsang akar buatan PT INGGU LAUT ABADI yaitu ZTA ILA sedangkan separuhnya lagi dengan menggunakan zat perangsang akar buatan pabrik hal yang sama juga dilakukan pada tanaman kelompok 2
    5. Setelah proses diatas selesai proses selanjutnya adalah menanam bibit tanaman tersebut pada media dan wadah yang telah disediakan kemudian disiram dengan menggunakan air
    6. Selanjutnya tanaman yang telah terbagi menjadi 2 kelompok wadah tersebut dibagi berdasarkan tempat tumbuhnya untuk tanaman kelompok 1 ditanam di dataran tinggi tepatnya ditaruh di PT INGGU LAUT ABADI sedangkan tanaman kelompok 2 ditaruh di dataran rendah tepatnya ditaruh di kos mahasiswa.
    7. Langkah yang terakhir peneliti menyiram tanaman tersebut setiap hari hingga waktu 1 bulan kemudian diukur berapa panjang akar, berat akar, dan jumlah daun antara tanaman krisan yang ditanam di dataran rendah dan tanaman krisan yang ditanam di dataran tinggi.

    4.3 Pengabdian

                Pengabdian yang dilakukan pada pemagangan kali ini antara lain adalah semua hal yang kelompok kami lakukan pada proses pemagangan diantaranya adalah:

    1. Membantu proses Pinching, langkah-langkah yang dilakukan adalah:
    • Memotong ujung tanaman krisan yang telah ditentukan
    • Menaruhnya di sebuah wadah untuk nantinya digunakan sebagai calon bibit baru
    • Mencari tanaman yang masih berumur satu bulan namun sudah terdapat bibit bunga yang mau tumbuh atau dinamakan bendul
    • Bendul tersebut kemudian dipotong dan harus dibuang
    • Memotong jenis-jenis krisan yang telah memasuki masa panen sesuai dengan grade yang telah ditentukan
    • Mengklasifikasi tanaman krisan sesuai dengan grade yang berdasarkan tinggi tanaman hasil panen dimana ada 3 grade yaitu grade a, b, dan c
    • Membungkus tanaman tersebut dengan pembungkus yang telah disediakan oleh PT ILA
    1. Membantu proses Pinching Bendul, langkah-langkah yang dilakukan adalah:
    1. Membantu proses pemanenan bunga krisan, langkah-langkah yang dilakukan adalah:
    1. Membantu proses packaging, langkah-langkah yang dilakukan adalah:

    BAB V

    5.1  Bidang Penelitian

    A.  Tempat dan Waktu Penelitian

    1. Tempat Penelitian

    Tempat penelitian adalah di PT Inggu Laut Abadi dan Kosan mahasiswa di jalan Margo Utomo

    2. Waktu Penelitian

    Waktu penelitian yaitu dengan interval 1 bulan

     B.  Metode Penelitian

    Pemecahan masalah  dalam penelitian ini menggunakan metode ilmiah. Metode yang dipakai adalah metode eksperimen. Menurut Suharsimi (1993: 03) menjelaskan bahwa “dengan ini peneliti sengaja membangkitkan timbulnya suatu kejadian, kemudian diteliti akibatnya”. Dengan kata lain eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan menyisihkan faktor-faktor lain. Dalam penelitian ini pola eksperimen yang dipakai adalah  Simple Random Design. Secara garis besar dikemukakan pola tersebut adalah sebagai berikut :

    Simple Randomized Design atau disingkat S  – R, artinya pola yang bertitik tolak dari landasan simple random sampling, yaitu dari suatu populasi terbatas atau sub populasi secara langsung ditugaskan subyek–subyek ke dalam kelompok kontrol secara random.  Pada pola ini yang akan dicari adalah perbedaan mean antara yang berada di dataran tinggi dan dataran rendah dengan rumus t – test.

    C. Populasi dan Sampel

    1. Populasi Penelitian

                    Menurut Suharsimi (1993: 102) “Populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian”. Menurut Djarwanto (1990: 42) “Populasi atau universe adalah jumlah dari satu-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya hendak di duga”. Adapun populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh bibit krisan yang didapatkan dari PT Inggu Laut Abadi

    2. Sampel Penelitian

                    Menurut S Margono (2003: 121), “Sampel adalah sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh  (monster) yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu”. Dalam penelitian ini peneliti mengambil \sebagian dari populasi disebut sampel. Sampel penelitian ini adalah 100 bibit bunga krisan

    a.  Populasi yang digunakan tersebut dipandang mempunyai sifat yang sama.

    b.  Anggota sampel yang digunakan diasumsikan bisa mewakili dari populasi, sebab diambil dari satu populasi yang sifatnya sama dan mewakili dari populasi tersebut.

    Teknik Analisis Data

    Analisis data digunakan untuk mengetahui dan menguji kebenaran dari hipotesa yang diajukan. Teknik analisis data dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini sangat diperlukan statistik inferensial, sebagai  cara menganalisis data.   Analisis yang digunakan adalah Uji T, sebab uji ini digunakan untuk mengamati perbedaan antara rata-rata dua sampel yang tidak berhubungan satu sama lain. Uji  ini khusus digunakan utuk menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan rata-rata dari dua kelompok  yang diamati. Adapun formula dari Uji T ini adalah sebagai berikut :

    Data Hasil Penelitian Bunga Krisan

    Kontrol

    No Spray (Panjang) Spray (Jumlah akar) Standart (Panjang) Standart (Jml akar)
    1 5 16 2.2 8
    2 4 33 0.3 3
    3 4.5 36 4.5 21
    4 5 32 3.2 13
    5 5.2 27 0.4 14
    6 1.5 11 3.6 8
    7 5 33 2.5 7
    8 3 15 0
    9 5 28 5.6 15
    10 7 22 4.8 28

    Rooton

    No Spray Standar
    Panjang akar Jumlah akar Panjang akar Jumlah akar
    1 3 23 3.9 13
    2 3.4 21 4.9 15
    3 3.5 18 1.2 6
    4 5.2 24 5.3 13
    5 3.9 26 0.5 2
    6 3 19 0
    7 4.5 20 5.7 12
    8 3.1 19 4.4 8
    9 3.6 31 1.4 5
    10 4.3 27 0.6 6

    Kingstone

    No Spray Standar
    Panjang akar Jumlah akar Panjang akar Jumlah akar
    1 4.3 24 3 18
    2 4.3 38 6 30
    3 5.3 32 4 20
    4 3 23 3.4 24
    5 2.8 21 4 17
    6 4.6 14 2.3 23
    7 4.4 24 4.1 16
    8 3.6 15 3 23
    9 4.5 31 4.2 21
    10 4.2 29 4.1 29

    B. Uji Persyaratan Analisis

      Untuk memulai menganalisis data diperlukan adanya uji persyaratan analisis terlebih dahulu, yaitu untuk memeriksa keabsahan sampel yang telah ditentukan. Untuk lebih jelasnya maka berikut ini diuraikan mengenai uji persyaratan analisis data yang telah dilakukan:

    1. Uji Normalitas

      Penghitungan uji normalitas dengan menggunakan rumus Shapiro-Wilk dengan pedoman pengambilan keputusan:

    a.  Nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05, Distribusi adalah tidak normal.

    b.  Nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, Distribusi adalah normal.

    Tabel 8. Hasil uji normalitas data selisih nilai post tes-pre tes kelompok Media

    Grafis dan Media Model

      Kelompok Sampel Statistik df Signifikansi
    DX Dataran Rendah 0,975 45 0,441
    Dataran Tinggi 0,960 45 0,125

    Hasil penghitungan dengan rumus Shapiro-Wilk diperoleh bahwa kelompok sampel dengan media grafis tingkat signifikansi atau nilai probabilitas  0,441 (sig = 0,441) lebih besar 0,05, maka dapat dikatan bahwa distribusi sampel kelompok media grafis adalah normal. Kelompok sampel dengan media model tingkat signifikansi atau nilai probabilitas 0,125 (sig = 0,125) lebih besar 0,05, maka dapat dikatakan bahwa distribusi sampel kelompok media model adalah normal.

    2. Uji Homogenitas

    Uji Homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok perlakuan berasal dari sampel yang memiliki variansi yang sama. Dalam penelitian ini digunakan uji Levene. Data berasal dari varians yang homogen bila taraf signifikansi atau nilai probabilitas lebih besar dari 0,05  sehingga dinyatakan bahwa kemampuan awal kedua kelompok adalah sama sebelum diberikan perlakuan dengan metode pembelajaran menggunakan media grafis dan media model.

    Tabel 9. Hasil uji homogenitas dengan uji Levene

    Kelompok Sampel Levene Statistic Df1 Df2 Sig
    Tinggi dan Rendah 2,114 1 85,42 0,150

    Berdasarkan hasil uji homogenitas ditunjukkan bahwa tingkat signifikansi atau nilai probabilitas di atas 0,05 (0,150 lebih besar dari 0,05), maka dapat dikatakan bahwa varians yang dimiliki oleh sampel-sampel yang bersangkutan tidak jauh berbeda, maka sampel-sampel tersebut cukup homogen.

    C. Pengujian Hipotesis

    Setelah diketahui sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan homogen, maka dilanjutkan dengan uji hipotesis. Untuk menguji hipotesis pada penelitian ini digunakan uji t. Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar Ekonomi dengan metode pembelajaran menggunakan media grafis dan media model. Ringkasan hasil Uji dapat ditampilkan dalam tabel berikut:

    Tabel 10. Hasil uji Hipotesis t-test

    Kelompok Dataran Tinggi dan Rendah

    Signifikansi 0,041
    T hitung -11,215
    Df 88

    Hasil uji t berdasarkan asumsi bahwa varians adalah homogen, didapatkan bahwa t hitung sebesar  -11,215, nilai signifikansi 0,041. Oleh karena signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat perbedaan yang nyata terhadap penanaman bunga krisan di dataran tinggi dan dataran rendah

    D.  Pembahasan Hasil Analisis Data

    Berdasarkan hasil perhitungan pada uji hipotesis (t-test) diperoleh bahwa nilai signifikansi atau probabilitas 0,041 < 0,05 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis hipotesis alternative diterima, maka terdapat perbedaan yang signifikan penanaman bunga krisan di dataran tinggi dan dataran rendah terhadap jumlah akar dan panjang akar Rata-rata jumlah akar untuk dataran tinggi 1,68 dan untuk dataran rendah sebesar 3,03. Hal ini berarti bahwa jumlah akar yang ada di dataran rendah lebih banyak daripada di dataran tinggi. Dapat disimpulkan bahwa penanaman bunga krisan dari masalah jumlah akar lebih baik di tanam di dataran rendah.

    Proses Pembuatan media tanam dan pemupukan

    Proses Pemberian Fungisida

    Media Tanam Yang Telah Siap

    Proses Pengukuran Penelitian

    Proses Pencatatan Penelitian

     

    5.2 Bidang Pengabdian

    Proses pembudidayaan krisan-panen

    Lanjutan :

    Pemilihan Bunga yg dipanen

    Pembersihan tangkai Bunga

    Pemisahan tangkai Bunga dengan akar

    Pengikatan tangkai Bunga

    Packing  Bunga Standar

    Packing  Bunga Spray

    Hasil Packaging

    Pengiriman Barang

    Mobil pengiriman

    5.3 Bidang Pendidikan

    Pembuatan pestisida dan peracikan pupuk

     Peracikan pupuk untuk tanaman mawar

    Pembuatan fungisida untuk krisan

    Penanaman hingga pemasaran

    Penataan bibit krisan berdasarkan jenis dan tempat penanaman yang akan dilakukan.

    Pembersihan lahan dan pengolahan tanah.

    Pelubangan tanah untuk bibit yang akan ditanam.

    Penanaman krisan

     

    Setelah 3 bulan : pemilian bunga yang siap dipanen

     Tidak layak (terlalu mekar) atau OVER

    Layak (seperempat mekar)

    Pengikatan dengan karet.

    Pemotongan batang untuk menentukan grade.

     Pengiriman bunga dan pemasaran bunga di toko bunga inggu laut.

    Bunga yang sudah di bungkus ditaruhkembali pada kolam kecil terisi air.

     

    Bunga yang sudah dipotong ditaruh kolam kecil terisi air.

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    BAB VI

    KESIMPULAN DAN SARAN

     

    5.1 Kesimpulan

                   Kesimpulan yang diperoleh dari pelaksanaan proses pemagangan ini adalah:

    1. a.      Bidang Penelitian
    • Dalam bidang penelitian disimpulkan bahwa tanaman bunga krisan yang ditanam di dataran rendah secara jumlah akar lebih banyak dibandingkan tanaman bibit krisan yang ditanam di dataran tinggi.
    1. b.      Bidang Pendidikan
    • Proses-proses yang dilakukan dalam usaha budidaya bunga krisan meliputi:

    Pembibitan, Persiapan media tanam, Penanaman, Pemeliharaan tanaman, Panen, dan Pasca panen

    5.2 Saran

                   Saran yang diajukan dalam pemagangan ini adalah:

    • Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor geografis terhadap pertumbuhan bunga krisan sehingga nantinya diharapkan dapat membantu menghasilkan bibit dan bunga krisan yang lebih baik
    • Perlu dilakukan inovasi lebih lanjut mengenai proses budidaya bunga krisan sehingga dapat dihasilkan hasil panen bunga yang lebih berkualitas dengan waktu yang lebih singkat.

    DAFTAR PUSTAKA

     

    Agoes, D. 1994. Aneka Jenis Media Tanam dan Penggunaanya. Penebar Swadaya. Jakarta

    Anonymous. 2007. Media Tanam untuk Tanaman Hias. Penebar Swadaya. Jakarta

    Hardjowigeno. 1987. Ilmu Tanah. Mediantama Sarana Perkasa. Bogor

    Hasim dan Reza. 1995. Krisan. Penebar Swadaya. Jakarta

    Soedijanto. 1982. Bercocok Tanam. CV. Yasaguna. Jakarta

    06/26/2011 Posted by | Uncategorized | Tinggalkan komentar

    LAPORAN PKL BATU BARA

    BAB I

    PENDAHULUAN

     

    1.1 Latar Belakang

    Pada masa otonomi khusus (Otsus) yang sedang berlangsung di Provinsi Papua memberikan dampak positif dalam perkembangan pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi yang ada di Papua. Pendidikan itu merupakan salah  satu prioritas utama yang harus dikembangkan karena pendidikan merupakan kunci dari pembangunan daerah. Di dalam pendidikan di perguruan tinggi mahasiswa dituntut untuk menguasai setiap bidang ilmu pengetahuan yang ditekuninya dan mahasiswa harus mengikuti semua tahapan-tahapan yang ditetapkan diperguruan tinggi untuk menyelesaikan study.

    Praktek Kuliah Lapangan merupakan suatu syarat yang harus dilalui oleh setiap mahasiswa/i yang berada di perguruan tinggi sebelum mereka mengerjakan Tugas Akhir (TA) atau Skripsi dalam rangka untuk menyelesaikan study di perguruan tinggi. Sesuai dengan perihal tersebut maka kami dari mahasiswa Teknik Pertambangan Universitas Cenderawasih juga melalui tahapan tersebut.

    Praktek Kerja Lapangan yang dilakukan ini bertujuan untuk meninjau cadangan dan penyebaran batubara di Kampung Aisa Distrik Aifat Timur Kabupaten Sorong Selatan. Mengingat daerah ini memiliki kandungan batubara yang sangat tinggi, sehingga dirasa perlu oleh penulis untuk melakukan peninjauan disana.

    Sangat diharapkan melalui hasil peninjauan cadangan dan penyebaran batubara di Kampung Aisa Distrik Aifat Timur Kabupaten Sorong Selatan ini dapat membantu pemerintah kabupaten sorong selatan dalam merencanakan penambangan batubara disana serta memberikan penjelasan kepada masyarakat yang berada di lokasi tersebut.

    1.2 Perumusan Kegiatan

    Berdasarkan uraian di atas, maka kegiatan difokuskan pada :

    1. Bagaimana cara melakukan pengukuran untuk mengetahui Penyebaran endapan batubara pada daerah penelitian serta pangambilan sampel.
    2. Bagaimana cara melakukan pengolahan data dari hasil pengukuran dilapangan serta proses penggambaran peta penyebaran endapan batubara pada daerah penelitian.

    1.3 Tujuan Praktek

    Tujuan dari mahasiswa untuk melakukan praktek kerja lapangan ialah :

    1. Mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari di kampus tentang  cadangan dan penyebaran bahan galian di suatu daerah penambangan.
    2. Mengetahui lokasi penyebaran dan jenis endapan batubara secara langsung di lapangan.
    3. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan khususnya dalam peninjauan cadangan dan penyebaran batubara.

    1.4 Lokasi dan Kesampaian Daerah

    Secara administrasi letak lokasi penelitian berada pada pada Kampung Aisa Distrik Aifat Timur, Distrik baru hasil pemekaran dari Distrik Aifat induk yang berkedudukan di Kampung Kumurkek.

    Lokasi penelitian ini dapat dijangkau dengan perjalanan dari Kota Jayapura ke Kota Sorong dengan menggunakan kapal laut atau bisa menggunakan jasa pesawat terbang menuju Kota Sorong. Sedangkan dari Kota Sorong menuju Aifat Timur melalui jalan darat Sorong-Ayamaru-Aifat dengan menggunakan kendaraan roda empat melewati Distrik Ayamaru seterusnya sampai ke sungai Kamundan dengan jarak tempuh 11 jam. Selanjutnya untuk sampai ke Kampung Aisa bisa menggunakan sejenis perahu ketenten melalui sungai Kamundan dan bisa juga melewati jalan darat Kamat-Ayata dan selanjutnya sampai ke Kampung Aisa dengan jarak tempuh satu hari berjalan kaki.

    Daerah Aisa ini sendiri terletak paling timur di Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Irian Jaya Barat. Secara Geografis daerah ini terletak antara 01° 19’ 54,45’’ LS – 01° 21’ 12,81’’ LS  dan 130° 39’ 26,66’’ BT – 130° 43’ 36,06’’ BT. Dengan batas-batas wilayah Kampung Aisa adalah sebagai berikut:

    1. Sebelah Timur Kampung Aisa berbatasan dengan Kampung Ormu.
    2. Sebelah Barat Kampung Aisa berbatasan dengan Kampung Tahsi Mara.
    3. Sebelah Utara Kampung Aisa berbatasan dengan Kampung Ayawasi.
    4. Sebelah Selatan Kampung Aisa berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Teluk Bintuni.

    1.5 Profil Perusahaan

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    1.6 Waktu Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

    Adapun waktu yang direncanakan untuk melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yaitu selama 3 bulan, mulai dari bulan Januari tahun 2008 sampai bulan maret tahun 2008. Praktek Kerja Lapangan (PKL) dibagi dalam dua kegiatan yaitu :

    1.  Kegiatan pengambilan data lapangan yang dilakukan selama 1 bulan
    2. Kegiatan pengolahan data, penggambaran peta serta penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dikerjakan selama 2 bulan.

    BAB II

    DASAR TEORI

     

    2.1 Pengertian Batubara

    Batubara adalah benda padat berwarna coklat hingga hitam, kekerasannya kurang dari 3 skala mohs disebut ‘’Paytogenous rock’’  atau batuan  berasal dari diagnesia tumbuhan (flora) sebagai mineral energy berupa batuan yang dapat dibakar membara dan memberikan energi panas berkomposisi organic maseral sedikit mineral dengan penyusun unsur utama yaitu karbon (C), serta sedikit unsur oksigen (O), hidrogen (H), dan nitrogen (N). Sifat kimia berbagai jenis batubara ditentukan oleh jenis dan jumlah unsur  kimia yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan asalnya (PABA 1982).

    Adapun beberapa unsur dan kondisi yang menyebabkan suatu tumbuh-tumbuhan itu bisa  berubah menjadi batubara antara lain yaitu:

    – Bakteri pembusuk

    – Temperature

    – Waktu

    – Tekanan

    Waktu pemanasan juga merupakan hal yang berpengaruh terhadap tingkat pematangan batubara, dimana waktu pemanasan yang lebih lama akan menghasilkan tingkat pematangan batubara yang lebih tinggi. Oleh karena itu batubara yang berumur lebih tua akan mempunyai tingkat pembatubaraan (Coalitification) yang lebih tinggi.

    Tekanan juga merupakan pengaruh terhadap proses pematangan batubara, hanya saja pengaruhnya relative kecil bila dibandingkan dengan temperature dan waktu dalam hal ini tekanan hanya berfungsi untuk memadatkan bahan organic dan menekan keluar kandungan air yang ada di dalam batubara.

    Perubahan komposisi kimia jenis batubara mulai dari jenis gambut (Peat) sampai pada jenis antrasit disebut tingkatan batubara (Coal rank). Tingkatan atau peringkat batubara dapat ditentukan dengan berpedoman pada beberapa parameter yang sangat penting diantaranya adalah analisis ultimat dan analisis proksimat.

    2.2 Cara Terbentuknya Batubara

    Batubara terbentuk sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan  waktu  yang  sangat lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) yang dipengaruhi oleh proses fisika dan kimia ataupun keadaan geologi.  Komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. hal ini mudah cdimengerti karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses pembatubaraan (coalification).

     Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :

    Apabila jaringan tumbuhan dibakar dalam suasana reduksi, yaiitu dengan cara sesudah jaringan tumbuhan disulut dengan api kemudian diatas tumpukan ditutup tanah agar tidak berhubungan dengan udara luar (agar jaringan tumbuhan tidak terbakar) maka jaringan tumbuhan (kayu) akan menjadi arang kayu. Agar nyala api yang ada di dalam kayu mati, maka kayu tersebut segera disiram dengan air sehingga terbentuknya arang kayu. Makin keras kayu yang dipergunakan sebagai bahan baku, arang kayu yang dihasilkan mutunya makin baik. Komposisi kimia utama arang kayu serupa dengan komposisi kimia utama batubara. Perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai hasil rekayasa dan inovasi manusia selama jangka waktu yang pendek, dengkan batubara terbrntuk oleh proses alam selama jangka waktu ratusan hingga ribuaan juta tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses alam, maka banyak parameter yang akan berpengaruh pada pembentukan batubara. Makin tinggi intensitas parameter yang berpengaruh makin tinggi mutu barubara yang terbentuk.

    2.3 Tempat Terbentuknya Batubara

                  Berdasarkan tempat terbentuknya batubara, maka ada dua teori yang menjelaskan tentang terbentuknya batubara dialam ini yaitu: teori insitu dan teori drift (Krevelan, 1993).

    1. a.      Teori Insitu

    Teori insitu menjelaskan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terbentuknya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan tersebut mati, namun belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification.

    Jenis batubara ini mempunyai penyebaran yang luas dan merata serta kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relative kecil. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara seperti ini di Indonesia terdapat di Muara Enim Sumatera Selatan (Sukandarrumidi, 1995).

    1. b.     Teori Drift

                Teori ini menjelaskan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang atau lapisan batubara yang terbentuk jauh dari tumbuh-tumbuhan asal itu berada.

                Proses pembentukan batubara ini dimana tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan diangkat oleh air dan berakumulasi disuatu tempat yang tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses cilification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas dan kualitasnya kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama proses pengakutan dari tempat asal ke tempat sedimentasi. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara seperti ini, di Indonesia terdapat di Delta Mahakam Purba, Kalimantan Timur (Sukandarrumidi, 1995).

    2.4 Proses Pembentukan Batubara

    Batubara berasal dari sisa tumbuhan yang mengalami proses pembusukan, pemadatan yang telah tertimbung oleh lapisan diatasnya, pengawetan sisa-sisa tanaman yang dipengaruhi oleh proses biokimia yaitu pengubahan oleh bakteri. Akibat pengubahan oleh bakteri tersebut, maka sisa-sisa tumbuhan kemudian terkumpul sebagai suatu masa yang mampat yang disebut gambut (Peatification) terjadi karena akumulasi sisa-sisa tanaman tersimpan dalam kondisi reduksi didaerah rawa dengan system draenase yang buruk yang mengakibat selalu tergenang oleh air, yang pada umumnya mempunyai kedalaman 0,5-1,0 meter. Gambut yang telah terbentuk lama-kelamaan tertimbung oleh endapan-endapan seperti batulampung, batulanau dan batupasir. Dengan jangka waktu puluhan juta tahun sehingga gambut ini akan mengalami perubahan fisik dan kimia akibat pengaruh tekanan (P) dan temperature (T) sehingga berubah menjadi batubara yang dikenal dengan oroses p-embatubaraan (Coalitification) pada tahap ini lebih dominan oleh proses geokimia dan proses fisiska  (Stch, dkk, 1982).

    Proses geokimia dan fisika berpengaruh besar terhadap pematangan batubara yaitu perubahan gambut menjadi batubara lignit, batubara bituminous, sampai pada batubara jenis antrasit.

    Pematangan bahan organic secara normal terjadi dengan cepat apabila endapannya terdapat lebih dalam, hal ini disebabkan karena temperature bumi semakin dalam akan semakin panas.

    Proses pengubahan tumbuh-tumbuhan menjadi batubara ini dikkenal dengan cualitification. Dengan urutan zat yang dihasilkan berupa tumbuh-tumbuhan yaitu mulai dari:

    – Gambut (Peat)

    – Lignit

    – Sub Bituminous

    – Bituminous

    – Semi Antrasit

    – Antrasit

    – Meta Antrasit

    Urutan proses pembentukan batubara tersebut secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:

    1. a.      Peat (Gambut)

               Peat atau gambut adalah tumbuh-tumbuhan yang mati dan mengalami pembusukan dan tercampur dalam paya yang dikenal dengan peat (gambut). Jumlah air dalam gambut ini sangat besar dan jumlah kandungan air tersebut berkisar antara 80-90 % ketika baru ditambang dari paya. Penggunaannya sebagai bahan bakar dalam timber karena akan menghasilkan nyala yang lebih panjang dengan suhu yang relative rendah (Pitojo. S, 1983).  Berdasarkan lingkungan tumbuhan dan pengendapan gambut di Indonesia dapat dibagi atas dua jenis yaitu:

    •  Gambut Ombrogenus, yaitu gambut yang kandungan airnya hanya berasal dari air hujan. Gambut jenis ini dibentuk dalam lingkungan pengendapan dimana tumbuhan pembentuk dimasa hidupnya hanya tumbuh dari air hujan, sehingga kadar abunya adalah asli (Inherent) dari tumbuhan itu sendiri.
    •  Gambut Topogenus, yaitu gambut yang kandungan airnya berasal dari air permukaan. Jenis gambut ini diendapkan dari sisa tumbuhan yang semasa hidupnya tumbuh dari pengaruh air permukaan tanah, sehingga kadar abunya juga dipengaruhi oleh bagian yang terbawa oleh air permukaan tersebut.

    Daerah gambut topogenus lebih bermanfaat untuk lahan pertanian bial dibanding dengan daerah gambut ombrogenus karena gambut topogenus mengandung lebih banyak nutrisi.

    1. b.     Lignit

               Lignit yaitu suatu nama yang digunakan pada tahap pertama lapisan Brown Coal. Pada umumnya lignit mengandung material kayu yang sedikit mempunyai struktur yang lebih kompak bila dibandingkan dengan gambut.

               Lignit mempunyai warna yang berkisar antara coklat sampai kehitaman, lignit segar mempunyai kandungan air antara 20-45 % dan nilai bakar 3056-4611 kal/gram, sedangkan lignit yang bebas air dan abu berkisar antara 5566-111 111 kal/gram (Pitojo. S, 1983).

    1. c.      Batubara Sub Bituminous

               Jenis batubara ini berwarna hitam mengkilap dan mempunyai kilapan logam. Batubara ini saat ditambang kandungan air yang terkandung mencapai 45 % dan mempunyai nilai kalor bakar sangat rendah, kandungan karbon sedikit, kandungan abu banyak dan kandungan sulfur yang banyak.

    1. d.     Batubara Bituminous

               Batubara bituminous merupakan jenis batubara yang terpenting dan dipakai sebagai bahan bakar karena memiliki nialai kalor, kandungan karbon yang relative tinggi, sedangkan kandungan air, kandungan abu, dan kandungan sulfur yang relative rendah. Jenis batubara ini juga digunakan sebagai bahan bakar dalam pembuatan kokas dan pabrik gas.

    1. e.      Batubara Semi Antrasit

               Batubara semi antrasit ini merpakan batubara yang memiliki sifat antara batubara bitumen yang mempunyai kandungan zat terbang rendah disbanding dengan batubara antrasit yang mempunyai zat terbang yang tinggi berkisar antara 6-14 %. Batubara ini mudah terbakar dan warna nyalanya sedikit kekuning-kuningan.

    1. f.        Batubara Antrasit

               Batubara antrasit biasanya disebut batubara keras (hard coal) penamaan ini berdasarkan atas dasar kekerasan dan juga kekuatannya antrasit. Batubara antrasit ini mudah untuk ditambang karena letak lapisan didalam kerak bumi yang tidak pasti, dimana letak lapisannya kadang-kadang tegak dan kadang-kadang juga vertical bahkan kadang-kadang juga berlekuk. Sifat barubara ini ditentukan dari derajat kilap atau warna.

    Batubara antrasit mempunyai nilai kalor dan kandungan karbon sangat tinggi dan memiliki kandungan air atau sulfur yang relative rendah dan kandungan zat terbang tinggi berkisar antara 8,0 %.

    1. g.      Meta Antrasit

               Batubara Meta Antrasit adalah batubara dengan kelas yang sangat tinggi dimana nilai kalorinya sangat tinggi, berkisar antara 8000-9000 kalori.  Kadara air (Water content) sangat kecil kurang dari 1  %, warna hiam mengkilat, pecahan concoidal, tidak mengotori tangan bila dipegang, menghasilkan api yang biru bila dibakar, tidak mengeluarkan asap, tidak berbau, kadar abu dan sulfur juga sangat rendah. Batubara jenis ini  adalah antrasit yang mengalami pengaruh tekanan dan suhu yang tinggi akibat proses tektonik maupun aktivitas vulkanik yang ada di dekat endapan. Batubara jenis ini terdapat di daerah Pensylvania, Amerika Serikat.

    2.5.          Reaksi Pembentukan Batubara

    Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati, komposisi utama terdiri dari cellulose. Proses pembentukan batubara dikenal sebagai proses pembatubaraan (coalification). Factor fisika dan kimia yang ada di alam akan mengubah cellulosa menjadi lignit, subbitumina, bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai berikut :

                      5(C6H10O5)                       C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO

                 Cellulose                           lignit          gas metan

          Keterangan :

    • Cellulosa (senyawa organik), merupakan senyawa pembentuk batubara.
    • Unsur C pada lignit jumlahnya relatif  lebih sedikit dibandingkan jumlah unsur C pada bitumina, semakin baik kualitasnya.
    • Unsur H pada lignit jumlahnya relatif banyak dibandigkan jumlah unsur H pada bitumina, semakin banyak unsur H pada lignit semakin rendah kualitasnya.
    • Senyawa gas metan (CH4) pada lignit jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan bitumina, semakin banyak (CH4) lignit semakin baik kualitasnya.

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    BAB III

    PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

    3.1 Perencanaan Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

    Sebelum melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan, maka hal utama yang harus dilakukan dalam perencanaan adalah :

    1. Pemilihan judul dan lokasi praktek kerja lapangan (PKL)

    Agar pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan terarah, maka mahasiswa/i diharuskan memilih judul dan lokasi Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang akan diajukan ke jurusan / program study.

          Pemilihan judul dan lokasi pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) harus sesuai dengan kemampuan dan daya jangkau dari mahasiswa sehingga tidak menjadi hambatan dalam melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

    1. Konsultasi judul dan lokasi PKL ke jurusan / program study

    Judul dan lokasi yang telah dipilih oleh mahasiswa/i harus dikonsultasikan ke jurusan / program study untuk diketahui dan mendapat persetujuan sehingga mahasiswa dapat melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

    1. Pengurusan persyaratan yang berkaitan dengan kegiatan PKL

    Setelah judul dan lokasi Praktek Kerja Lapangan (PKL) disetujui oleh jurusan / program study, maka mahasiswa di haruskan untuk melengkapi semua persyaratan yang ditetapkan oleh jurusan/program study. Mahasiswa juga harus mengurus surat pengantar dari Fakultas yang akan ditujukan ke Perusahaan atau Instansi tempat mahasiswa melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

    3.2 Persiapan Perlengkapan Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

    Sebelum mahasiswa/i melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL), mahasiswa/i harus mempersiapkan perlengkapan yang akan digunakan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan di lapangan. Ada beberapa perlengkapan yang harus disiapkan, yaitu :

    1. Peta topografi daerah Praktek Kerja Lapangan (PKL)
    2. Peralatan dan bahan yang digunakan
      1. Global Positionen Sistym (GPS)
      2. Kompas geologi type Bruntown
      3. Roll meter
      4. Papan datar (Clip board)
      5. Alat tulis (pensil dan buku catatan lapangan)
      6. Kantung sampel
      7. Larutan HCL (larutan kimia)

    3.3 Pelaksanaan Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

    Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilakukan di Kampung Aisa Distrik Aifat Timur dibagi dalam 2 tahap, yaitu :

    1. Pengukuran dan pengambilan sampel endapan batubara.
      1. Pengukuran penyebaran endapan batubara

    Proses pengukuran penyebaran endapan batubara, yaitu :

    1. Pengukuran arah dan kemiringan (Strike/Dip)

    Pengukuran arah dan kemiringan bertujuan untuk mengetahui berapa sudut (°), arah dan kemiringan dari endapan batubara. Pengukuran Strike/ Dip dilakukan dengan menggunakan Kompas geologi type Bruntown.

    Cara pengukuran Strike/Dip yaitu : kompas geologi diletakkan di atas endapan batubara yang permukaannya datar atau juga dapat dilakukan dengan bantuan papan datar untuk menahan kompas dengan posisi miring, setelah itu pastikan gelembung udara sudah masuk pada nivo tabung yang berada di dalam kompas geologi, lalu lakukan pembacaan arah dan kemiringan dari endapan batubara tersebut pada kompas geologi.

    1. Ploting posisi atau stasiun singkapan batubara pada peta lintasan yang terdapat di dalam GPS.

    Ploting posisi dilakukan untuk menentukan letak atau posisi singkapan endapan batubara pada setiap stasiun untuk mengetahui letak titik koordinat yang nantinya digunakan pada penggambaran peta penyebaran endapan batubara.

            Cara melakukan ploting posisi menggunakan bantuan GPS yaitu : sebelum melakukan perjalan GPS sudah diaktifkan sehingga dapat mengontrol lintasan perjalanan yang dilakukan. Apabila sampai pada stasiun dimana terdapat singkapan batubara maka langsung dilakukan ploting posisi peta lintasan perjalanan yang terdapat di dalam GPS.

    1. Pengambilan Sampel Endapan Batubara

                Pengambilan sampel dilakukan untuk keperluan  pengujian kadar kalori yang terkandung di dalam batubara tersebut di Laboratorium, agar dapat mengetahui berapa nilai kalor dari sampel tersebut

    Cara pengambilan sampel adalah sebagai berikut :Sampel yang diambil harus berukuran segenggam tangan orang dewasa. Sampel tersebut dimasukan ke dalam kantung sampel supaya sampel tersebut terlindung udara bebas.

    1. Pengolahan data  penggambaran peta penyebaran endapan batubara.
      1. Pengolahan data pengukuran

    Data-data hasil survey endapan batubara yang telah dilakukan harus dilakukan pengolahan data tersebut sehingga menghasilkan suatu data pengukuran yang nantinya akan digunakan untuk penggambaran peta penyebaran endapan batubara.

    1. Penggambaran Peta Penyebaran Endapan Batubara

    Apabila pengolahan data telah selesai dikerjakan, maka dapat dilanjudkan pada penggambaran peta penyebaran batubara. Penggambaran peta harus berpatokan pada pengolahan data yang telah diolah terlebih dahulu. Penggambaran peta penyebaran batubara bertujuan untuk mengetahui seberapa luas daerah penyebaran batubara dan juga bagaimana arah penyebaran dari batubara tersebut.

    BAB IV.

    DISKUSI

    4.1 Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan praktek kerja lapangan (PKL).

    Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan praktek kerja lapangan  adalah masalah cuaca yang kurang baik (hujan) dan juga topografi daerah lintasan karena pengukuran dilakukan di darat dan di daerah pinggiran sungai sehingga apabila hujan akan mempengruhi pengukuran penampang di tepian sungai karena banjir.

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    BAB V.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

      Berdasarkan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) tentang Penyebaran Endapan Batubara di Kampung Aisa Distrik Aifat Timur Kabupaten Sorong Selatan, maka dapat disimpulkan bahwa ::

    1. Mahasiswa dapat mengikuti serta mengerti proses pengukuran dan pengambilan data di lapangan yang berkaitan dengan penyebaran endapan batubara.
    2. Mahasiswa dapat melakukan pengolahan data hasil pengukuran di lapangan dan juga dapat melakukan penggambaran peta penyebaran endapan batubara.
    3. Mahasiswa dapat mengetahui seberapa luas daerah penyebaran endapan batubara di lokasi praktek. Hal ini merupakan tujuan yang mendorong mahasiswa melakukan  Praktek Kerja Lapangan (PKL).
    4. Hasil Praktek Kerja Lapangan (PKL) dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Sorong Selatan dalam merencanakan penolahan tambang batubara di daerah tersebut, dan juga dapat memberikan pengertian kepada masyarakat setempat bahwa mereka memiliki sumber daya alam terutama batubara yang sangat besar.

    5.2 Saran

    Berdasarkan penulisan laporan ini, maka dapat disarankan bahwa :

    1. Pemerintah daerah Kabupaten Sorong Selatan dalam melakukan penambangan batubara di daerah Aisa Distrik Aifat Timur harus dilakukan dengan perencanaan yang baik sehingga dapat menigkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
    2. Jurusan/Program study harus konsekwensi dengan waktu pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) sehingga mahasiswa tidak terlambat dalam melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang akan menimbulkan permasalahan sendiri.

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    LAMPIRAN

     

     

    DAFTAR PUSTAKA

    06/17/2011 Posted by | Uncategorized | 1 Komentar

    LAPORAN MAGANG TANAMAN KRISAN

    I. PENDAHULUAN

     

    1.1. Latar Belakang

                Tanaman hias merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai prospek agribisnis yang cukup besar di Indonesia. Salah satu dari tanaman hias tersebut adalah tanaman krisan. Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat) termasuk salah satu jenis tanaman hias yang banyak digemari oleh masyarakat karena mempunyai warna, ukuran, dan bentuk bunga menarik, serta tanaman krisan dapat bertaan kurang lebi 14 hari. Krisan termasuk jenis bunga potong penting dunia, karena macam jenisnya beraneka ragam. Krisan memiliki 55 varietas yang ada d seluruh dunia.

                Seiring dengan terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat maka permintaan akan tanaman hias, khususna bunga potong juga mengalami peningkatan. Bunga potong krisan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan prospek yang cukup baik. Bunga krisan (Chrysanthemum morifolium ramat). merupakan salah satu spesiaes yang sangat populer dan tumbuh sebagai penghias tanaman dan sebagai bunga pot atau bunga potong. Menurut Wijayakusuma (2000), krisan dapat juga dimanfaatkan sebagai tanaman obat dan tanaman penghasil racun serangga alami.

                Permintaan konsumen terhadap bunga krisan (Chrysanthemum morifolium ramat)  yang terus meningkat, telah memacu para petani dan pengusaha bunga hias terutama krisan terus meningkatkan produksinya. Hal ini dilihat dari penjualan bunga krisan (Chrysanthemum morifolium ramat) di Pasar Rawa Belong, mulai dari 2007 sampai 2009 yaitu 399,25, 412,68 dan 422,50 (dalam juta tangkai). Permintaan tersebut ternyata tidak hanya tertuju pada kuantitas saja, melainkan juga jenis dan kualitas bunga. Kendala petani krisan dalam sistem produksi krisan yaitu kurang tersedianya bibit bermutu, rendahnya daya adaptasi varietas introduksi terhadap kodisi lingkungan fisik indonesia serta keterbatasan penggetahuan tentang teknik budidaya. Upaya peningkatan produksi krisan dalam negeri perlu dilakukan melalui penanganan yang memadai, supaya dimasa mendatang tanaman krisan ini diharapkan mampu menjadi komoditas andalan nasional sebagai penghasil devisa negara. Upaya tersebut perlu didukung dengan perbaikan sistem usaha yang menguntungkan dari pemerintah, sehingga petani termotivasi untuk melestarikan usaha tanaman krisan.

                Selain itu kendala penanaman tanaman krisan di Indonesia dibutuhkan modifikasi-modifikasi lingkungan agar tanaman dapat tumbuh, mulai dari green house, menambakan sinar dari lampu, hingga suhu lingkungan. Teknik kultur invitro merupakan metode perbanyakan tanaman dengan mengisolasi bagian tanaman serta menumbuhkanya dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman dengan jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, serta memiliki kualitas, tumbuh degan tempo yang reatif cepat di bandingankan dengan konvensional. Menyediakan bibit yang berkualitas serta memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit.

    1.2. Identifikasi Masalah

    1. Bagaimana perkembangan regenerasi tanaman krisan (Chrysanthemum morifolium ramat) dalam kultur in vitro.

    2.    Bagaimana proses kultur in vitro pada tanaman krisan (Chrysanthemum morifolium ramat).

    3.    Bagaimana pengaruh media dalam meregerasi tanaman krisan (Chrysanthemum morifolium ramat) pada kultur in vitro.

    1.3. Tujuan

                Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pelakdanaan PKL adalah:

    1. Untuk mengetahui perkembangan regerasi tanaman krisan (Chrysanthemum morifolium ramat) dalam kultur in vitro.

    2.  Untuk mengetahui proses kultur in vitro pada tanaman krisan (Chrysanthemum morifolium ramat).

    3. Untuk mengetahui pengaruh media dalam meregenerasi tanaman krisan (Chrysanthemum morifolium ramat) pada kultur in vitro.

    II DASAR TEORI

     

    2.1. Tanaman Krisan

                Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu dengan sebutan lain Seruni atau Bunga emas (Golden Flower) berasal dari dataran Cina. Krisan kuning berasal dari dataran Cina, dikenal dengan Chrysanthenum indicum (kuning), C. Morifolium (ungu dan pink) dan C. daisy (bulat, ponpon). Di Jepang abad ke-4 mulai membudidayakan krisan, dan tahun 797 bunga krisan dijadikan sebagai simbol kekaisaran Jepang dengan sebutan Queen of The East. Tanaman krisan dari Cina dan Jepang menyebar ke kawasan Eropa dan Perancis tahun 1795. Tahun 1808 Mr. Colvil dari Chelsa mengembangkan 8 varietas krisan di Inggris. Jenis atau varietas krisan modern diduga mulai ditemukan pada abad ke-17. Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800. Sejak tahun 1940, krisan dikembangkan secara komersial (Rukmana dan Mulyana, 1997).

    Di beberapa negara tanaman krisan memiliki arti yang beraneka ragam, di Jepang, Korea dan Cina bunga krisan putih menunjukkkan bunga duka cita. Di Eropa seperti Italia, Perancis, Polandia, Spanyol dan Kroasia, krisan merupakan simbol kematian dan hanya digunakan untuk pengkuburan. Di Amerika Serikat bunga krisan diguanakan untuk menunjukkan kebahagiaan dan semangat. Pada beberapa negara krisan menunjukkan kasih sayang, seperti di Australia krisan digunakan ketika “hari ibu”. Serta yang paling menarik tanaman krisan disebut juga bunga November.

    2.2. Klasifikasi  Tanaman Krisan

    Kingdom      : Plantae
    Divisi            : Spermatophyta
    Subdivisi       : Angiosperms
    Order            : Asterales
    Family           : Asteraceae
    Tribe             : Anthemideae
    Genus           : Chrysanthemum
    Type spesies : Chrysanthemum indicum L
    Spesies          : Chrysanthemum morifolium ramat

    (W ijayakusuma, 2000)

    2.3. Morfologi Tanaman Krisan

                Tanaman krisan merupakan tanaman semusim (anual) yang berkisar 9-12 hari tergantun varietas dan lingkungan tempat menanamnya. Tanaman krisan dapat dipertahankan hingga beberapa tahun bila dikehendaki, tetapi bunga yang dihasilkan biasanya jauh menurun kualitasnya (Hasyim dan rexa, 1995). Menurut Rukmana (1997), tanaman krisan tumbuh menyemak setinggi 30-200 cm, sistem perakarannya serabut yang keluar dari batang utama. Akar menyebar kesegala arah pada radius dan kedalaman 50-70 cm atau lebih. Batang tanaman krisan tumbuh agak tegak dengan percabangan yang agak jarang, berstruktur lunak, dan berwarna hijau tetapi bila dibiarkan tumbuh terus, batang berubah menjadi keras (berkayu) dan berwarna hijau kecoklatan, serta berdiameter batang sekitar 0,5 cm.

                Bunga krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam tangkai berukuran pendek sampai panjang, serta termasuk bunga lengkap. Bunga krisan merupakan bunga majemuk yag terdiri atas bunga pita dan bunga tabung. Pada bunga pita terdapat bunga betina (pistil), sedangkan bunga tabung terdiri atas bunga jantan dan bunga betina (biseksual) dan biasanya fertil (kofranek, 1980).

    2.4. Syarat-Syarat Tumbuh

    2.4.1. Iklim

                   Tanaman krisan membutuhkan air yang memadai, tetapi tidak tahan terpaan air hujan. Oleh karena itu untuk daerah untuk cucah hujan tinggi penanaman dilakukan di dalam green house. Suhu toleran untuk tanaman krisan adalah 17­­­­0-300C, untuk daerah tropis seperti di Indonesia cocok menggunakan suhu 200-260C. Kelembaban yang dibutuhkan untuk tanaman krisan sangat tinggi ketika pembentukan akar, pada stek kelembabannya 90%-95%. Kemudian tanaman muda sampai tua kelembabannya 70%-80%, dengan sirkulasi udara yang memadai. Kadar CO2 di udara sekitar 3000 ppm, sedangkan kadar CO2 yang ideal untuk fotosintesis adalah 600-900 ppm. Untuk pembungaan membutuhkan lebih lama cahaya, dimana dapat menambah cahaya menggunakan bantuan TL dan lampu pijar. Penambahan penyinaran yang paling baik ketika tengah malam yaitu jam 22.30-01.00 dengan lampu 150 watt untuk 9 m2, dan lampu di pasang menggantung 1,5 m dari tanah. Periode pemasangan lampu dilakukan pada vegetativ (2-8 minggu) untuk merangsang pembentukkan bunga (Lukito, 1998).

    2.4.2. Media tanam dan ketinggian tempat

                   Untuk pertumbuhan tanaman yang optimum dibutuhkan media yang ideal, di mana tekstur media harus liat berpasir, subur, gembur dan memiliki drainase yang baik, serta tidak mengandung hama dan penyakit. Derajat keasaman media yang baik untuk petumbuhan tanaman adalah 5,5-6,7. Kemudian untuk ketinggian ideal untuk pertumbuhan tanaman sekitar 700-1200 m dpl (Rukmana dan Mulyana, 1997).

    2.5 Budidaya

    2.5.1.  Pembibitan

                   Bibit diperoleh dari tanaman indukan yang sehat, kualitas prima, daya tumbuh yang kuat, serta bebas dari hama dan penyakit. Pembibitan dilakukan secara vegatatif, yaitu dengan anakan, stek pucuk dan kultur in viro.

    2.5.1.1. Bibit asal anakan

                     Diperoleh dari tanaman yang sudah tua, yang biasanya anakan muncul d dekat akar atau bagian batang bawah.

    2.5.1.2. Bibit asal stek puncuk

                     Yaitu dengan menententukan tanaman yang sehat dan cukup umur, memilih tunas pucuk yang tumbuh sehat. Dengan diameter pangkal 3-5 mm, panjang 5 cm, mempunyai 3 helai daun dewasa berwarna hijau terang, potong pucuk tersebut. Kemudian langsung disemaikan atau disimpan dalam ruangan dingin bersuhu udara 4 derajat C, dengan kelembaban 30 % agar tetap tahan segar selama 3-4 minggu. Cara penyimpanan stek adalah dibungkus dengan beberapa lapis kertas tisu, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik rata-rata 50 stek.

    2.5.1.3. Bibit asal kultur in vitro

                     Yaitu menetukan mata tunas atau eksplan dan diambil dengan pisau silet, stelisasi mata tunas dengan sublimat 0,04 % (HgCL) selama 10 menit, kemudian bilas dengan air suling steril. mepenanaman dalam medium MS berbentuk padat. Hasil penelitian lanjutanperbanyakan tanaman krisan secara kultur jaringan:

    1. Medium MS padat ditambah 150 ml air kelapa/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 1,5 mg kinetin/liter, paling baik untuk pertumbuhan tunas dan akar eksplan. Pertunasan terjadi pada umur 29 hari, sedangkan perakaran 26 hari.

    2. Medium MS padat ditambah 150 ml air kelapa/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5 BAP/liter, kalus bertunas waktu 26 hari, tetapi medium tidak merangsang pemunculan akar.

    3. Medium MS padat ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5-0.2 mg kinetin/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5-2,0 BAP/liter pada eksplan varietas Sandra untuk membentuk akar pada umur 21-31 hari. Penyiapan bibit pada skala komersial dilakukan dengan dua tahap yaitu:

    a. Stok tanaman induk : Fungsinya untuk memproduksi bagian vegetatif sebanyak mungkin sebagai bahan tanaman Ditanam di areal khusus terpisah dari areal budidaya. Jumlah stok tanaman induk disesuaikan dengan kebutuhan bibit yang telah

    direncanakan. Tiap tanaman induk menghasilkan 10 stek per bulan, dan selama 4-6 bulan dipelihara memproduksi sekitar 40-60 stek pucuk. Pemeliharaan kondisi lingkungan berhari panjang dengan penambahan cahaya 4 jam/hari mulai 23.30–03.00 lampu pencahayaan dapat dipilih Growlux SL 18 Philip.

    b. Perbanyakan vegetatif tanaman induk.

    1. Pemangkasan pucuk yaitu, dilakukan pada umur 2 minggu setelah bibit ditanam, dengan cara memangkas atau membuang pucuk yang sedang tumbuh sepanjang 0,5-

    1 cm.

    2. Penumbuhan cabang primer. Perlakuan pinching dapat merangsang pertumbuhan tunas ketiak sebanyak 2-4 tunas. Tunas ketiak daun dibiarkan tumbuh sepanjang

    15-20 cm atau disebut cabang primer.

    3. Penumbuhan cabang sekunder. Pada tiap ujung primer dilakukan pemangkasan pucuk sepanjang 0,5-1 cm, pelihara tiap cabang sekunder hingga tumbuh

    sepanjang 10-15 cm.

    2.5.2. Pengolahan media tanam

                   Pengolahan menggunakan cangkul, tanah dicangkul sedalam 30 cm, kemudian dikering anginkan selama 15 hari. Setelah itu digeemburkan kedua kalinya dengan dibersihkan gulmanya, lalu di bentuk bedengan dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 20-30 cm, dengan panjang sesuai lahan yang ada, serta jarak antar bedengan yaitu 30-49 cm. Jika tanah mempunyai pH dibawah 5,5, maka diperlukan pengapuran menggunakan kapur pertanian seperti dolomit, zeagro atau kalsit. Kebutuhan kapur sesuai kadar pH yang ada dalam tanah, untuk pH 5 = 5,02 ton/ha, pH 5,2 = 4,08 ton/ha, pH 5,3 = 3,60 ton/ha, pH 5,4 = 3,12 ton/ha. Pengapuran dilakukan dengan cara disebar merata pada permukaan bedengan.

    2.6. Hama dan Penyakit

    2.6.1. Hama

    a. Ulat tanah (Agrotis ipsilon)

    o Gejala: memakan dan memotong ujung batang tanaman muda, sehingga pucuk dan tangkai terkulai.

    o Pengendalian: mencari dan mengumpulkan ulat pada senja hari dan semprot dengan insektisida.

    b. Thrips (Thrips tabacci)

    o Gejala: pucuk dan tunas-tunas samping berwarna keperak-perakan atau kekuning-kuningan seperti perunggu, terutama pada permukaan bawah daun.

    o Pengendalian: mengatur waktu tanam yang baik, memasang perangkap berupa lembar kertas kuning yang mengandung perekat, misalnya IATP buatan Taiwan.

    c. Tungau merah (Tetranycus sp)

    o Gejala: daun yang terserang berwarna kuning kecoklat-coklatan, terpelintir, menebal, dan bercak-bercak kuning sampai coklat.

    o Pengendalian: memotong bagian tanaman yang terserang berat dan dibakar dan penyemprotan pestisida.

    d. Penggerek daun (Liriomyza sp) :

    o Gejala: daun menggulung seperti terowongan kecil, berwarna putih keabuabuan yang mengelilingi permukaan daun.

    o Pengendalian: memotong daun yang terserang, penggiliran tanaman, dengan aplikasi insektisida.

    2.6.2. Penyakit

    1. Karat/Rust

    o Penyebab: jamur Puccinia sp. karat hitam disebakan oleh cendawan Pchrysantemi, karat putih disebabkan oleh P horiana P.Henn.

    o Gejala: pada sisi bawah daun terdapat bintil-bintil coklat/hitam dan terjadi lekukan-lekukan mendalam yang berwarna pucat pada permukaan daun bagian atas. Bila serangan hebat meyebabkan terhambatnya pertumbuhan bunga.

    o Pengendalian: menanam bibit yang tahan hama dan penyakit, perompesan daun yang sakit, memperlebar jarak tanam dan penyemprotan insektisida.

    2. Tepung oidium

    o Penyebab: jamur Oidium chrysatheemi.

    o Gejala: permukaan daun tertutup dengan lapisan tepung putih. Pada serangan hebat daun pucat dan mengering.

    o Pengendalian: memotong/memangkas daun tanaman yang sakit dan penyemprotan fungisida.

    3. Virus kerdil dan mozaik

    o Penyebab: virus kerdil krisan, Chrysanhenumum stunt Virus dan Virus Mozaoik Lunak Krisan (Chrysanthemum Mild Mosaic Virus).

    o Gejala: tanaman tumbuhnya kerdil, tidak membentuk tunas samping, berbunga lebih awal daripada tanaman sehat, warna bunganya menjadi pucat.

    o Penyakit kerdil ditularkan oleh alat-alat pertanian yang tercemar penyakit dan pekerja kebun.

    o Virus mosaik menyebabkan daun belang hijau dan kuning, kadang-kadang bergaris-garis.

    o Pengendalian: menggunakan bibit bebas virus, mencabut tanaman yang sakit, menggunakan alat-alat pertanian yang bersih dan penyemprotan insektisida untuk pengendalian vektor virus.

    2.7. Metode Kultur

                Kultur jaringan tanaman terdiri dari sejumlah teknik untuk menumbuhkan organ, jaringan dan sel tanaman. Jaringan dapat dikulturkan pada agar padat atau dalm medium hara cair. Kultur biasanya dimulai dengan menanamkan satu iris jaringan steril pada medium hara yang dipadatkan dengan agar. Dalam waktu 2-3 minggu akan terbentuk kalus. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan kalus dan kultur suspensi sel amat beragam, dan terutama bergantung pada jaringan eksplan dan komposisi medium kultur. Baik kultur kalus maupun kultur suspensi sel dapat diperoleh dari berbagai spesies. Kemudahan memulai kultur bergantung pada jenis tanaman dan asal jaringan (wetter and constabel, 1991).

    2.8. Media

                Kegiatan kultur jaringan sangat ditentukan dan tergantung oleh pilihan media yang digunakan. Dalam kultur jaringan menekankan lingkungan yang cocok agar eksplan dapat tumbuh dan berkembang. Lingkungan yang cocok, sebagian akan terpenuhi bila media yang akan dipilih mempertimbangan apa-apa yang diperlukan oleh tanaman. Secara umum kebutuhan nutrisi kebanyakan tanaman sama, tetapi secara khusus hal tersebut berbeda (Soeryowinoto dan Soeryowinoto, 1984).

    2.8.1. Garam organik

                   Garam anorganik yang diperlukan eksplan dalam kultur jaringan sama halnya dengan garam-garam organik yang diperlukan tanaman yang tumbuh normal di lingkungan alaminya. Beberapa garam organik yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah takaran banyak (milimole) dan dikenal sebagai unsur makro adalah N, K, S (anion) P, Ca, dan Mg (kation). Sedangkan unsur esensial yang kebutuhannya dalam takaran sedikit (mikromolar) dan disebut unsur mikro adalah Fe, Mn, Zn, B, Cu dan Mo (santoso dan nursandi, 2004).

    2.8.2. Sumber karbon dan energi

    Sumber karbon yang dianggap standar adalah sukrosa atau glukosa. Sukrosa umumnya digunakan pada kosentrasi 2-3 %, kebanyakan media mengandung miositol. Zat ini sesungguhnya bukan sesuatu yang mutlak harus ditambahkan, tetapi penambahan pada media kira-kira 100 mg/liter dapat meningkatkan pertumbuhan sel (santoso dan nursandi, 2004).

    2.8.3. Vitamin

    Tanaman normal melakukan sintetis vitamin untuk pertumbuhan dan perkembangan. Ketika sel-sel tumbuhan tinggi tumbuh didalam kultur, beberapa vitamin tidak terpennuhi atau jumlahnya kurang. Dalam penggunaan vitamin adalah kadar yang seharusnya ditambhakan ke dalam media adalah sangat randah, berkisar 0,1-0,5 mg/liter (wetter and constabel, 1991).

    2.8.4. Hormon tanaman

    Sitokinin dan auksin merupakan dua kelompok hormon tanaman yang sangat penting dan diperlukan dalam aktivitas kultur jaringan. Kedua hormon tersebut diperlukan untuk mendorong terjadinya pembelahan sel dan pembentukan  kalus. Tidak hanya sitokinin dan auksin yang digunakan, namun ada abcisic acid (santoso dan nursandi, 2004).

    2.8.5. N-Organik

    N-organik diperlukan untuk pada saat inisiasi kalus terjadi, atau digunakan untuk mempertahankan kultur kalus atau suspensi. Sumber-sumber dari n-organik adalah asam amino, glutamin, asparagin, dan adenin. Namun sumber n-organik tidak terlalu dianggap (santoso dan nursandi, 2004).

    III. METODE PELAKSANAAN

     

    3.1. Tempat

    Praktek kerja lapang (PKL) dilakasanakan di PT Inggu Laut Abadi laboratorium molekuler, dan ditempatkan pada laboratorium kultur in vitro. PT Inggu Laut Abadi terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur kilometer 17 jalan raya Bumi Aji-Sumber Brantas, yang berkedudukan di Desa Sumber Agung, Kecamatan Bumi Aji. Tempat ini berada pada ketinggian ± 1400 m dpl dengan luas lahan 3,5 hektar. Waktu pelaksanaan PKL dimulai pada tanggal 24 Januari 2011 sampai dengan 26 Februari 2011.

    3.2. Bahan dan Alat

    3.2.1. Alat

                   Alat yang digunakan dalam praktek kerja lapang menggunakan beberapa alat, diantaranya laminar air flow, autoklaf, oven, pisau klinis, tang, cawan petri, labu kultur, sumbat, pipet, serta lemari pendingin.

    3.2.2. Bahan

                   Bahan pada praktek kerja lapang menggunakan  beberapa bahan, diantaranya aquades, garam mineral dan senyawa organik, n-organik, dan agar.

    3.3. Pengumpulan Data

                Pengumpalan data yang berhubungan dengan regenerasi tanaman padi indica krisan pada kultur in vitro yaitu:

    1. Melakukan survey lapang di laboratorium kultur in vitro PT Inggu Laut Abadi
    2.  wawancara dengan pembimbing lapang dan staf pekerja/ karyawan.
    3. Melihat dokumen atau data yang berhubungan dengan regerasi tanaman krisan di kultur in vitro.

    3.4. Pengolahan Data

                Pada pengolahan data yang dilakukan dalam pelaksanaan PKL ini hanya menggunakan analisa deskriptif. Analisa deskriptif dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang regenerasi tanaman krisan pada kultur in vitro.

    3.5. Pengamatan

                Pengamatan yang dilakukan yaitu mengamati perkembangan planlet yang sudah di pindah ketiap media yang sudah disiapkan. Mengamati perkembangan akar serta tunas yang muncul serta mengamati kontaminasi yang terjadi pada proses regenerasi tanaman krisan. selain itu mengamati proses pembuatan media, sterilisasi hingga inkubasi.

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil

    4.1.2. Gambaran Umum Lokasi

    PT Inggu Laut Abadi merupakan perusahaan perseroan yang didirikan pada tanggal 10 Mei 2002, ini berdasarkan akta yang di terbitkan oleh Ny. Hartati Marsono, SH. Kemudian diperkuat di Pengaadilan negeri no.38605/tertanggal 27 mei 2002. Bentuk badan hukum Inggu Laut Abadi adalah Perseroan Terbatas (PT) yang memiliki surat ijin usaha perdagangan 0305/09-02/PB/V/2002. Pendiri dari perusahaan ini adalah keluarga besar Solo-Indroko, nama Inggu laut merupakan nama tanaman hias yaitu Lantana camara sp atau yang lebih kita kenal dengan nama “Tembelek”. Tembelek di Jawa Barat lebih dikenal dengan nama inggu laut, tanaman ini dapat ditemui di pinggir laut hingga daerah dataran tinggi. Tanaman tembelek merupakan tanaman yang dapat hidup di segala tempat, dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Inggu Laut digunakan sebagai nama, agar tanaman krisan dapat tumbuh dimana saja dari dataran rendah hingga tinggi seperti tanaman Lantana camara sp.

    Perusahaan ini pertama kali didirikan di Cipanas, Jawa Barat, yaitu mengambil alih dari usaha kecil yang mengalami kebangkrutan. Kebun Cipanas mulai beroperasi pada 1 Juli 2002,  pada lahan seluas 3600 m2. Budidaya tanaman krisan di PT. Inggu Laut Abadi dilakukan secara kultur in vitro, yang meliputi pengadaan tanaman hasil kultur dalam botol, bibit stek akar dan bunga potong krisan yang dihasilkan yaitu krisan standart dan krisan spray. Pemasaran bunga disalurkan ke Jakarta yaitu Pasar Bunga Rawa Belong, kemudian pada awal bulan Juni 2003 perusahaan mulai memperluas pemasaran ke Surabaya dan Bali. Untuk mempermudah dan meningkatkan produksi maka pada bulan Agustus 2003 di buka kebun baru yang terletak di Sumber Brantas, Kota Batu, dengan luas 1,6 hektar. Sistem organisasi PT Inggu Laut Abadi dikepalai oleh seorang Direktur Utam. Direktur wilayah Batu dibantu oleh Kepala Laboratorium dan Kepala Kebun, sedangkan Direktur Wilayah Cipanasdibantu Oleh Kepala Kebun.

    Untuk meningkatkan efisiensi kerja, maka perusahaan membagi dua kegiatan produksi besar pada setiap kebun, untuk kebun Batu ditentukan sebagai pusat kegiatan pangadaan bibit, budidaya tanaman hias dan pelatihan tenaga kerja. Sedangkan kebun Cipanas dikhususkan hanya pada kegiatan pusat budidaya tanaman hias baik bunga potong ataupun bunga pot. Hal ini diharapkan setiap kebun dapat berkonsentrasi dalam menjalankan tugasnya serta kairnya menghasilkan produk yang unggul.

                PT. Inggu Laut Abadi terletak di Jalan Sumber Brantas, Desa Junggo,  Kota Batu, Provinsi Jawa Timur, dengan ketinggian 1400 m dpl dengan suhu 200-230. Jenis tanahnya yaitu lempung berpasir, dengan topografi berbukit. Di sana  dilengkapi dengan fasilitas 26 mess, 27 green house (20 untuk pengadaan tanaman induk krisan, 2 untuk pembibitan krisan, 4 untuk tanaman gerbra, 1untuk tanaman anyelir), 1 aula, 1 gudang + rapat, 1 perpustakaan, 1 laboratorium kultur jaringan, 3 mobil, 2 motor, 1 motor tosa, alat pemupukan, dan dilahan terbuka ditanami mawar, song of india, philodendron, ruskus, lither leave, dan hortensia.

    PT. Inggu Laut Abadi memiliki karyawan yang berjumlah 27 orang dari berbagai latar belakang pendidikan yang berbeda (Tabel 1)

    Tingkat Pendidikan

    Jumlah Pegawai (orang)

    S2

    1

    S1

    3

    D3

    2

    D1

    S2

    SMK

    S1

    SMP

    D3

    SD

    1

    Jumlah

    27

    Tabel 1. Latar Belakang Pendidikan Karyawan PT. Inggu Laut Abadi

    4.1.2. Komoditas Tanaman yang Dibudidayakan

     Terdapat beberapa komoditas yang dibudidayakan di PT Inggu Laut, yaitu :

    1. Pembibitan bunga krisan yang dijual kepada petani dalam bentuk bibit yang sudah berakar dan siap tanam. Semua varietas dibibitkan dan dijual, untuk bibit siap jual yaitu tanaman yang sudah berakar atau berumur 14 hari setelah ditanam dalam sekam bakar.

    2. Bunga krisan potong dengan berbagai varietas.

    3. komoditas sampingan seperti bunga Mawar, Leather leaf, Song of India, Ruskus, Lily, Gerbera, Anyelir, Anthurium bunga, Philodendron, dll.

    Seperti perusahaan bunga potong lainnya yang terus meningkatkan produksinya sesuai permintaan pasar, saat ini perusahaan sedang meningkatkan produksinya dalam hal kualitas dan kuantitas.

    4.1.3. Sarana dan Prasarana pada Kultur In Vitro

    Perbanyakan tanaman secara kultur in vitro pada umumnya di lakukan di laboratorium. Laboratorium merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan suatu penelitian ataupun perbanyakan tanaman dengan teknik kultur in vitro. Keberadaan suatu laboratorium dengan ruangan dan peralatan yang cukup memadai sangat membantu terlaksananya suatu kegiatan. Biasanya penataan ruang-ruang, peralatan serta bahan dalam laboratorium disesuaikan dengan langkah-langkah prosedur kultur in vitro. Beberapa ruangan yang digunakan di laboratorium kultur in vitro PT Inggu Laut Abadi antara lain :

    a. Ruang persiapan

    Ruang ini digunakan untuk mempersiapkan bahan tanaman serta media kultur yang akan digunakan dalam kultur jaringan. Serta dilengkapi tempan menyimpan unsur mikro dan bahan media lain seperti air kelapa, yaitu lemari es.

    b. Ruang penimbangan dan penyimpanan bahan

    runag ini berfungdi sebagai tempat menimbang dan menyiapkan semua bahan-bahan kimia yang dibutukan dalam pembuatan media kultur in vitro. Bahan-bahan yang tersimpan diruangan ini adalah unsur-unsur hara makro, unsur-unsur hara mikro, Fe EDTA, hormon, sukrosa, vitamin, dan agar-agar. Timbangan yang digunakan adalah timbangan mikro biasa, sehingga dalam menimbang terdapat persyaratan-persyaratan. Diantaranya harus bebas dari getaran seperti arus angin, getaran dari mesin, dan getaran lainnya, karena akan mempengaruhi asil penimbangan. Ruangan ini juga dilengkapi rak-rak untuk menyimpan bahan-bahan kimia, ruangan ini dijaga sedikit gelap dan tetap sejuk.

    c. Ruang tanam (transfer)

    Dalam melakukan kultur jaringan hal yang diperlukakan dalam ruang tanam adalah aseptik, karena dalam ruangan ini dilakukan sterilisasi, isolasi dan penanaman eksplan pada media tanam. Ruangan ini dilengkapi berbagai alat, diantaranya : Laminar Air Flow Cabinet yang merupakan sarana mutlak dalam kultur jaringan, rak untuk menaruh media dan hasil tanam, alat-alat kerja tanam (bunsen, penjepit, pisau bedah, gunting, dll), meja, dan kursi.

     Gambar 1. Ruang tanam (transfer)

    d. Ruang Inkubasi

    ruangan ini merupakan  ruang untuk meletakkan botol-botol kultur jaringan untuk induksi atau inkubasi. Botol-botol kultur jaringan diletakkan di rak-rak bertingkat denngan panjang 150-200 cm, lebar 40-60 cm dan tinggi 200-300 cm. Kemudian jarak antar tingkat rak kurang lebih 60 cm, setiap tingkat dari masing-masing rak dilengkapi lampu neon 40 watt yang jaraknya 40-60 cm dari permukaan botol kultur jaringan. Ruangan ini juga dilengkapi oleh AC (Air Conditioner) dengan termperatur berkisar antara 160-250 C dengan kelembaban 50-60%.

    e. Green House

    Green house di PT Inggu Laut Abadi adalah rumah plastik yang digunakan untuk pembibitan, pembuatan bibit, tempat mother stock, sebagai eksplan, serta digunakan untuk pembungaan. Green house ini dibuat sedemikian rupa sehingga terbebas dari hama dan penyakit.

    4.1.4. Pembuatan Media

    Media yang digunakan untuk perbanyakan tanaman krisam melalui kultur jaringan menggunakan formula yang digunakan perusahaan Murashige dan Skoog (MS) dengan konsentrasi  MS ( lihat tabel 2). Pembuatan media 2 liter  MS padat diawali dengan menimbang semua unsur makro yaitu 3,3 g NH­4NO3; 3,8 g KNO3; 0,88 g CaCl2.2H2O; 0,74 g MgSO4.7H2O; 0,34 g KH3PO; 0,2 g Mio-Inositol; dan 60 g Gula Pasir. Kemudian bahan-bahan tersebut dimasukkan kedalam teko ukur bervolume ± 2 liter yang telah berisi sedikit aquades, lalu digoyang-goyangkan agar bercampur secara homogen. Selanjutnya larutan tersebut di tambah berbagai macam stok (lihat tabel 3), diantaranya ; 2 ml stok A, 20 ml stok B, 2 ml stok C, 2 ml stok D dan 2 ml stok E. Kemudian larutan tersebut dimasukkandalam teko yang berisi bahan makro lalu di campur dan volumenya di jadikan menjadi 2 liter.

    Larutan tersebut diaduk hingga menjadi homogen lalu diukur pHnya dengan menggunakan kertas lakmus atau pH meter, dan jangan lupa menambahkan arang aktif (NORIT) kedalam media serta agar-agar. Agar-agar yang digunakan adalah agar-agar yang mudah di peroleh ditoko klontong (Warung Kecil), dengan harga yang relatif lebih murah. pH yang ideal untuk media kultur jaringan adalah 5,8-5,9, media yang memiliki pH diatas 5,8-5,9 maka perlu ditambah HCl, begitu juga sebaliknya jika pHnya dibawah 5,8-5,9 maka media tadi ditambah NaOH. Kemudian campuran media tadi dimasukkan kedalam panci lalu dipanaskan diatas kompor gas dengan api sedang, diaduk terus hingga mendidih. Setelah mendidih kompor dimatikan lalu di masukkan kedalam botol kultur yang telah steril sebanyak ± 20 ml. Kemudian botol yang berisi larutan media langsung ditutup menggunakan plastik lalu diikat menggunakan karet. Setelah selesai mengisi botol berisi larutan media disterilisasi ulang menggunakan autoclave.

     

     

    Tabel 2. Komposisi Media MS
    Komposisi Media Pembuatan Media (liter)
    1 2 3
    Kimia Makro MS
    NH­4NO3 1,65 3,3 4,95
    KNO3 1,9 3,8 5,7
    CaCl2.2H2O 0,44 0,88 1,32
    MgSO4.7H2O 0,37 0,74 1,11
    KH3PO4 0,17 0,34 0,51
    Gula Pasir 30 60 90
    Kimia Mikro MS
    MnSO4.4H2O 0,0446 0,0892 0,1338
    ZnSO4.7H2O 0,0172 0,0344 0,0516
    H3BO3 0,0124 0,0248 0,0372
    KI 0,00166 0,00332 0,00498
    CuSO4.5H2O 0,00005 0,0001 0.00015
    NaMoO4.2H2O 0,0005 0,001 0,0015
    CoCl2.4H2O 0,00005 0,0001 0,00015
    FeSO4.7H2O 0,0054 0,0108 0,0162
    NaEDTA.2H2O 0,0746 0,1492 0,2238
    Vitamin
    Myo-Inositol 0,1 0,2 0,3
    Thiamine HCl 0,0001 0,0002 0,0003
    Nikotinik Acid 0,0005 0,001 0,0015
    Pyridoksin HCl 0,0005 0,001 0,0015
    Glycine 0,002 0,004 0,006
    Ket : Satuan dalam gram

     

     

     

    Tabel 3. Komposisi Stok

    Stok

    Komposisi

    A

    0,0005 g NaMoO4.2H2O; 0,0124 g H3BO3; 0,00005 g CoCl2.4H2O; 0,0172 g ZnSO4.7H2O; dan 0,00005 g CuSO4.5H2O.

    B

    0,0446 g MnSO4.4H2O dan 0,1 g Myo-Inositol

    C

    0,00166 g KI

    D

    0,0001 g Thiamine HCl; 0,0005 g Nikotinik Acid; 0,0005 g Pyridoksin HCl; dan 0,002 g Glycine

    E

    0,0054 g FeSO4.7H2O dan 0,746 g NaEDTA.2H2O

    4.1.5. Sterilisasi

    Sterilisasi merupakan hal yang wajib dilakukan dalam kultur in vitro, ini adalah penentuan keberhasilan kultur in vitro. Kegagalan dalam kultur in vitro disebabkan terkontaminasi bahan eksplan, media, alat-alat kultur, lingkungan kerja dan kecerobohan dalam pelaksanaan. Sterilisasi perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi.

    a. Sterilisasi alat dan botol kultur

    Botol-botol yang akan digunakan sebelumnya dicuci terlebih dahulu, pencucian dilakukan dengan merendam terlebih dahulu dengan  cup deterjen dan 1 tutup botol pemutih (lihat gambar 2). Perendaman berfungsi untuk mengilangkan noda dan kotoran-kotoran yang keras, agar menjadi mudah untuk di bersihkan. Perendaman dilakukakn selama 24 jam, lalu di bersihkan menggunakan busa atau sikat dan dibilas menggunakan air mengalir. Setelah dibilas botol ditaruh dinampan besar berukuran 60×40 cm, lalu dijemur dibawah sinar matahari hingga kering. Kemudian botol sebelum dimasuki media disterilkan terlebih dahulu menggunakan autoclave, terlebih dahulu botol ditutup menggunakan plastik dan diikat menggunakan karet. Kemudian botol-botol dimasukkan kedalam autoclave, selain itu alat-alat kultur seperti gunting, scalpel, pinset dan petridist serta erlenmeyer juga disterilisasi. Alat-alat tersebut disterilisasi dalam keadaan terbungkus kertas.

    b

    a

    Gambar 2. Perendaman botol kultur : a. Botol yang direndam; b. Tempat perendaman.

    Botol dan alat-alat kultur disterilisasi dengan dipanaskan di atas api hingga jarum petunjuk tekanan kearah angka 15 psi pada suhu 1300 C selama 30 menit, perhitungan menit pertama ketika suhu mencapai 1300 C atau pada tekanannya menunjukkan 15 psi. Keseimbangan dijaga, setelah 30 menit kompor dimatikan lalu tunggu jarum pada autoclave menunjukkan diantara 0-10, lalu dibuka penguncinya. Ketika membuka pengunci jangan sampai dingin karena akan sulit untuk membukanya, sehingga ketika hangat itu yang idela untuk membuka penguncinya. Botol dikeluarkan dari autoclave lalu ditaruh diruang isolasi, dan alat-alat ditaruh diruang laminar. Pembungkus ala-alat kultur tidak perlu dibuka dan dibiarkan tertutup untuk menjaga tidak terjadi kontaminasi dan steril selama dalam ruang (tempat penyimpanan).

    b. Sterilisasi media

    media kultur yang telah siap untuk dimasukkan dalam botol yang telah disteril, kemudian dimasukan dalam botol ± 20 ml lalu ditutup menggunakan plastik dan diikat dengan karet. Media tersebut lalu disetrilisasi mengunakan autoclave pada tekanan 15 psi dan suhu 1300 C selama 30 menit, setelah disterilisasi botol-botol kultur yang berisi media di simpan diruang penyimpanan media lalu disusun dirak-rak yang telah ada. Media tersebut didiamkan selama 3 hari mengetahui terjadi kontaminasi atau tidak.

    c. Sterilisasi ruang kerja

    ruang kerja sebelum digunakan terlebih dahulu disterilkan menggunakan formalin, caranya di semprotkan 2-3 kali dengan arah acak, lalu didiamkan semalam atau hingga bau formalin hilang. Setelah formalin hilang lalu membersihkan laminar air flow cabinet dengan menggunakan alkohol 70% diratakan menggunakan lap tissue (Canebo), lalu UV dinyalakan dan ruang dikosongkan selama 1 jam. UV dimatika lampu biasa dan blower dinyalakan, kemudian alat-alat, media, dan planlet yang akan digunakan dimasukkan kedalam LAFC yang terlebih dahulu dilap menggunakan spirtus sebagai pengganti alkohol. Setelah kegiatan tanam selesai laminar air flow cabinet dibersihkan kembali menggunakan alkohol 70%.

    4.1.6. Sub Kultur

    Sub kultur merupakan kegiatan pemindahan dan pemotongan planlet dari media yang lama ke media yang baru setelah satu kali masa umur. Tujuan sub kultur merupakan memelihara pertumbuhan dan perkembangan planlet serta perbanyakan planlet lebih lanjut. Keberhasilan dalam sub kultur terlihat dari banyaknya botol yang terkontaminasi (lihat tabel 4). Kontaminasi yang biasanya menyerang planlet dan media dalam botol adalah jamur dan bakteri (gambar 7). Kontaminasi dapat diatasi dengan memperhatikan planlet yang akan digunakan, jeli melihat media, serta yang paling penting yaitu sterilisasi peralatan yang akan digunakan.

    Tabel 4. Presentase Keberhasilan Tahap Sub Kultur

    Varietas

    Jumlah botol

    Keberhasilan

    %

    Tanam

    Tidak Terkontaminasi

    Kontaminasi

    Monalisa Dark

    12

    9

    3

    75

    Stroika

    8

    8

    0

    100

    Yellow Fiji

    10

    0

    10

    0

    Kegiatan sub kultur di mulai dengan mengeluarkan botol dan planlet dari ruang inkubasi dan dibawa ke ruang tanam, planlet yang digunakan adalah planlet yang tidak terkontaminasi. Planlet yang akan ditanaman berasal dari berbagai macam varietas tanaman krisan (lihat tabel 5), pertama planlet diambil menggunakan pinset lalu dipotong menggunakan gunting. Hal ini berfungsi untuk memisahkan dari akar, lalu diletakkan dalam petridisk. Kemudian planlet di potong-potong ± 1 cm dan tiap tunas terdapat minimal 1 daun dan memiliki tunas aksilar. Potongan tersebut kemudian ditanam dalam media dengan jumlah per botol 5-7 tanaman, selanjutnya botol di tutup rapat menggunakan plastik wrap film dan diikat menggunakan karet kemudian diberi label dengan spidol. Setelah selesai botol dipindah ke ruang ruang penyimpanan atau ruang inkubasi. Satu botol yang berisi 5 planlet dapat disubkultur menjadi 6-8 botol subkultur yang berisi 5 planlet.

    No.

    Varietas

    No.

    Varietas

    1

    Kermit

    18

    Puma Kuning

    2

    Stallion

    19

    New Red

    3

    Salem Total

    20

    Boris Putih

    4

    Yellow Fiji

    21

    Boris Kuning

    5

    White Fiji

    22

    M-2000

    6

    Monalisa Pink

    23

    Rhino

    7

    Evergreen

    24

    Yoko Ono

    8

    Shamrock

    25

    Town Talk

    9

    Sheena Select

    26

    Jaguar Purple

    10

    Reagen Kuning

    27

    Jaguar red

    11

    Reagen Pink

    28

    Euro Putih

    12

    Reagen Putih

    29

    Stroika

    13

    Ungu Total

    30

    Monalisa Putih

    14

    Ellen

    31

    Monalisa Dark

    15

    Cat Eyes

    32

    Snow White

    16

    Euro Kunig

    33

    Tiger

    17

    Puma Putih

    34

    Remix Ungu

                a.                                             b.                                             c.

    Gambar 3. Subkultur dan alat : a. Subkultur; b.rak media; c.alat kerja kultur in vitro

    Kegiatan penanaman planlet dilakukan dalam laminar air flow cabinet (Gambar 3). Alat dan bahan diletakkan dalam LAFC, antara lain : petridish yang digunakan sebagai wadah potongan planlet, bunsen sebagai pembakar alat agar steril da bebas dari bakteri maupun jamur, botol yang berisi media, gunting, scalpel, dan pinset yang diletakkan dalam botol media yang berisi alkohol 70%, fungsi dari alkohol sebagai pensteril alat agar bebas dari bakteri dan jamur, plastik wrap film yang digunakan sebagai penutup botol yang telah berisi planlet, dan botol yang berisi planlet sebagai sumber eksplan. Dimana semua alat dan bahan tersebut terlebih dahulu disterilkan menggunakan spirtus (sebagai pengganti alkohol) dengan cara dilapkan secara merata, sebulum akhirnya dimasukkan kedalam laminar air flow cabinet. Di dalam ruang inkubasi terdapat rak penyimpanan botol eksplan dengan pencahayaan lampu TL 40 Watt dan diberi AC dengan suhu 210C (Gambar 4). Banyak lampu disesuaikan dengan luasnya rak, dimana botol-botol planlet tersebut dapat tersinari dengan baik.

     Gambar 4. Ruang inkubasi

    4.1.7. Aklimatisasi

    Aklimatisasi adalah masa yang kritis dalam kultur in vitro, karena planlet menunjukkan sifat yang kurang baik jika langsung hidup dilapang. Menururt sosilowati (1998), ada beberapa ekspresi tanaman jika planlet ditanam langsung ke lapang, diantarnya :

    1. Sel-sel palisade daun hanya terbentuk dalam jumlah sedikit.

    2. Stomata sering kali tidak berfungsi.

    3. Lapisan lilin tidak berkembang dengan baik.

    4. Jaringan pembuluh dari akar kepucuk kurang berkembang.

    Planlet jika langsung ditaruh dilapang, sangat peka terhadap transpirasi, serangan mikroba-mikroba dan cahaya yang intesitasnya tinggi. Oleh sebab itu perlu penanganan khusus dalam aklimatisasi planlet tanaman krisan. aklimatisasi yang dilakuan di PT Inggu Laut Abadi terdapat 2 metode aklimatisasi, yaitu metode cutting dan metode langsung.

    a. Metode Cutting

    proses yang dilakukan dalam metode cutting, aklimatisasi tanaman krisannya tidank menggunakan akar dari planlet. Metode ini sangat cocok digunakan jika aklimatisasi terlambat dilakukan, sehingga tanaman dalam botol terlalu tinggi. Selain itu tanaman dalam botol terkontaminasi, sehingga perlu ada penyelamatan tanaman. Planlet dipilih yang akan diaklimatisasi, lalu dibuka tutupnya kemudian di gunting tanaman kira-kira 2 ruas dari akar. Lalu diletakkan dalam rooten F, hal ini berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar didaerah potongan. Kemudian hasil tadi ditanamn dalam nampang yang berisi media arang sekam yang telah disiram dengan fungisida (Gambar 5). Tanaman siap pindah kelapang ketika umur 4-6 minggu.

                            a.                                                         b.

    Gambar 5. Aklimatisasi : a. Penclupan dalam rooten F dan b. penanaman dalam media arang sekam.

    b. Metode Langsung

    aklimatisasi metode langsung yaitu planlet ditanam beserta akarnya. Pertama planlet dikeluarkan dari dalam botol beserta medianya. Akar planlet dicuci sampai bersih menggunakan air bersih, dicuci sampai bersih. Kemudian akar dicelupkan dalam rooten F, setalah itu di tanam dalam media arang sekam. Tanaman aklimatisasi diletakkan dalam ruang khusus untuk aklimatisasi (Gambar 6).

    Gambar 6. Tempat penumbuhan aklimatisasi.

                a.                                             c.                                 d.

    Gambar 7. Kontaminasi : a. Bakteri; b. Bakteri ; c. Jamur

    4.2. Pembahasan dan Alternatif Pemecahan

    Dalam pembuatan media menggunakan air kelapa karena berbagai pertimbangan, memanfaatkan limbah organik serta mempertimbangkan dari segi ekonomisnya. Sebelumnya perusahaan menggunakan NAA sebagai ZPT media kultur. Air kelapa sebagai pengganti auksin tersebut. Penggunaan air kelapa dikarenakan pada air kelapa terdapat berbagai macam ZPT, seperti auksin dan sitokinin serta berbagai unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dalam kultur in vitro.

    Air kelapa kelapa mengandung komponen aktif, misalnya mio-inositol, leukoantosianin, dan sitokinin. Penambahan air kelapa dan mio-inositol dalam medium Murashige dan skoog yang mengandung 3 mn dan 2,4-D akan merangsang pembentukkan kalus saccharum. Sedangkan jaringan korteks dan parengkim daun akan mudah tumbuh dalam medium yang diperkaya vitamin, air kelapa dan ekstra yeast (Thorpe, 1981). Di dalam air kelapa terkandung Diphenil urea yang mempunyai aktivitas seperti sitokinin, yaitu mempunyai aktifitas pembelahan sel. Sebab, air kelapa adalah endosperm cair yang terbentuk setelah terjadi pembuahan atau pelebuaran diri antara inti sperma dengan inti sel telur (Hendaryono dan ari, 2006). Fitohormon yang terkandung dalam air kelapa adalah sitokinin dan auksin, menurut Matatula (2003), menyatakan bahwa air kelapa terdeteksi mengandung sitokinin 5,8 mg/l dan auksin 0,07 mg/l dalam kelapa tua. Jika menambahkan 50% air kelapa ke media berarti sebanyak 2,9 mg/l sitokinin dan 0,035 mg/l auksin ditambahkan ke media. Dengan substitusi media MS dengan air kelapa 50% dapat meningkatkan berat basah tunas dan akar tanaman. Sitokinin berperan dalam memacu pembentangan sel, pembesaran dan pembelahan sel, poliferasi kalus, pembentukkan tunas, menghambat pembentukkan akar dan mendorong pembentukkan klorofil pada kalus (Untung dan Fatimah, 2004). Selain itu, sitokinin dapat mengatur fisiologis tumbuhan, hal ini disebabkan oleh hormon yang mempengaruhi asam nukleat sehingga langsung mempengaruhi sitesis protein dan mengatur aktivitas enzim (Hendaryono, dkk, 2002). Sedangkan auksi berperan dalam menginduksi terjadinya kalus, mendorong proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, pembelahan sel, diferensiasi trkhea, dominasi apikal, pembentukkan akar baru, pembentukan tunas, mendorong proses embriogenesis dan auksin juga dapat mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman kalus (Untung dan Fatimah, 2004).

    Sukrosa di PT Inggu Laut Abadi tidak digunakan, sebagai pengganti yaitu gula pasir biasa yang banyak ada dipasaran. Sukrosa tidak digunakan karena harganya lebih mahal dibandingan dengan gula pasir yang lebih murah, penggunaannya tetap yaitu 30 g/liter. Sukrosa merupakan sumber karbohidrat dalam kultur in vitro, konsentrasi normal dalam media yaitu 2-3 % (Hendaryono, dkk, 2002). Menurut Hendaryono, dkk (2002), penggunaan sukrosa di atas kadar 3% menyebabkan terjadinya penebalan dinding sel. Media kultur yang terdapat di Inggu Laut berwarna hitam, ini karena penambahan tablet arang aktif (karbon) dengan dosis 1 tablet/liter (berat tablet 125 mg). Pemberian arang aktif bertujuan untuk membunuh bakteri yang tumbuh didalam media, mengingat karbon biasanya digunakan oleh manusia untuk mengobati yang terserang diare. Selain itu karbon juga digunakan untuk menggelapkan media, sebab akar akan cepat tumbuh dan memanjang pada media gelap dari pada bening. Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan untuk beberapa hal, diantaranya: penyerapan zat pengatur tumbuh, penyerapan senyawa penghambat dan menggelapkan media (Muslim, 2009). Menurut Abidin (1994), konsentrasi arang aktif yang ditambahkan ke dalam media kultur umumnya ± 0,5-3%. Bahan pemadat yang digunakan adalah agar-agar berwarna putih dengan dosis 7 mg/liter (1 bungkus), agar-agar diperoleh ditoko-toko kecil dengan harga relatif murah. Konsentrasi yang digunakan dalam media kultur adalah 0,5-1%, bahan lain yang pernah coba digunakan yaitu gelatin dengan konsentrasi 10%, methosel dan algiat tetapi penanganannya sulit serta harganya mahal dan agarose dengan konsentrasi 0,35-0,7% (Hendaryono, dkk, 2002). Menurut Mansyur (2007), agar yang menghasilkan gel yang bening serta cocok untuk mendeteksi terjadinya kontaminasi adalah agar sintetik phytagel dan gelrite, agar ini banyak digunakan untuk kultur in vitro.

    Pada kultur jaringan sterilisasi merupakan hal yang sangat penting, untuk menekan terjadinya kontaminasi serta semua media, bahan dan alat harus sama steril (Santoso dan Fatimah, 2004). Alat-alat seperti botol, scalpel, gunting, pinset dan petidris  harus disterilkan dengan autoklaf. Menurut Suryowinoto (1994), sterilisasi autoklaf dilakukan pada tekanan 1,5 atm hingga suhu mencapai 1210C selama 20-30 menit. Botol-botol yang sudah terisi medium setelah ditutup dengan plastik tahan panas serta di ikat dengan karet, kemudian disterilisasi. Dengan skala kegiatan yang semakin besar, pengelolaan alat gelas perlu mendapat perhatian yang lebih terutama berkaitan dengan proses pembersihan dan penyimpanan. Kegiatan pembersihan alat gelas yanng kotor perlu mendapatkan penanganan serius, karena bila tidak segara ditangani dapat menjadi agen kontaminasi untuk koleksi atau alat-alat lain yang steril (Untung daan Fatimah, 2004). sterilisasi Ruangan juga disterilkan dengan menyemprotkan formalin 10% sebanyak 3 semprot disebarang sudut, lalu didiamkan selama semalam baru digunakan. Tempat transfer (LAFC) juga harus disterilkan dengan alkohol 70%, caranya dengan menggunakan hand sprayer lalu di lap. LAFC selain disterilkan dengan alkohol juga disterilkan dengan ultaviolet (UV) selama 1 jam sebelum digunakan, ini berfungsi untuk menghilangkan bakteri atau jamur.

    Regenerasi atau subkultur yang dilakukan di PT Inggu Laut Abadi, hampir tiap hari tergantung dengan jumlah krisan botol didalam. Eksplan yang digunakan adalah potongan dari batang planlet yang memiliki mata tunas, dengan satu helai daun pada setiap potongannya. Rata-rata dari satu planlet dihasilkan 5-12 eksplan yang

    06/17/2011 Posted by | Uncategorized | 7 Komentar